Kekuasaan mutlak. Hal itulah yang digenggam seorang pria tampan yang beruntung menjadi keturunan tunggal Styles, sebuah keluarga dengan kerajaan bisnis yang luar biasa. Perusahaan Styles ada dimana-mana, dengan pusat di kota London. Di kota itulah juga seorang anak tampan berwajah angkuh lahir dan hidup. Harry Styles. Nama yang membuat takut beberapa orang pendengar. Harry adalah pria berkuasa, pria yang sudah digariskan menjadi pemimpin utama dalam sebuah kerajaan bisnis. Harry dididik begitu keras oleh Ayahnya. Dan kekerasan itu menular pula pada anak-anak yang dia tidak suka. Harry tidak segan-segan membuat anak-anak di sekolahnya ketakutan, keluar dengan suka rela dari sekolah yang didirikan oleh keluarganya, bahkan membuat beberapa orang bunuh diri.
Harry Styles tidak begitu peduli pada keadaan sekitar. Dia hanya pria egois yang dilambungkan dengan uang dan kekuasaan. Dia menarik perhatian banyak orang dengan wajah tampannya, dengan nama besar keluarganya, dan tentu saja dengan kuasanya.
Keluarga Styles adalah keluarga paling terkemuka di Britania Raya, mungkin satu pangkat di bawah keluarga kerajaan. Segala hal tentang keluarga Styles tak ada habisnya dibahas di stasiun televisi dan berbagai majalah. Apalagi putra tunggal mereka adalah seorang Harry Styles yang sangat tampan. Harry bahkan tidak bisa menghitung lagi berapa kali dia menjadi sampul depan sebuah majalah ternama. Dan tentu saja berapa banyak tawaran agar dia jadi model yang dia tolak mentah-mentah. Harry lebih suka di sekolah, menanamkan kuasa yang tidak ada habisnya, merasa kepuasan saat melihat orang-orang tunduk padanya, dan sebuah kebahagiaan saat orang-orang itu takut padanya. Harry menyukai kuasanya.
Ada banyak sekali yang membenci dia, berusaha melaporkan Harry ke polisi karena tindakan Harry yang sangat kurang ajar. Harry melecehkan seorang guru baru dengan kata-kata pedas dan tindakan yang tak pantas dilakukan seorang murid pada guru, tangan nakal Harry memegang bongkahan bokong guru barunya itu dan mengajak gurunya pergi ke hotel. Guru itu merasa sangat dilecehkan dan melapor ke kepala sekolah, tapi tak digubris sama sekali. Bahkan saat guru itu melaporkan ke polisi, dia tetap tidak dihiraukan. Tak lama kemudian guru itu dipecat oleh sekolah dan hidup guru itu pun diambang kekacauan. Merasa beban hidupnya semakin parah, guru itu pun bunuh diri dengan menenggelamkan dirinya di sungai aliran sungai Thames.
Harry Styles yang membaca berita pagi itu hanya tersenyum tipis. Begitulah jadinya kalau main-main dengannya. Tangan Harry tidak secara langsung membunuh dan menyakiti, segala hal di sekeliling dialah yang turut membantu. Dia hanya diam duduk bagai raja karena perusuh dia ada dimana-mana. Itulah kemenangan seorang penguasa. Harry sangat menyukai posisinya.
Bagai tubuh yang berisi baterai penuh oleh semangat pagi, Harry berangkat sekolah dengan dagu terangkat tinggi. Tidak ada yang berani menatap dia secara langsung, mereka terlalu pengecut. Tiga orang ekor penjilatnya setia ada di belakang. Niall, Louis, dan Zayn. Ada satu tingkat yang sama dengannya. Sebagaimana mereka bergantung dengan Harry, bisnis orangtua mereka juga ada di tangan keluarga Harry.
Di tengah koridor, mata elang Harry menangkap hal yang menjadi perhatian dia selama beberapa hari ini. Seorang siswi dengan kacamata tebal yang berjalan langsung memberi jalan agar Harry lewat, gadis itu menunduk dalam-dalam. Harry bisa melihat tangan gadis itu gemetar oleh ketakutan.
"Siapa namamu, sweety?"
"Em-Emily Walter."
"Ah... I see... Kau anak dokter Walter, bukan?"
Masih menunduk dalam, Emily mengangguk. Dia begitu takut dengan Harry. Harry suka dengan sikap penakut dia dan Harry juga suka dengan kepintaran Emily. Dia pintar tapi tidak mau terlihat menonjol. Dia diam saat guru bertanya tapi ketika ujian nama dia ada persis di bawah Harry, sang juara sekolah. Ah, ralat... Harry tidak suka. Harry benci dengan sikap munafik anak ini. Tipikal anak seperti ini yang harus dijauhi, dia diam tapi siap menerkam.
Well... tapi sedikit bermain dengan gadis ini boleh juga."You know sweety." Harry mengangkat dagu Emily lembut, memaksa Emily menatap ke dalam matanya, "Kau sebenarnya cantik. Hanya perlu polesan saja. Dan..." Harry mengambil kacamata Emily, "Penghalang ini harus dicabut agar kau bisa dilirik. Kau bahkan bisa jadi pusat perhatian kalau kau mau. Kau itu cantik."
Harry tidak berbohong saat ini. Emily memang pada dasarnya cantik, dia hanya tidak bisa membuat kecantikannya sendiri keluar.
"Besok... aku mau kau merubah penampilanmu. Kau mau kan, sweety?"
Emily mengangguk patuh.
"Ingat ini bukan permintaan tapi sebuah perintah. Kau harus melakukannya kalau kau tidak mau menerima konsekuensi. Kau mengerti, sweety?"
Lagi-lagi Emily mengangguk terlalu patuh.
"Dia tidak akan melakukan itu."
Seorang siswi sangat cantik mendekat ke arah Harry. Belum pernah Harry melihat gadis ini di sekolah. Gadis ini sangat cantik, mustahil terlewat oleh pandangan mata Harry. Pasti dia seorang anak baru.
"Ah... the new baby. Did you know who I really am?"
"Of course I know. Harry Styles yang sombong dan sok berkuasa. Itu kau bukan?"
Tiga pengawal bodohnya maju ke depan menjadikan diri mereka sebuah tameng. Memalukan sekali. Mereka pikir apa yang gadis ini bisa lakukan padanya? Tindakan mereka sangat konyol. Dengan geram Harry menyuruh tiga orang itu untuk mundur.
"Tujuh puluh poin. Kau salah... aku bukan sok berkuasa tapi aku memang yang berkuasa."
"Oke. Lalu kenapa kalau kau berkuasa? Apa semua orang mesti takut dan menurut padamu, begitu?"
Harry tidak menjawab. Dia tersenyum. Benar-benar senyum yang tulus dari bibirnya. Baru kali ini ada seseorang yang menentangnya secara langsung, di hadapannya... dan dia suka sekali. Apalagi gadis ini begitu cantik... setiap kata yang keluar dari bibir seksinya membuat hormon remaja Harry melonjak ke tingkat teratas. Gadis ini benar-benar menarik.
"Kau memang siapanya gadis ini?"
"Dia sepupu aku." Tangan gadis itu mengapit erat Emily.
Wow... rasanya keluarga mereka memproduksi gadis gadis cantik. Emily yang cantik tapi tersembunyi dan gadis ini yang cantik bagai bidadari. Menarik.
"Dan siapa kau?"
Mata gadis itu menyipit, "Kau bilang kau berkuasa, bukan? Kenapa tidak kau cari tahu saja sendiri?"
Gadis itu pun menarik Emily pergi menjauh. Semua orang terpesona karena kelancaran gadis itu, termasuk Harry sendiri. Belum pernah dia merasa begitu bersemangat mendekati seorang gadis setelah orang itu pergi meninggalkannya. Harry sekarang siap untuk jatuh cinta lagi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
When Devil Meets The Angels
FanfictionIt's about Harry who is being so unforgivable jerks and love to bully everyone around him. And that is why he met the angels. One is the one who always rescue Harry's victims and the other one is Harry's doll to make the other one can look at him as...