Delapan - Heart of Glass

1.8K 144 34
                                    


(Play backsound)

Siang itu, Tristan baru saja selesai meeting dengan klien yang ingin menggunakan jasa perusahaannya. Klien yang memiliki banyak keinginan membuat ia dan beberapa anak buahnya terlambat makan siang. Padahal jam satu ini dia memiliki jadwal meeting dengan klien lain. Tristan memerintahkan anak buahnya untuk memesan makan siang melalui layanan pesan antar sementara dirinya memeriksa beberapa pekerjaan mereka. Dan sejauh ini, belum ada yang menarik untuk dipresentasikan ke klien yang akan mereka temui nanti.

Suara telepon mengganggunya. Layar menunjukan nomor baru yang tidak ia kenali.

Halo? Apa bener ini nomor Kak Tristan?” suara seorang wanita yang terdengar nyaring dan terlalu bersemangat.

“Iya benar...” jawab Tristan, masih membolak balik proposal yang diajukan salah satu anak buahnya.

“Salam kenal Kak Tris! Aku Britta, temennya Kaia.”

Tangannya sontak berhenti, tanpa sadar tubuhnya mengubah posisi menjadi lebih serius untuk berbicara melalui telepon. Sekaligus bertanya-tanya, ada apa teman Kaia menelpon. Apa dia salah satu orang yang mengetahui sandiwara mereka? Sudah jelas ia harus berhati-hati.

“Ah ya sama-sama, salam kenal.”

“Aku diem-diem ambil nomor Kakak dari hape Kaia buat ngehubungin Kak Tris. Aku mau ngasih kejutan buat dia!” Suara Britta makin bersemangat dan meninggi. Sepertinya seorang teman tidak akan bahagia seperti itu jika mengetahui apa yang Tristan perbuat pada Kaia. Jadi, Tristan bisa mengambil kesimpulan bahwa Britta tidak tahu apa-apa.

Tristan menaikkan sebelah alis. “Kejutan?”

“Kakak tahu kan hari ini dia fitting baju?”

“Aku tahu...” ia mengangguk, meskipun tahu Britta tidak melihat. Menunggu-nunggu tujuan dari pembicaraan ini.

“Dia bilang Kak Tris sibuk banget jadi nggak bisa nemenin. Tapi, Kakak tahu kan kalo fitting baju itu harus ditemenin calon suami? Kalo Kak Tris sempetin dateng pasti jadi kejutan yang manis buat dia.”

“Begitu ya? Jam berapa dia fitting baju?”

“Sore ini jam tiga. Kaia nggak bilang ya?”

Tristan menciptakan tawa dari dengusannya. “Kami bukan tipe yang suka saling lapor melapor,” ia menjawab dengan nada bercanda.

Jam tiga. Tristan memeriksa jam tangan. Sepertinya dia memang harus datang jika ingin membuat drama ini menjadi lebih nyata. Harusnya ia membantu Kaia meyakinkan temannya. Jika kejutan itu terjadi Tristan yakin, Britta tak akan pernah mengendus kecurigaan dari dusta ini. Namun kelihatannya ia akan terlambat karena jam tiga dia pasti masih rapat dengan kliennya.

“Iya sih. Aku lupa kalo Kaia tipe yang cuek, ternyata Kak Tris juga gitu. Kalian cocok deh!”

“Terima kasih...” Tristan tersenyum, mencoba membuat suara seramah mungkin.

Seneng banget bisa ngobrol sama Kak Tris langsung, selama ini aku cuma tahu dari Kaia loh.

“Maksud kamu?”

“Ya ampun! Jadi, Kaia belum cerita kalo dia udah lama banget cinta bertepuk sebelah tangan sama kakak! Dia pasti malu cerita ke kakak. Mimpi jadi kenyataan banget kalo bisa menikah dengan orang yang dikagumin! Makanya kalo Kak Tris dateng nanti, Kaia pasti bahagiaaaa banget! Karena aku tahu seberapa besar rasa sayang Kaia ke Kak Tris. Dia sering...”

Air muka Tristan mengeras. Suara Britta yang masih berbicara serasa makin menjauh-dan menjauh.

***

If Loving You is WrongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang