Kita naik kelas, kelas tiga. Senior.
Waktu kelas tiga kini memang sangat singkat, kurasa baru kemarin kita masuk sekolah ternyata ujian Nasional atau akrab di sebut UN sudah semakin dekat. Buktinya kita tinggal menunggu hari untuk segera melaksanakan Ujian horor tersebut dimana semua siswa se Indonesia berharap cemas dan takut pada yang namanya UN. UN akan menentukan lulus dan tidaknya kami para siswa.Hari ini adalah Try out terakhir, seperti biasa ruanganku dan Gara berbeda.
Aku mengemasi alat tulisku dengan sedikit terburu buru sebab rasanya sudah di ujung, jika aku tidak segera mungkin bisa ngompol di ruangan.
Dan apa yang aku temukan saat kembali dari toilet? Aku melihat Gara sedang duduk di kursi dengan seorang cewek berambut pendek, aku tidak tahu siapa nama cewek yang pasti dia merangkul pundak Gara, aku tidak tau mereka punya hubungan apa, tapi aku hanya tahu satu hal, aku tidak menyukai pemandangan di depanku itu."Loh Ma, lo kok masih disini? Yang lain pada pu....lang" Aku menoleh ke arah Aya yang kini berada di sampingku. Dia juga merasa syok dengan apa yang dia lihat, sama sepertiku.
"Dia lagi?"
"Apa maksud lo dia lagi?" Aku bingung juga dengan pernyataan Aya.
"Tuh, cewek itu. Dia emang suka jadi orang ketiga, dulu dia jadi orang ketiga di hubungan kakak gue, trus sekarang..."
"Jadi orang ketiga di hubungan lo, dan gue". Aku menatapnya dan Aya menoleh kearahku. Raut muka Aya sedikit bingung.
"Agam. Dia yang bikin gue dan Agam putus". Aku jadi teringat saat bulan bahasa. Aya menepuk pundakku pelan, membuatku menoleh padanya.
"Nasib kita sama" Aya tersenyum kecut dan pergi meninggalkanku. Aku kembali menoleh ke arah mereka, sungguh kali ini aku kecewa dengan Gara.
***
Hari ini aku berangkat ke sekolah sendiri naik angkot, sejak kemarin Gara menerorku dengan telfon dan pesan singkat tapi aku acuh padanya.
Bahkan aku sengaja datang pagi supaya bisa mencari teman untuk duduk sebangku denganku."Eh lo kok disini? Ini bangku gue Yan"
Saat Septian hendak bangkit aku segera menahan tangannya.
"Gak usah pindah Yan, lo disini aja. Dan lo, masih banyak kan bangku yang kosong". Aku segera duduk dan kembali fokus pada novelku."Lo kenapa lagi sih Ma? Gue salah apa lagi?" Aku diam.
Entah ekspresi dan apa yang di pikirkan Gara yang jelas ia langsung pergi setelah menaruh tas di bangku pojok kanan depan. Aku menghela nafas, dan segera mengambil ponselku.
To Aya:
Dia keluar, kayaknya duduk di bangku pojok depan sebelah kanan.Tak perlu menunggu lama, aku sudah menerima balasan dari Aya.
From Aya:
Kita liat, apa yang bakal dilakuin cewek itu.Setelah membaca jawaban Aya bel masuk berbunyi, dan aku sangat penasaran dengan apa yang Aya katakan.
Hari pertama pelajaran kosong, entah ini kabar membuat senang atau tidak pasalnya jam kosong kali ini bukan karena ada rapat guru atau semacamnya tapi suami dari salah satu guru meninggal karena kecelakaan dan membuat pelajaran kosong, tapi Arif sang ketua kelas sudah memberikan tugas untuk mengerjakan latihan soal.
Seisi kelas ramai seperti pada umumnya jika jam kosong. Beberapa ada yang main gitar, lihat video clip dan ada pula yang langsung tidur. Tapi tidak umum untukku dan Aya melihat pemandangan di pojokan sana.
Gara sedang menyembunyikan wajahnya pada lipatan tangan di atas meja. Sedangkan wanita disebelahnya merangkul, memijat dan terkadang menyandarkan kepalanya di pundak Gara saat dia menyandarkan punggungnya.
Aku menoleh ke Aya yang ada di samping kananku, ia tersenyum seolah perkataannya tempo hari benar jika cewek itu memang orang ketiga.
Aku memutar tubuhku, duduk menghadap Aya dan dia juga melakukan hal yang sama. Kami mengobrol panjang meskipun sesekali ada iklan lewat, ya bangku kami memang terpisah oleh jarak dimana jarak yang lumayan lebar itu untuk akses jalan."Lo paham kan apa yang gue ceritakan?"
