"Hei, apa yang kamu masukkan dalam minumanku?"
Bugh!
Semuanya gelap ketika lelaki itu merasakan sebuah pukulan benda keras di tengkuknya.
***
"Iya Kak, aku nggak apa-apa. Nggak perlu menjemputku. Dah!"
Wanita berparas manis itu menggeser tombol reject di ponselnya, memasukkan benda itu ke dalam ransel susah payah karena tangan yang satunya lagi sibuk memegang payung yang melindunginya dari hujan. Yah, meski hanya hujan gerimis saja. Hari sudah gelap dan suhu semakin menurun jadi dia tidak bisa mengabaikan hujan gerimis jika tak ingin terkena demam. Kemeja berwarna gading yang dikenakannya tak cukup tebal untuk menjadi tameng hujan.
Taksi tak kunjung datang, hujan makin lama makin menderu membasahi sepatu dan kakinya. Sebuah mobil mendekat, cahaya lampunya agak redup karena hujan. Ia berniat melambaikan tangannya sebelum menyadari itu bukanlah taksi melainkan sebuah van hitam. Ia tak pernah menyangka bahwa mobil itu akan berhenti tepat di hadapannya, membuatnya tersentak ketika dua orang berbadan besar keluar dari pintu van dan menarik tangannya paksa. Tubuhnya berontak namun orang-orang ini memiliki tenaga yang jauh lebih kuat darinya. Mulutnya dibekap tangan besar dan kapalan, jangankan berteriak, untuk bernafas saja ia kesulitan. Dan hanya dalam waktu beberapa detik mobil itu berhasil menculiknya.
***
"Brengsek! Kalian mau membawa aku kemana, hah?" Bentak Kaia, memutar-mutar lengannya yang dicekal oleh dua orang tak di kenal. Wajah mereka datar, yang satu berkumis tebal dan satunya berpipi cekung. Mereka tak pernah bersuara sekali pun. Mereka hanya menyeret tubuhnya melewati sebuah koridor gedung yang sepi. Tempat yang mirip sebuah motel murahan. Resepsionis yang tadi mereka lewati tak tertarik dengan kesusahan yang ia alami. Wanita itu hanya melirik sebentar sementara tangannya memintir-mintir rambut. Tempat apa ini?
Kaia kembali memutar otaknya sembari memandang ke sana-sini. Dia mencari-cari alasan mengenai apa yang membuatnya tiba-tiba diculik. Mungkin saja saingan bisnis sang ayah yang iri dengan kesuksesan yang diraihnya. Jadi mereka akan mengancam ayahnya dengan menyakiti dia. Atau mungkin saja orang menginginkan tebusan uang dengan jalan menculiknya?
Entahlah. Yang mana yang benar ia juga tak tahu. Satu hal yang Kaia ketahui adalah bahwa ia dalam bahaya. Takut tentu saja. Namun, menunjukkan bahwa dirinya takut sama sekali tak membantu. Orang yang berada di sebelahnya bukan seseorang yang akan melepaskan seseorang hanya karena kasihan.
Tanpa peringatan, Kaia dilemparkan begitu saja ke dalam salah satu kamar secara tidak manusiawi.
"Akh! Hei! Buka pintunya! Keluarkan aku!" Teriaknya menggedor pintu kayu itu kasar tepat setelah Kaia berhasil berdiri tegak kembali. Terdengar suara kletak keras, mungkin saja gembok yang dipasang untuk mengurungnya.
"Ahh, ssh..."
Erangan itu menghentikannya, Kaia menoleh untuk memeriksa sumber suara yang terdengar barusan. Matanya membulat kaget menyadari bahwa ada orang lain di dalam ruangan ini. Dan itu adalah seseorang yang dikenalnya, lelaki itu terduduk dilantai kayu dengan bersandar di sebuah ranjang.
"Kak Tristan?"
Kaia menghampiri pria yang dipanggilnya 'Tristan' itu.
Tristan mengerang meraba tengkuknya. Wajah lelaki itu mengeras menahan nyeri sehingga tak memperhatikan kedatangan Kaia.
KAMU SEDANG MEMBACA
If Loving You is Wrong
RomanceKaia pernah sangat mencintai Tristan. Itu sebelum Tristan menyakitinya sampai pada titik Kaia tidak bisa memaafkannya. Sekarang Kaia tahu bahwa mencintai Tristan adalah kesalahan. Dan karena bencana yang tak termaafkan itu, Kaia dihadapkan dengan...