sembilanbelas

153 18 2
                                    

Tristan memacu mobilnya ke jalanan lengang ibukota. Sebuah nada panggilan menyela kesibukannya menyetir. Ia menyelipkan earphone lalu menerima telepon itu. Panggilan itu adalah dari kenalannya yang memiliki hobi pergi mengunjungi pameran-pameran lukisan di ibu kota dan mengoleksi beberapa lukisan. Juniornya itu berkata bahwa ia mengenal gaya lukisan yang dicari Tristan dan mencari info ke website yang sering menjual lukisan-lukisan dari pelukis yang kurang tersohor namun lukisannya cukup diminati.

Ini mengenai janjinya pada Alena untuk mencari ayah dari wanita itu. Ia berhutang banyak pada Alena.

Akhirnya ia sampai di sebuah bangunan taman kanak-kanak bernuansa minimalis modern namun tetap menonjolkan warna-warna ceria khas anak-anak. Ia ingat pernah menerima proyek ini tiga tahun lalu. Taman kanak-kanan milik swasta di perumahan mewah yang awalnya lokasi site merupakan area persawahan. TK ini ia desain sendiri dengan perencanaan yang matang, memeriksa bahan-bahan terbaik yang dapat tahan lama, sejuk dan aman untuk ditinggali anak-anak. Di sebelah barat bangunan terdapat pohon mangga untuk melindungi Gedung dari panas matahari. Halaman TK penuh dengan wahana kesukaan anak-anak, dari mulai ayunan, jungkat-jungkit hingga perosotan. Tapi belakangan ia mendapatkan kabar dari pengurus gedung bahwa terdapat keretakan di bagian atap dan terdapat suara-suara aneh di sekitar gedung.

Suasana TK sepi, sepertinya anak-anak sudah pulang. Tristan membuka pintu gedung dan disambut oleh pria muda yang membawa pengki dan sapu. Setelah mengatakan maksudnya, pria itu langsung mengantarkan Tristan ke ruangan guru yang ada di lantai paling atas, lantai tiga. Sembari menuju ke lantai tiga, karyawan itu menunjukkan bagian-bagian yang retak serta menjelaskan bagaimana ia harus bolak-balik menyapu bekas reruntuhan beton yang mengotori lantai agar tidak terhirup anak-anak.

Tristan mengernyit, di sepanjang sejarah ia mengelola studionya. Dia tidak pernah mengalami kecacatan dalam desain, bahan maupun konstruksi. Ia memperhatikan pola retakan dan berapa besar retakan yang dialami.

"Untuk sementara kami memeriksa kelayakan gedung, kami minta kegiatan belajar-mengajar untuk sementara tidak dilakukan di sini. Demi keamanan anak-anak. Saya akan membawa tim saya secepatnya. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya."

Tristan memutuskan demikian saat bertemu dengan kepala sekolah, kelihatannya perlu inspeksi lebih lanjut masalah ini. Dan memeriksa siapa saja yang bertanggung jawab akan gedung ini tiga tahun yang lalu.

"Baiklah kalau begitu, saya percayakan semua pada Mas Tristan. Terima kasih sudah bersedia datang dan memeriksa. Anak-anak pasti senang sekali."

"Itu sudah menjadi tanggung jawab saya, Bu." Tristan meyakinkan.

Sesaat ia mendengarkan suara gemuruh dan getaran kecil di bagian bawah kakinya.

"Apa Mas Tristan sudah menikah sekarang?"

Tristan terkejut mendengarkan pertanyaan kepala sekolah yang terlalu mendadak. Pernikahan yang ia alami masih belum terasa nyata. Namun ia tersenyum tipis dan menjawab.

"Ah ya saya baru menikah beberapa minggu lalu."

"Wah masih hangat-hangatnya ya? Saya turut senang, nanti kalo sudah punya anak pasti bangga sekali dengan papanya ya."

Mungkin jika memang mereka adalah pasangan yang 'normal' fase yang mereka alami sekarang adalah fase bulan madu yang hangat dan mesra. Tapi hubungan mereka tidak demikian. Pernikahan mereka diawali dari bencana, namun semesta menginginkan hubungan mereka jauh lebih rumit dengan kehadiran janin di perut Kaia.

Kepala sekolah menangkap perubahan di raut wajah Tristan dan segera menambahkan.

"Ah maah ocehan saya pasti bikin mas Tristan tidak nyaman. Maklum, saya ibu-ibu yang suka turut campur."

If Loving You is WrongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang