Empatbelas

1.2K 102 39
                                    

[Update double] Baca part 13 dulu ya soalnya aku update 2 Bab langsung.

.

"Nggak!"

"Keliatannya nggak kayak gitu?!"

Kaia kehabisan kata-kata, ia menelan ludahnya untuk menghentikan kegagapan yang dia alami. "Aku... selama ini selalu nyalahin dia. Aku nggak akan pernah maafin dia apapun yang terjadi. Tapi, kamu nggak perlu terlibat dalam kekacauan ini Bi. Cukup sekali aja. Aku berterima kasih kok. Aku puas ngeliat bekas tonjokan kamu di wajah dia. Kamu tahu apa yang terjadi pun bikin aku malu kalo inget. Kamu mungkin jijik sama aku."

"Itu adalah usaha kamu untuk mengingkari perasaan kamu sendiri. Kamu berusaha pake logika, tapi gagal!" Bian menghakimi. "Dan Kaia, aku sedikitpun, bahkan kepikiran pun nggak buat jijik sama kamu. Kamu nggak melakukan sesuatu yang kotor. Aku tahu yang paling bajingan diantara semua ini adalah orang yang bikin hal itu terjadi. Kalo aku ketemu dia, aku bunuh dia! Kamu paham?!"

Kaia berdecih, ia tersenyum getir. "Sejak kapan kamu jadi sok tahu tentang aku." disekanya air mata yang nyaris jatuh.

"Aku memang tahu Kaia." Bian menghela napas, melembek ketika melihat air mata Kaia yang hampir saja tumpah. Melihat Kaia tidak berdaya seperti ini saja sudah membuat Bian tidak tega. Ia memilih untuk mundur. "Sebaiknya kita nggak ngomong masalah ini," ucap Bian halus, kemudian duduk di sebelah Kaia.

Kaia mengangguk, membersit hidungnya yang mampat lalu tersenyum menatap Bian. "Ya bener, tapi you know what? Aku lupa kalo lagi cedera karena itu."

"Ada cara yang lebih baik jadi pengalih perhatian," Bian membalas senyum Kaia. Diusapnya rambut Kaia dengan penuh kelembutan. "Nah, Tristan bilang apa?"

"Dia nggak bilang apa-apa, kayaknya dia nggak peduli. Atau dia memang rela dipukul."

Bian mengangguk. Dia sekarang benar-benar berniat mengakhiri pembicaraan mengenai Tristan. Ia merubah raut menjadi lebih cerah kemudian memeriksa perban Kaia dengan cermat.

"Kamu nyeri nggak?"

"Sedikit. Masih bisa ditahan kok."

"Hmm, kalo sakit nanti aku kompres pake es batu." Bian menyelesaikan observasi singkatnya lalu teringat sesuatu yang menurutnya sangat penting. "Oh ya, kamu pengen makan apa?"

"Hmm, rawon kayaknya enak deh."

"Okey, aku pesen dulu ya!" Bian kemudian berkutat dengan ponselnya untuk memesan makanan di rumah makan yang menjual rawon kesukaan Kaia melalui ojek online. Selepas itu, Bian menyentuh perut Kaia. "Tunggu ya Klepon sayang, Oom lagi pesen rawon kesukaan Mama kamu!"

"Kamu udah kayak bapaknya aja."

"Wah, boleh?"

"Kamu mau aku poliandri?!" kali ini Kaia kembali tertawa lepas seperti semula. Cekikikan Bian membuat dia geli sembari menepuk-nepuk bahu pria itu. "Yakali, nanti aku jadi terkenal di sosmed!" Kaia menggeleng-geleng tak percaya dengan candaan konyol sahabatnya.

***

Tristan : Kania, sibuk?

Kania : Nggak kok. Napa?

Tristan : Kamu tahu Kaia suka makan apa?

Kania : Wah...

Kania : Ada angin apa?

Tristan : Nggak apa-apa. Cuma penasaran.

Tristan : Kapan-kapan mau ajak dia makan...

Kania : Oh, setahu aku dia suka rawon, sop buntut, pindang tulang. Pokoknya daging sapi berkuah-kuah dan banyak lemaknya.

Tristan : Ok, tks.

If Loving You is WrongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang