Jadian

36 3 0
                                        

Setelah dari rumah Gara dan berganti pakaian aku meminta Gara untuk mengantarku ke taman dekat rumah Agam. Awalnya Gara merasa malas dan sedikit marah hanya saja aku terlalu pintar untuk merayunya. Dia juga sempat ngomel saat tau ternyata aku mau ketemuan sama Agam. Padahal tadi dia tau loh niatku itu mau ngasih kado ke Agam, tapi tetep aja ni anak jadi tantrum.

"Udah sampai sini aja, lo boleh balik jd nggak usah nungguin gue, ntar baliknya gue naik anglot aja Nyet". Gara langsung menurutiku, ia memutar balik motornya dan melesat pergi. Sedikit aneh dengan sikapnya, biasanya dia bakal ngomel yang mau nunggun lah, pulang dianterin lah, ini dia manut-manut aja. Tapi aku tidak ambil pusing sebab aku sudah tidak sabar bertemu dengan Agam.

Sebelum kesini aku sudah mengirim pesan kepada Agam agar kita bisa ketemuan di taman dekat rumahnya, dan Agam setuju. Sebenarnya sedikit khawatir, mengingat dia habis sakit. Agam bilang sih udah sembuh karena dia hanya demam aja.

Aku menunggu Agam di sebuah bangku taman dengan membawa kado yang sudah aku bungkus dengan kertas berwarna biru. Aku tidak bisa berhenti tersenyum saat melihat kado yang sedang aku bawa. Harapannya sih semoga Agam suka.

Sekitar 5 menit menunggu Agam, mobil biru datang, dia turun dari mobilnya dengan wajahnya sedikit lesu mungkin karena demam tadi pagi.
Aku melambaikan tangan padanya sedikit canggung. "Hai"

Agam tersenyum dan duduk di sampingku.
"Muka lo masih pucet Gam, tau gitu nggak usah ke sini, kan bisa tuh besok aja atau gue yang ke rumah lo".

"Cuman demam biasa". Suara Agam juga serak.

Aku mengulurkan tangan dan menempelkannya pada kening Agam. "Gam serius, lo masih demam. Udah yuk balik". Kataku sambil menarik tangan Agam.

Agam nggak mau berdiri, malah ia gantian menarik tanganku dan menyuruhku untuk duduk.
"Ma, I'm fine. Gue nggak separah itu".

Dan kalian tahu, tangan dia masih megang tanganku. Sampai aku ingat kalau tujuan kita ketemuan untuk ngasih kado Agam. Aku menarik tanganku dan merogoh tas.
Aku langsung memberikan kado yang sudah aku siapakan padanya.
"Buat lo, selamat ulang tahun ya".

Agam menerima kado yang aku berikan. "Makasih Ma".

"Iya sama-sama. Bukanya nanti di rumah jangan disini. Malu".

Agam tersenyum dan mengacak poni rambutku. Itu kebiasaan lama dia saat masih dekat dulu.

"Udah lama ya kita tidak ngobrol kaya gini Gam, mungkin kelas kita pisah, kemarin juga cuma makan di kantin trus lo langsung balik dan gue ngaku kalah deh sama taruhan ini"
Agam meletakkan kadonya di kursi, ia sedikit memiringkan tubuhnya, mengadapku.

"Lo tau, sebenarnya gue kangen sama lo Ma. Gak ada lagi suara cerewet lo, gak ada yang nulisin gue kalo gue lagi males nulis, gak ada yang bisa gue ajak curhat film. Tapi berhubung kita taruhan, ya aku usaha aja nggak ngomong sama lo. Gue baru sadar, ternyata gue menang".

Aku menoleh ke arah Agam dan kami sama-sama teraenyum.

"Mungkin lo gak akan kangen gue kali ya, gue lihat lo udah lengket sama Gara. Itu artinya lo udah punya temen baru atau Gara itu pacar lo?".

"Bukan." Aku langsung menjawab dan teriak membantah ucapan Agan. Agam sampai kaget lalu tertawa.

"Ish lo ngetawain gue."

"Ya elo juga, jawabnya langsung kek gitu, gue jadi kaget lah."

Aku hanya meringis. "Bu bukan gitu maksud gue. Lo sih bilang kalau gue pacaran sama Gara. Gara itu sohib gue Gam,"

"Itu yang selalu lo bilang, nyatanya lo sering sama dia Ma".

"Astaga Gam, jelas aja gue sama dia, kita udah beda jurusan. Jarang ketemu juga kan?"

PERSAHABATAN KITA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang