Pergi berdua dengan Emily keliling Paris berjalan tidak begitu lancar. Dariawal saja spot yang Emily kunjungi sudah bermasalah. Louvre di hari minggu bukanlah pilihan baik untuk dikunjungi karena percayalah tempat itu sangat penuh sesak. Herannya Emily tampak menikmati antrian panjang itu, Harry sekuat mungkin tidak menunjukkan gejala kesal dan lelahnya. Dia memainkan perannya cukup baik menjadi kekasih ideal yang rela mengantri berjam-jam untuk masuk ke museum melihat lukisan Mona Lisa yang ukurannya sangat kecil itu.
"Seharian kita hanya menghabiskan waktu di Louvre. Maafkan aku karena membuat waktu kita jadi tidak efektif."
Mereka berdua sedang berjalan kaki di sekitar taman yang ada menara eiffel, dan ya sekali lagi terlalu banyak orang disini. Harry tidak suka keramaian apalagi beberapa orang gadis terang-terangan mengenali dia sebagai Styles. Itu membuat Harry risih, untung saja Harry sudah menyiapkan topi dan masker sebagai bahan samaran. Hell, dia bahkan bukan artis kenapa dia mesti bergaya menjijikkan seperti ini?!
"Aku membuat dua kesalahan hari ini, maafkan aku."
Emily menunduk menyesal. Di tangannya dia menggenggam kopi panas untuk sedikit menetralisir cuaca dingin kota itu, sama seperti Harry.
"Buat apa kau terus meminta maaf? Aku menikmati acara kita hari ini karena aku bersamamu."
Emily mengganti topik pembicaraannya,"Lihatlah ke belakang..." mereka berdua menoleh ke tempat menara penuh lampu yang menjadi ikon Paris itu berkelap-kelip, "Aku senang bisa ada disini. Di tempat bersejarah kota Paris ini. Bukankah Eiffel itu sangat indah? Jahat sekali orang jaman dulu yang bilang kalau menara ini merusak mata."
"Aku tidak terkesan dengan Eiffel." jawab Harry, "Eiffel, London Eye, liberty, Pisa, semua itu hanya simbol yang dibuat manusia untuk kita kunjungi. Pemandangan itu hanya memuaskan mata sesaat. Yang kita simpan dan kenang hanyalah memori saat kita ada disini."
Emily mengesap kembali kopi hangatnya, "Harry, kau sepertinya hapal sekali jalanan kota ini. Apa kau pernah tinggal di Paris?" tanyanya penasaran.
Pertanyaan itu membuat tubuh Harry beku. Kilasan masa lalu menyakitkannya kembali menguak. Sakit sekali mengingat seseorang yang kau sayangi menderita di kota ini. Paris tidak pernah membahagiakan Harry, kota ini cuma membawa tangisan.
"Sampai umurku sepuluh tahun aku tinggal disini."
"Pantas kau hapal jalanan disini. Dan kau fasih sekali berbahasa prancis. Tapi Harry..."
Harry menoleh, "Ya, my angel?"
"Aku tidak mau kau terlalu sering memakai bahasa prancis dengan Brie. Aku tidak mengerti apa yang kalian bicarakan, aku takut kalian..."
Harry memotong, "Kau cemburu?"
"Bodoh sekali untuk tidak cemburu ketika kekasihmu ada di dekat gadis secantik Brie."
"Kau juga cantik."
"Tapi tidak secantik Brie. Dia ada di level yang berbeda. Dari dulu selalu dia yang mencuri pusat perhatian karena dia cantik. Sesederhana itu."
Well, jujur memang apa yang dikatakan Emily masuk akal. Emily dan Brie betul sama-sama cantik tapi level mereka memang berbeda. Brie tidak perlu melakukan apapun untuk bisa cantik, tapi Emily harus berusaha keras belum lagi sikap rendah dirinya.
"Tapi bagiku kau masih yang tercantik."
Emily tersenyum, "Thanks."
"Lagipula kau tidak usah khawatir atau cemburu dengan Brie. Dia selalu membenciku, bukan?"
"Itu yang membuatku khawatir. Apa kau tidak pernah dengan pepatah kuno dari benci bisa jadi cinta?"
"Kau takut dikalahkan oleh Brie?"
KAMU SEDANG MEMBACA
When Devil Meets The Angels
FanfictionIt's about Harry who is being so unforgivable jerks and love to bully everyone around him. And that is why he met the angels. One is the one who always rescue Harry's victims and the other one is Harry's doll to make the other one can look at him as...