Harry membawa tubuh Brie mendekap ke dadanya. Dengan sangat lembut dia membelai rambut Brie, Brie menikmati perlakuan itu. Mata dia terpejam dan lekukan di bibirnya mulai naik ke atas. Harry berhasil menenangkan Brie. Well, memang benar kalau seks adalah peredam emosi yang baik.
"Brie..."
"Hm?"
"Tell me about your past."
Permintaan ini membuat Brie melepaskan pelukannya dan menatap Harry penuh pertimbangan. Walaupun pada akhirnya, Brie mengalah. Harry puas, pengaruh dia ke bisa sebesar itu.
"I am really bad person, Harry." Suara Brie sangat pelan dan penuh keraguan. Harry mengerti Brie sedang tidak nyaman sekarang jadi tangan dia dengan lembut membelai punggung polos wanita itu, berharap membawa ketenangan.
"So what? I'm bad too."
"Okay... but promise me one thing...Jangan pernah tinggalkan aku."
Harry tidak menjawab, dia mengangguk dan membenamkan bibirnya ke puncak kepala Brie. "Jadi kau siap untuk bercerita?"
Brie mengangguk sekali lagi. Dia kembali ke pelukan Harry. Dan menceritakan semua hal ditemani detak jantung Harry.
"Dulu aku anak yang sama sepertimu. Aku bergaul dengan anak-anak yang punya kuasa di Paris. Kau sudah pernah melihat mereka."
"Yang di klub waktu itu?"
"Ya... Jenner bersaudara, mereka berdua temanku." Brie lalu menggeleng, "Maksudku mantan temanku."
"Lalu?"
"Dari kita masih di Collège(SMP dalam French), kita senang untuk merendahkan orang lain. Aku terlalu terbawa atmosfer, aku benar-benar jahat dulu. Dan karena bergaul dengan dua orang itu, aku pun jadi sangat nakal. Waktu umurku masih Quatrième (kelas 3 smp---13/14 tahun), aku sudah main ke klub dan ya kau tahulah."
Rahang Harry mengeras, dia tidak suka membayangkan Brie terlentang dengan tubuh polos untuk memuaskan pria lain. Rasanya menjijikan sekali membayangkan hal itu.
"Lalu?" Harry ingin cepat-cepat agar Brie mengganti topik pembicaraan mereka.
"Lalu aku jadi sangat amat menjijikan. Keluargaku bahkan tidak sudi tinggal bersamaku. Mereka membiarkan aku melanjutkan sekolah di asrama wanita yang peraturannya sangat ketat. Tapi aku punya banyak ide. Aku bisa menyelundupkan alkohol bahkan drugs."
"Wait... so are you junkies?"
"I used to but I'm clean now."
"Lanjutkan."
"Aku benar-benar tidak bisa dihentikan. Aku selalu melanggar peraturan dan orangtuaku selalu mendapat teguran. Mereka marah besar, aku bahkan berkali-kali kena tampar. Lalu aku ditendang dari asrama satu ke asrama lain. Aku bertahan di satu asrama tidak lebih dari tiga bulan sebelum aku pindah ke asrama lainnya. Karena asrama tidak membuatku jera, orangtuaku membebaskanku. Mereka bilang sudah tidak peduli padaku lagi. Dan aku pun kembali ke ke sekolah formal saat masuk Lycée (SMA), aku kembali bertemu lagi dengan dua Jenner. Kejahatanku pun semakin menjadi."
Brie berhenti bercerita, dia kembali larut dalam tangis. Harry membiarkan dadanya di penuhi airmata Brie. "Tenanglah."
Butuh sekitar sepuluh menit bagi Brie untuk kembali bercerita. Suara dia makin serak dan sengau. "Lalu ada satu gadis, nama dia Meghan. Saat itu aku Première (kelas 2 SMA), dan anak itu masih Seconde (kelas 1 SMA), aku begitu keras dan berkuasa pada anak itu. Well, tidak hanya anak itu karena banyak orang yang takut sekali denganku. Aku melakukan hal-hal yang sangat kasar pada mereka. Terutama kaum kepada para gadis, aku mempermalukan mereka. Dan Meghan adalah korban yang paling empuk dijadikan sasaran karena dia sangat polos dan nerd."
KAMU SEDANG MEMBACA
When Devil Meets The Angels
FanfictionIt's about Harry who is being so unforgivable jerks and love to bully everyone around him. And that is why he met the angels. One is the one who always rescue Harry's victims and the other one is Harry's doll to make the other one can look at him as...