"Si... aku nggak mau kehilangan kamu. Please, kasih aku kesempatan memperbaiki semuanya. Kamu harus bangun... KAMU HARUS BANGUN!!!" teriak Digo dari depan ruangan itu. Digo mengepal tangannya kuat-kuat, meninjukan kepalan tangan itu ke arah tembok di depannya. Ia kesal, ia marah, tapi pada siapa lagi Digo harus mengarahkan kemarahannya selain kepada dirinya sendiri.
"Ini semua salah gue," gumamnya.
Tristan yang kembali dengan Nayla mempercepat langkah mereka ketika melihat Digo yang gelisah di depan ruangan itu.
"Digo, lo kenapa?" tanya Tristan.
"Sisi--"
"Sisi kenapa?" kini giliran Nayla yang bertanya, wajahnya sudah nampak menegang.
"Gue nggak tau, tapi tadi... Sisi... dia--"
Belum sempat Digo menuntaskan ucapannya, pintu ruang ICU itu terbuka.
"Dok, Sisi gimana?" Digo langsung mendekat menghampiri Dokter yang keluar dari ruangan itu.
"Denyut jantungnya sangat lemah, pendarahan di otak pasien kini semakin menekan ke saraf pusatnya," terang Dokter itu pada mereka. "Bisa bicara dengan salah satu keluarga pasien? Kami harus secepatnya melakukan tindakan, tetapi untuk itu ada hal yang ingin saya bicarakan dulu."
"Oke, saya akan ikut." Digo mengikuti Dokter itu keruangannya, meninggalkan Tristan dan Nayla yang terlihat cemas di sana.
"Kami harus melakukan operasi, untuk menghentikan pendarahan di otaknya," ucap Dokter itu sesaat setelah Digo duduk di depannya.
"Tapi Sisi bisa sembuh, 'kan?" tanya Digo. Ia menginginkan kepastian tentang kondisi Sisi. Digo tidak perduli bahkan jika harus mengambil jantungnya untuk kesembuhan Sisi, karena ia hanya ingin melihat Sisi kembali seperti dulu.
"Maaf Dek, saya tidak bisa menjanjikan apapun. Kondisinya sekarang bisa semakin memburuk, tetapi dengan jalan operasi pun kemungkinan keberhasilannya juga sangat kecil. Namun, itu adalah satu-satunya jalan yang bisa di ambil untuk menyelamatkan nyawa pasien saat ini."
Digo keluar dari ruangan Dokter itu dengan gontai. Tristan dan Nayla yang menunggunya kini menyerbu dengan puluhan pertanyaan tentang perkataan Dokter padanya. Namun, Digo tetap membeku, ia berhenti dan duduk di lorong rumah sakit itu. Digo mengusap wajahnya kasar, hingga sesekali ia mencengkram rambutnya ketika ia menunduk dengan tangan bertopang pada pahanya.
"Digo, Dokter bilang apa?" tanya Tristan yang kini duduk di sebelahnya.
"Kondisi Sisi memburuk. Operasi satu-satunya jalan, tapi kemungkinan berhasilnya juga kecil. Gue harus gimana? Gue nggak mau Sisi ninggalin gue." Digo menyeka matanya yang berair. Saat ini ia merasa benar-benar rapuh, pikirannya kacau, dengan kondisinya yang nampak berantakan.
"Gue yakin Sisi akan baik-baik aja, lo harus tenang!" Tristan mencoba menenangkan Digo, selain juga harus menenangkan Nayla yang terus menangis di sampingnya.
***
Sudah hampir lima jam Sisi masuk ke ruang operasi. Digo masih terlihat mondar mandir di sekitar ruangan itu. Digo nampak gelisah, dan cemas, bahkan ia selalu melihat jam ditangannya beberapa menit sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
BECAUSE OF YOU ( Digo Sisi )
Fanfiction(Males ngerevisi lagi✌) Seorang anak baru yang terkesan sombong membuat Sisi selalu bertengkar tiap kali bertemu dengannya. Digo, nama anak baru yang terlihat tidak pernah suka bergaul dengan orang lain itu juga mudah kesal jika ada yang menyentuhn...