Aku mengangguk saat Aya mengakhiri ceritanya. "Iya gue pikir Nuri bohong saat dia cerita ke teman-temannya soal cewek itu".
"Lo deket sama Nuri?"
Aku tersenyum dan menggelengkan kepala. "Dia suka curhat saat di angkot, namanya juga satu angkot ya pasti denger lah apalagi jika dia cerita di depan muka gue". Nuri itu tetanggaku, dia masuk jurusan IPA dan karena kita sering satu angkot jadi kita juga sering ngobrol eh nggak taunya dia kesel saat liat cewek "itu" jadilah dia cerita-cerita.
"Oohh gitu."
"Iya sampai gue denger cerita lo dan kejadian sekarang".
"Kalau pengalaman lo sendiri?" Aya bertanya.
Aku mengerutkan kening, berfikir apa maksud pertanyaan Aya. "Maksud lo?"
"Masalah lo dan Aris. Kenapa lo bilang dia jadi orang ketiga di hubungan kalian. Bukannya Aris itu setia ya, maksud gue waktu liat lo berdua, lo hampir 6 bulan kan pacaran sama dia?"
"Oh. Iya awalnya juga gue heran saat tahu Aris suka chatting sama dia. Gue tahunya waktu Aris nitip ponselnya, pelajaran apa ya.. em iya olahraga. Dia bilang biar nggak jatuh saat olahraga."
Aku berhenti sejenak dan Aya masih setia menunggu lanjutan ceritaku.
"Nah, namanya juga kepo awalnya gue ngeliat gallery foto dia nah pas lagi liat kok ada bbm masuk ternyata dari dia. Jujur gue bukan tipe cewek penjahat inbox atau semacamnya gue cuma penasaran apa yang mereka omongin. Toh selama ini gue gak pernah tanya ataupun ngecek jadi gue putusin buat intip dikit lah. Lo tahu apa yang bikin gue emosi, dia umbar cinta ke Aris, di isi bbmnya malah dia yang ngegombal pake acara curhat juga"."Jadi lo langsung mutusin dia?"
Aku menggeleng pelan dan membenahi posisi dudukku.
"Enggak, gue coba percaya sama Aris sampai gue liat dengan mata kepala gue sendiri kalau mereka berduaan saat selesai acara bulan bahasa"Aya mengangguk paham, dan tersenyum bersahabat. Aku suka melihatnya.
"Trus cerita lo sama Gara gimana? Maksud gue lo gak ngebela diri saat Gara mutusin lo?"Aya menggelengkan kepalanya sambil tertawa membuatku bingung.
"Aslinya gue udah sering bilang ke Gara, jika gue itu kebanyakan temen cowok dari pada cewek. Lo tau kan temen cewek itu nyebelin dan suka ribet" aku langsung pura-pura menatap tajam ke arah Aya. Dan dia seoalah paham maksudku."Gue gak nyindir lo kok, lo pasti sama kan mikirnya kayak gue? Buktinya lo lebih sering sama Gara dari pada temen yang lain?"
Aku mmengangguk mengiyakan. Memang lebih nyaman temenan sama cowok selain gak ribet atau rempong, cowok lebih pakai logika alias nggak terlalu pakai perasaan yang jadinya suka bikin baper. Mereka tidak akan ribut untuk hal sepele seperti yang di alami para cewek.
"Trus?"
"Ya gitu deh Ma, dia diemin gue. Gue aja sampe sekarang belom kasih penjelasan. Dia ketutup sama marahnya dulu, gak tanya atau minta penjelasan dengan apa yang udah terjadi, so gue mau apa lagi?"
Aku paham maksud Aya, memang watak Gara seperti itu, kalau sudah marah atau kecewa susah buat dengerin orang lain.
"Ish gila tuh cewek, lo tahu kan masak mantan teman sendiri di embat juga? Parah, murahan banget". Aku dan Aya melihat Lia temanku yang duduk di belakang mejaku berkomentar sambil memasang wajah kesal. Aku dan Aya langsung menoleh ke arah pandang Lia yang melihat betapa mesranya kedua sejoli di pojok depan sana. Setelah itu aku dan Aya saling pandang dan tersenyum bersama.
Gue gak habis pikir, Aya memang salah, tapi lo lebih salah lagi jika bersikap pengecut kayak gini Nyet. Bahkan lo gak tanya ke gue juga kenapa ngusir lo dari bangku kita.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
PERSAHABATAN KITA (REVISI)
RandomBerawal dari kisah konyol kita bersama, aku berharap kita akan terus seperti ini Sobat.