#17 Angel's Side

367 50 11
                                    

Sudah dua hari Brie lalui dengan status sebagai seorang yang tidak punya hubungan ikatan apapun dengan siapapun. Dua hari yang bagai bencana kalau boleh Brie tambahkan. Brie yang pada dasarnya selalu merasa sepi, kini rasa kesepiannya naik seribu kali lipat.

Sudah dua hari juga Brie tidak melihat sosok Harry. Anak itu sudah tidak masuk sekolah dari kemarin. Ada keinginan dari hati kecil Brie untuk menanyakan kondisi kesehatan Harry pada salah satu temannya entah itu Louis atau Niall, tapi gengsi Brie terlalu tinggi. Dia sangat membenci Harry tapi dia tidak mau orang yang juga dicintainya itu sakit. Itulah dilema cinta, bukan?

Harry tidak pernah menghubungi dia sejak hubungan mereka kandas. Bukannya Brie ingin dihubungi tapi dia penasaran, apa Harry benar-benar sudah berhenti memperjuangkannya? Jadi semua hal yang sudah mereka lalui beberapa bulan ini benar-benar hanya bualan? Begitu tak berartikah dirinya hingga Harry tidak menganggap dia lagi?

"Kau melamun lagi."

Zayn membangunkan Brie dari kegiatan favorit Brie selama beberapa hari ini. Brie melirik ke depan dan melihat kalau Miss Brown sudah hilang dari depan kelas dan beberapa murid pun berjalan untuk keluar dari kelas. Kapan pelajarannya berakhir? Bukankah mereka baru masuk?

"Pelajaran sudah selesai?"

"Ya... wajar saja kau tidak tahu karena kau terlalu larut dalam pikiranmu sendiri." Zayn mencoba membantu Brie membereskan buku-buku Brie yang lumayan berantakan di meja tapi tangan Zayn langsung ditepuk oleh tangan Brie. Dia tidak butuh orang untuk mengatasi hal sepele ini. "Biar aku tebak. Kau pasti masih memikirkan Harry, bukan?"

"It's not your business."

"Sampai kapan kau terus membiarkan pria itu mendominasi pikiranmu? Hidupmu masih panjang, masih banyak pria yang mau menjadi pengganti cowok brengsek itu di hatimu."

Brie sudah selesai memasukkan semua barangnya di tas. "Sayangnya aku tidak tertarik denganmu, Zayn. Mengertilah dan jauhi aku."

Ya, sejak Brie putus dari Harry, Zayn terus menempelinya. Kemanapun Brie melangkah, kesanalah tujuan Zayn. Ribuan kali Zayn mengajak Brie untuk kencan tapi selalu Brie tolak. Alasannya sederhana, dia masih ada dalam kondisi luka hati yang parah, yang sudah pasti tidak mudah disembuhkan dalam waktu dekat. Alasan lainnya adalah Brie tidak menyukai Zayn. Ok, tentu saja Brie berterima kasih pada Zayn karena telah membuka topeng busuk Harry tapi Brie tetap tidak bisa luluh dengan itu. Dia merasa Zayn adalah makhluk yang harus dia jauhi... ada sesuatu yang salah dengan anak itu. Yah, itu pun hanya asumsi pribadi Brie.

"Tolong beri aku kesempatan satu kali saja. Aku janji tidak akan mengecewakan, aku tidak seperti si brengsek itu."

Brie menghela napas panjang sekali. Dia lelah mendengar kalimat itu terus didengungkan Zayn. Brie tahu Harry brengsek, semua orang tahu faktanya sebrengsek apa Harry tapi kalau mendengar ucapan itu dari Zayn, Brie malah menganggap Zayn jauh lebih brengsek. Lebih menyebalkannya lagi, anak itu selalu berbicara tentang semua kejelekan dan aib Harry. Itu kesalahan besar. Di saat Brie ingin melupakan Harry, Zayn malah mendekatinya dengan memanfaatkan kejelekan Harry. Bodoh? Sangat!

"Stop calling your ex friend with names! Zayn, mengertilah... aku ingin sendiri. Beri aku jeda sesaat, aku masih lelah."

"Kau bahkan belum mencoba untuk memulainya denganku. Setidaknya makan malam satu kali saja denganku... aku percaya kau pasti akan melupakan Harry."

"Mustahil. Harry memang brengsek tapi anak itu sudah permanen ada disini." Brie menunjuk dadanya, "Dia tidak akan pernah hilang. Selamanya."

"Kau masih mencintai anak itu?"

"Bohong kalau aku bilang tidak."

"Tapi bajingan itu sudah mempermainkanmu!"

"Dan sialnya aku jatuh cinta dengan bajingan itu." lirih Brie yang kembali memutar beragam hal romantis yang sudah Harry berikan padanya selama waktu singkat dulu. Seandainya tingkah laku tadi bukan sekedar taruhan, pasti akan sempurna sekali hidupnya.

When Devil Meets The AngelsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang