Angel's act #4

576 66 9
                                    

Brie tidak bisa tidur malam ini, bukan dikarenakan tangannya yang masih pedih akibat tingkah konyolnya beberapa jam lalu tapi penyebab utama insomnia dia kambuh adalah omongan Harry yang sangat tidak masuk akal itu.

Jujur Brie bukan tipe orang yang mudah berkorban demi kepentingan orang lain. Dia lebih peduli pada haknya sendiri, dia manusia normal bukan malaikat. Baiklah Brie memang senang membantu orang lain tapi bukan berarti dia suka berkorban. Brie bingung sekali sekarang. Merde, kenapa Harry mesti mengancam membawa nama Emily bukan orang lain!

Brie tahu Emily tidak pernah suka padanya. Emily tak pernah mengajak dia berbicara apalagi tersenyum padanya. Tapi tabiat itu sudah berubah, sejak penampilan dia berubah, Emily pun merubah sikapnya jadi lebih hangat ke Brie.

Merde, dia ingin sekali bicara jujur ke Emily bahwa orang dia suka itu sangat brengsek tapi di sisi lain Brie tak mau mengorbankan kebahagiaan Emily. Benar-benar buah simalakama, tiap langkah yang Emily ambil akan berakibat fatal. Kebahagiaan singkat dan luka Brie yang berkepanjangan atau kebahagiaan Brie yang relatif lama ditambah trauma dan benci yang lebih dalam lagi. Apa yang harus Brie ambil?

"Kau belum tidur?" pintu kamar Brie dibuka. Brie memang selalu lupa mengunci pintunya.

Cepat-cepat Brie nyalakan lampu tidur di nakas sebelah tempat tidurnya. Ini keajaiban besar bahwa Emily datang ke kamarnya, "Em?"

"Ya... it's me. Bolehkah aku masuk?" Brie mengangguk. Setelah duduk di pinggir kasur Brie, Emily melihat cemas perban di tangan Brie, "Apakah itu masih sakit?"

"Lumayan perih. Kau kenapa datang kesini?"

"Aku cuma..."

"Em, sebelumnya aku minta maaf sekali karena sudah menggagalkan acaramu dengan Harry."

Emily menggeleng cepat, "Justru aku berterima kasih sekali padamu."

Dahi Brie mengerut, jalan pikiran Emily memang langka. "Maksudmu? Bukankah kau suka sekali dengan Harry? Kenapa kau malah senang gagal dinner dengan pria idamanmu?"

Emily menarik napas dalam-dalam. Matanya menatap sendu jari-jari tangannya, "Aku memang suka dengan Harry. Bahkan mungkin love at the first sight. Melihat dia pertama kali tanpa tahu siapa nama belakang Harry saja sudah membuat jantungku berdebar. Tapi saat tahu dia keluarga Styles yang sangat berkuasa, Harry ada di luar jangkauan. Aku hanya bisa memiliki dia dalam fantasi. Lalu tiba-tiba saja dia datang padaku, membuat fantasi indah itu jadi kenyataan. Tapi aku belum siap... aku tidak tahu bagaimana harus bertingkah menjadi pasangan Harry, aku bahkan belum pernah merajut hubungan dengan siapapun. Aku takut akan mengecewakan Harry."

"Em, aku tahu ini saran kuno tapi just be yourself. Harry tertarik padamu, that's the point. Apalagi dengan penampilan barumu sekarang, look at you... you're beautiful. Percaya padaku kalau kau bisa membuat semua pria iri pada Harry karena Harry memilikimu."

Emily tersenyum, "Thanks, it's so nice." sesaat kemudian pancaran mata Emily jadi sangat serius, "Brie tidakkah kau merasa ini aneh?"

"Apa maksudmu?" finger crossed. Semoga saja Emily tidak berpikir dengan terlalu cerdas.

"Harry mendekatiku. Well, aku tahu aku sudah merubah penampilan tapi ini aneh sekali dia melirikku dan mengabaikanmu. Rasanya tidak normal bagi pria untuk melewatkanmu, Brie."

Lega sekali omongan Emily melenceng jauh dari fakta yang ditakutkan oleh Brie. "Itu artinya cahayamu jauh lebih besar dari aku. Percaya dirilah, Em. Kau layak untuk disukai oleh siapapun. Kau itu paket komplit seorang wanita. Kau pintar, kau sangat baik, dan kau sangat amat teramat cantik."

Emily tersenyum lebar sekali, senyuman yang tak pernah Brie lihat secara langsung. Brie tidak ingin senyum itu hilang dari wajah Em.

"Kau tahu, aku senang sekali bisa mengungguli atau setara dengan kecantikanmu. Rasanya sangat menyenangkan sekali saat orang lain menyebut kita cantik."

When Devil Meets The AngelsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang