Kenyataan

41 3 0
                                    

Aku merasa senang bisa memiliki dua sahabat, ya meskipun sudah lama tapi beda kan kalau udah bisa bareng-bareng lagi, alias gak kucing-kucingan kayak kemaren. Bayangin aja jika aku sama Gara, Aya nggak mau ngumpul dan sebaliknya. Jadi yang ada bikin aku gondok.

Sekarang aku sedang berada di kafe langgananku dan Aya dulunya, tapi menjadi langganan kita bertiga, aku, Aya dan Gara.

Kami sering kesini setiap free, atau paling tidak hanya sekedar ngumpul setelah kuliah kelar. Kalau aku dan Gara sering banget malah secara kafe ini juga tidak terlalu jauh dari kampus, hanya saja Aya yang sering absen dengan alasan kampusnya jauh.
Aku sempat mencari White kafe ini di lain tempat, karena pernah aku bertanya apakah kafe ini memiliki cabang dan ternyata benar, kafe ini memiliki cabang. Berarti aku gak salah liat, saat pernah melintas di sebuah kafe mirip bangen stylenya dengan kafe yang sekarang ini aku kunjungi. Penting nggak sih bahas kafe? Kurasa enggak hehe

"Nyet, gue serius nih" Gara ngeyel.

"Serius apaan sih, gak paham deh gue" aku membalik novel ke halaman berikutnya, saat ini aku sedang membaca novel karya penulis favorite, Ika Natassa.

"Soal perasaan gue ke elo lah". Aku mengalihkan pandanganku dari tulisan yang ada di novel ke muka Gara yang memang merautkan keseriusan.

"Sorry nyet gue gak bisa, gue bener-bener takut kehilangan lo. Maksud gue, yang namanya orang pacaran pasti nantinya bakal putus kan? Nah gue gak mau nanti hubungan baik kita jadi buruk cuma karena ego perasaan kita".

Aku jujur kali ini, itu alasan utamaku mengapa tidak menerima Gara. Memang jika di nilai fisik Gara tidaklah buruk, kekurangannya hanya dia kurus. Masalah hati, aku sangat yakin dia baik, dia setia.
Jika ditanya bagaimana perasaanku, aku juga bingung. Aku menyayangi Gara, tapi rasa sayangku beda dengan aku menyayangi Firman.

Ngomong soal Firman, sudah sejauh ini sekitar 2 bulan Aya berkomunikasi dengan Firman. Aya selalu mengatakan apapun yang ia obrolin dengan Firman. Ya mereka memang tidak ketemu secara langsung mengingat Firman masih ada urusan bisnis di Balikpapan, tapi mereka always tukar pesan dan ngobrol lewat telepon. Jujur aku sempat cemburu, sebab aku aja tidak sedekat itu. Firman selalu menjaga jarak denganku. Dia selalu membuat batas, kadang bisa dekat dan kadang bisa jauh. Dia dingin tapi hangat. Nyebelin tapi ngangenin. Ah aku susah menilainya yang pasti satu hal yang bikin aku cemburu dan kesal dengannya. Aya pernah bercerita jika ia pernah c.o.d dengan Firman. Menjemput Aya dari kampus lalu jalan berdua. Gila. Aku cemburu berat.

"Woy, lo ngelamun lagi deh ah". Gara mengguncang bahuku pelan.

"Sorry, kepikiran gue".
Gara langsung menyipitkan matanaya, ia seakan mencurigai sesuatu dariku.

"Gue colok mata lo ya nyet kalau masih liat kek gitu ke gue" aku mempraktekkan dua jariku yang siap menyolok mata Gara.

"Kepikiran siapa?" Nada bicara Gara berubah

"Ada lah lo gak kenal".

"Trus gimana sama hubungan kita?"
Aku mengernyit, bingung dengan pertanyaan yang Gara ajukan.

"Hubungan, maksud lo apa?"

"Gue suka sama lo nyet, gue ini ceritanya nyatain perasaan gue".

Aku setengah tertawa melihat muka mutung Gara. Kututup novel di tanganku dan kuletakkan di meja.

"Lo bener- bener aneh. Sejak kapan lo suka sama gue?"

Gara terlihat salah tingkah ia sedikit menyembunyikan wajahnya dengan memainkan ponsel.
"Jawab Anggara!" Bentakku

"Tauk". Gara melengos.

"Yaudah terserah lo aja" aku menyeruput secangkir kopi susu yang hampir dingin.

PERSAHABATAN KITA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang