duapuluhsatu

177 15 0
                                    

Kania : Apa malam ini kita bisa kumpul?

Tristan : Tentu saja, ulang tahun Gama siapa yang mau melewatkannya?

Kania : Ayeee makan mahal!

Tristan : Gama kok diam saja?

Kania : Dia pura-pura nggak memerhatikan.

Tristan : Baiklah, kalian tentukan tempatnya ya. Kabari aku nanti."

Kania : Okay, Tristan.

Tristan mengunci ponselnya ketika kaca pintu mobilnya diketuk halus. Ia menurunkan kaca itu segera dan di sambut oleh wajah cantik Alena.

"Sudah lama menungguku?"

"Nggak, aku sedang berbicara dengan teman-temanku."

"Ah pasti Kania dan Gama."

Tristan tersenyum, Alena berjalan ke kursi samping pengemudi lalu duduk dengan nyaman di sana. Walau sebenarnya ia merasa resah karena akan ada kemungkinan ia akan bertemu dengan ayah kandungnya sebentar lagi. Mungkin dia belum siap menghadapi orang yang sudah menelantarkannya dan menghilang tanpa kabar, ia belum siap mendengar apa alasan ayahnya yang mungkin jauh dari apa yang ia harapkan.

"Kamu siap?"

"Yah, ayo berangkat."

"Aku dengar dari temanku bahwa lukisan ayahmu cukup terkenal di kalangan kolektor. Dia hanya melukis satu lukisan setahun dan dua tahun terakhir dia belum membuat karya lagi."

"Benarkah? Ah, aku nggak tahu, padahal dia ayahku." Lena tersenyum masam, "aku dulu selalu bergantung di pundaknya ketika ia melukis. Beberapa lukisannya masih terpajang rapi di dinding rumah. Dia mengajarkan aku bagaimana menggambar pertama kali. Perpaduan antara Mama yang modis dan papa pelukis yang menjadikan aku fashion designer seperti ini."

"Kamu pasti bangga," Tristan menanggapi.

Lena tersenyum mengangguk. "Aku ingin melihat lukisannya,"

"Aku dengar lukisan sering di pajang di museum Whimsical Arts, kamu bisa ke sana lain kali."

"Aku pasti akan mengunjunginya. Mungkin bersamanya kalau kami bisa bertemu hari ini."

"Ide bagus, aku harap kita dapat berita baik."

"Semoga," Alena menggenggam tangannya yang berkeringat.

"Bagaimana pekerjaanmu?"

"Aku mulai masuk dan memahami lingkungan kerja di sini. Aku agak shock dengan kebudayaan di sini, tapi aku mencoba untuk membiasakan diri. Aku juga sudah memiliki ide untuk pakaian-pakaian musim yang akan datang. Aku harus tunjukkan padamu dan minta pendapatmu. Pendapatmu adalah kunci dari kesuksesanku di dalam karir ini."

"Karena desain pilihanku hampir selalu menjadi best seller?"

"Bukan hampir, tapi memang iya." Alena bersemangat. "Padahal kau bilang hanya memilih yang paling cocok aku pakai."

Alena mengenang bagaimana dulu Tristan selalu mahir dalam menebak pakaian mana yang akan menjadi tren dan laris terjual. Meski Tristan selalu memuji seluruh karya yang ia buat, pria itu pasti memiliki 'favorit' diantara semua desain yang ia ciptakan. Dan itulah awal dari namanya yang dikenal banyak orang karena mendesain hot item yang membuat wanita merasa cantik saat mengenakan pakaiannya.

"Aku bilang begitu?" Tristan terkekeh. "Mungkin sekarang sebaiknya aku alih profesi jadi pengamat mode."

"Ide bagus, kmau bisa jadi pengamat desainku," tawar Alena bersungguh-sungguh. Dia tidak akan menolak jika ada kesempatan baginya untuk bisa bertemu dengan Tristan lagi. Karena dia punya alasan lain untuk datang ke Indonesia selain ayahnya. Sayangnya ia sudah sangat terlambat.

If Loving You is WrongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang