Bab 4. Perkampungan Pedang Sakti

1.4K 23 1
                                    

Rumah makan Sin-hoa-ceng yang kecil hanya melayani dua orang.

Ketika Yan Cap-sa menyerbu ke dalam, ia segera menyaksikan Cho Ping duduk di sudut ruangan.

Ternyata Cho Ping sudah tiba lebih duluan.

Ternyata Cho Ping masih hidup segar bugar.

Mungkinkah ia telah berjumpa dengan Sam-sauya?

Kini terbukti ia masih hidup, jangan-jangan Sam-sauya telah tewas di ujung pedangnya?

Yan Cap-sa tidak percaya, tapi mau tak mau dia harus mempercayainya.

Cho Ping bukanlah seorang manusia yang penyabar, begitu tiba, ia pasti langsung akan menyerbu ke dalam perkampungan Sin-kiam-san-ceng.

Tak nanti dia akan menunggu di sana dengan begitu tenangnya.

Barang siapa dapat menyerbu ke dalam perkampungan Sin-kiam-san-ceng, dan ia masih sanggup ke luar dalam keadaan hidup, maka hanya ada satu alasan saja sebagai jawabannya.

Orang itu pasti sudah berhasil mengalahkan manusia yang paling berbahaya, manusia paling menakutkan dari perkampungan Sin-kiam-san-ceng.

Sungguhkah Cho Ping telah mengalahkan Sam-sauya?

Dengan jurus serangan apakah ia berhasil mematahkan serangan maut dari Sam-sauya?

Yan Cap-sa ingin sekali menanyakan persoalan ini, namun ia tidak bertanya apa-apa.

Sebab walaupun Cho Ping masih hidup, ia sudah mabuk hebat.

Ya, sedemikian mabuknya dia, sehingga kesadarannya boleh dibilang sudah punah.

Untung dalam rumah makan itu masih terdapat orang lain yang tidak mabuk, ia sedang memandang ke arahnya sambil gelengkan kepalanya dan menghela napas.

"Tampaknya saudara ini bukan seorang peminum ahli, baru setengah kati arak ia sudah mabuk"

Bukan seorang peminum arak, kenapa sekarang bisa mabuk oleh arak?

Mungkinkah mabuk digunakan untuk menutupi kehambaran setelah suatu kemenangan yang tak berarti? Ataukah dia hendak menggunakan arak untuk memperbesar keberaniannya sebelum bertempur, tapi ia mabuk lebih duluan?

Yan Cap-sa tak dapat menahan sabarnya untuk bertanya: "Kaukah yang bernama Cia ciangkwe?"

Orang yang sedang menggelengkan kepalanya sambil menghela napas itu segera manggut-manggutkan kepalanya.

"Tahukah kau, apakah saudara ini telah berjumpa dengan Sam-sauya dari keluarga Cia?", kembali Yan Cap-sa bertanya.

Cia ciangkwe masih juga menggeleng.

"Tidak, aku tidak tahu"

"Apakah ia sudah mendatangi perkampungan Sin-kiam-san-ceng?"

"Aku tidak tahu"

"Sam sauya, kini berada di mana?"

"Aku tidak tahu!"" Lantas apa yang kau ketahui?", kata Yan Cap-sa kemudian dengan suara yang dingin.

Cia ciangkwe tertawa lebar.

"Aku hanya tahu saudara adalah Yan Cap-sa, aku hanya tahu kalau saudara hendak berkunjung ke perkampungan Sin-kiam-san-ceng!"

Yan Cap-sa ikut tertawa sesudah mendengar perkataan itu.

Persoalan yang seharusnya ia ketahui ternyata tidak diketahui olehnya, sebaliknya persoalan yang seharusnya tidak diketahui olehnya, dia malahan seperti mengetahui semuanya.

"Dapatkah kau bawa aku ke sana?", kembali Yan Cap-sa bertanya.

"Dapat!"

Air telaga Liok-sui-ou hijau kebiru-biruan.

Sword Master aka Pedang Tuan Muda Ketiga/Pendekar Gelandangan - Khu LungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang