#14 Devil's Side

355 44 16
                                    

Harry merasakan hal yang sangat jauh berbeda sekarang. Tubuhnya bergerak tanpa kendali tapi hatinya terasa sangat kosong. Ada sesuatu yang tak seharusnya, puzzle yang menyatukan tubuh dia dan gadis di bawahnya ini sangatlah tidak cocok. Harry terus menutup matanya di persetubuhan dia dan wanita itu, dia membayangkan Brie yang meneriaki namanya, bukan wanita jalang yang rela begitu saja memberikan tubuhnya sementara dia punya sudah punya tunangan.

Harry juga memejamkan mata untuk menghindari diri dari perasaan bersalah. Belum pernah rasa ini muncul, dia brengsek sekali. Dan kali ini dia tidak suka dengan istilah ini.

"Harry." Carly, Charlotte atau siapalah namanya itu melenguh menikmati sensasi menuju ke surga yang ditorehkan Harry. Sementara itu Harry berbanding terbalik, dia tidak menikmati malah dia sangat jijik.

Seusai berhubungan Harry langsung pergi tanpa menoleh ke dalam mata wanita itu. Tak lupa dia juga melemparkan segepak uang ke tunangan Louis, karena jalang harus diperlakukan seperti jalang. Anehnya sudah diperlakukan hina, wanita itu malah semakin bertingkah jalang. Dia memungut uang yang berserakan di lantai itu dan menggumamkan kalimat menjijikkan, "Thanks for the money. You can call me anytime you want, babe. Asalkan kau menaikkan tarifnya di tiap kencan kita. Kau itu makhluk aneh, aku menyukainya. Liar tapi sulit untuk di taklukkan. Aku jadi penasaran."

Harry berdecih, dia nyaris saja meludahi gadis kalau saja tidak ada gangguan dari notifikasi ponselnya. Ada pesan dari Brie yang meminta dengan emoticon peluk dan cium. Pesan itu adalah kode kalau Harry harus segera menelpon Brie. Dengan gerakan cepat dia keluar dari hotel itu dan menelpon gadis kesayangannya.

"Kau sedang apa?"

"Aku mau pergi belanja keperluan untuk Natal."

"Mau aku temani?"

Tidak ada suara. Harry memeriksa layar ponselnya, sambungan mereka masih tetap terjaga. "Brie? What's wrong?"

"Kau tidak sedang bercanda, kan?"

"Dimana letak candaannya saja aku tak tahu."

"Harry, kau mau menemaniku untuk membeli keperluan natal?"

"Ya, memang kenapa?"

Tawa disana menggelegar, suara nyaring Brie menjadi simfoni lembut di kuping Harry. Harry berharap dia ada di depan Brie sekarang, melihat tawa itu secara langsung.

Harry membiarkan Brie terus tertawa, sementara matanya terpejam menikmati lantunan merdu suara tawa itu. Sayang tawa itu hanya sebentar, beberapa menit kemudian, di saat Harry sudah naik Maybach hitamnya, Brie berhenti tertawa dan mulai melanjutkan percakapan normal.

"Kau serius untuk ikut denganku?"

"Aku bahkan tidak pernah bercanda."

Helaan napas panjang terdengar, "Baiklah, kalau begitu jemput aku di apartemenku."

"Aye aye captain."

"Oh, ya... aku mau bertanya apa kau pernah sekali saja seumur hidupmu untuk belanja keperluan natal?"

"Nope. This is the first time."

"Wow... kalau begitu bersiaplah menerima kejutan besar, mon mec."

"What---"

Sambungan terputus, Harry melihat ponselnya yang sudah mati total karena lupa diisi daya. Tapi tak apa, untunglah dia sudah sempat menelpon Brie bahkan dia akan belanja bersama Brie. Bloody hell, pantas saja Brie tertawa puas, Harry juga geli membayangkan dirinya belanja. Well, selama ini dia tidak pernah belanja, semua kebutuhan dia selalu tersedia di tempat karena dia punya asisten khusus untuk penampilan dia. Dan sekarang, dia harus menemani Brie belanja. Keperluan natal pula?

When Devil Meets The AngelsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang