Tujuh - Dusta

1.7K 137 36
                                    

"Aku jemput kamu sebentar lagi."

Tristan menutup telepon sementara terus mengemudikan mobil melintasi jalan raya yang padat merayap. Setelah kemarin Gama memaksanya untuk menginap di rumah sakit. Akhirnya, ia bisa bebas tepat beberapa saat sebelum waktu janji membawa Kaia menemui kedua orang tuanya. Alhasil, Tristan terpaksa mandi di rumah sakit, meminjam pakaian baru milik Gama untuk dia pakai karena pasti tidak sempat pulang untuk ganti pakaian. Sahabatnya itu juga meminjami mobil untuk dibawa hingga bisa langsung pergi menjemput Kaia.

Setelah melewati waktu tiga puluh menit, Tristan sampai di depan sebuah rumah yang besar. Ditekannya klakson dua kali untuk memberi tahukan penghuni rumah kalau ia sudah ada disana.

Kaia keluar rumah, tubuhnya di balut terusan selutut bertangan buntung dan tas selempang kecil. Melihat itu, Tristan menyadari bahwa Kaia mendandani diri untuk bertemu kedua orang tuanya. Maksudnya, ia tahu, Kaia adalah residen yang terlalu sibuk untuk memikirkan masalah pakaian. Kaia tidak pernah memoles wajah dengan riasan yang berlebihan, atau memakai sepatu hak tinggi untuk terlihat anggun. Namun, hari ini Kaia sangat berbeda daripada yang sering ia lihat di rumah sakit.

Mata Tristan berkedip, ketika Kaia membuka pintu mobil. Kemduian mulai berbasa-basi.

"Lama nunggu?"

"Nggak..."

Kaia hanya menjawab singkat, selebihnya sibuk memasang safety belt, kemudian membuat dirinya nyaman di tempat duduk.

"Kita berangkat." Tristan kembali memegang kemudi dan menjalankan mobil.

Seperti biasa, jika mereka berdua berada di satu tempat maka akan sering terjadi kesunyian yang panjang. Baik dulu maupun sekarang. Jika dulu karena Kaia tidak terlalu mengenal Tristan, dan Tristan juga jenis orang yang tidak terlalu suka berbincang dengan orang yang tidak ada urusan dengannya. Maka sekarang kecanggungan ini terjadi karena skandal yang tak termaafkan.

Sebenarnya ada yang ingin Kaia bicarakan pada Tristan atau lebih tepat menanyakan. Tentang bagaimana keadaannya dan alasan kenapa ia dirawat di rumah sakit waktu itu. Tapi, pasti akan menimbulkan pertanyaan lain mengenai darimana ia tahu, dan kenapa ia tidak menjenguk Tristan. Oh ya, jangan bilang Gama mengadu mengenai kejadian di depan kamar rawat Tristan hari itu.

Tapi, dengan melihat Tristan yang sudah bisa menyetir mulus dan tak banyak bicara saja sudah bisa menjawab pertanyaan Kaia. Tristan baik-baik saja. Tristan tidak tahu apa-apa.

Kaia menekuri jendela mobil, menontoni rumah-rumah yang terlewati satu demi satu. Jika dalam satu mobil saja mereka begitu canggung, bagaimana nanti saat mereka tinggal dalam satu rumah. Yah, Kaia tak bisa membayangkan akan selalu berpapasan dengan Tristan seolah-olah ia tidak pernah melihat pria itu. Mengangap Tristan hantu sepanjang waktu. Untung saja, Tristan selalu menghabiskan waktu di studio atau kantor daripada di rumah. Dengan itu Kaia juga bisa berkonsentrasi mengerjakan tesis sekaligus membuka praktek di rumah.

Ah ya, dia melupakan hal ini.

"Aku off dari rumah sakit. Mau cuti beberapa bulan." Kaia bersuara lebih dahulu. Dia pikir perlu memberitahu Tristan. Juga mengenai rencana ingin membuka praktek di rumah. Kaia berharap Tristan mau menyetujui keinginannya.

"Kenapa? Bukannya kamu pengen cepat selesai pendidikan?"

Basa-basi, pikir Kaia. Ia tahu benar bagaimana sikap Tristan. Tidak mungkin pria itu peduli pada orang yang tidak berarti baginya atau bahkan hanya sekedar penasaran saja. Tristan pasti tidak suka pada suasana yang kaku seperti ini.

"Karena... aku nggak bisa kerja dengan pikiran kacau." Sunyi. Kaia tahu benar jawabanya itu akan membuat semua semakin menjadi canggung. Tahu bahwa kalimat yang ia lontarkan akan membuat Tristan merasa tak enak hati, bersalah. Lalu ia memutuskan untuk kembali berbicara, "setelah menikah, kita bakal tinggal dimana?"

If Loving You is WrongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang