Reuni

84 4 0
                                    

Aku membuka notifikasi dari grup WhatsApp, setelah aku membaca ternyata ada undangan reuni untuk kelas Bahasa. Aku membaca beberapa komentar dari teman-teman yang memang selalu aktif disana.
Jika di lihat, undangan reuni akan dilangsungkan hari sabtu yang jika dihitung tepatnya sabtu minggu ini.

Aku melihat jadwal untuk hari sabtu besok yang ternyata kosong. Ku cari barisan grup bbm yang kuberikan nama "trio monyet"

RAHMA:
Tes tes.. monyet monyet sekalian ada pengumuman nih, pada datang nggak ke acara reuni sabtu besok?

Aku mengirim teks tapi tak ada jawaban sama sekali. Aku menunggu sampai lima menit baru kulihat Aya sedang mengetik.

CAHYA.W:
Sorry gue nggak bisa masuk nih, gue ada kerjaan. Maksud gue ada urusan.

RAHMA:
Somplak lo! Sok sibuk banget. Lagian alasan lo basi tau 😕

CAHYA.W:
Serius gue. Mana Gara nih?

Aku baru akan membalas, tapi Gara muncul.

P.ANGGARA:
Woy pada kangen gue ya, nyariin.
Gue dateng asal Rahma dateng.

CAHYA.W:
Cieee.. tuh non Gara nantangin buat ngajak lo.

Aku malas untuk berbasa basi kuputuskan untuk segera membalas dari pada Aya semakin menjadi-jadi jika sudah menggodaku.

RAHMA:
Oke. Jemput gue seperti biasa.
Dadah monyeeet.

Aku menutup aplikasi bbm. Kumatikan lampu kamar dan segera pergi tidur. Lebih baik segera tidur dari pada meladeni monyet-monyet yang bikin hape gue jadi berisik dan baru juga ngomong nih ponselku bunyi mulu.

***

Kuliah hari ini membuatku sedikit bad mood pasalnya aku harus mengumpulkan ulang makalah Filsafat Ilmu. Aku duduk di bangku kayu bawah pohon entah apa namanya yang jelas pohon itu rindang membuatku merasa sejuk di tengah terik matahari yang dapat membuat kulitku gosong.
Jujur aku masih teringat bahkan terngiang di telingaku tentang saran Aya yang menyuruhku untuk menerima cinta Gara.

Aku bingung, perasaanku pada Gara memang ada tapi sebatas sahabat, tidaklah lebih. Hanya sikap Aya selalu membuatku tidak nyaman, membuatku bimbang pada hatiku sendiri.

Gara, sahabatku, cowok terbaik yang pernah aku temui. Selain memiliki hati yang baik, juga memiliki hati penyayang. Ia selalu menghargai wanita, ia mengatakan jika menyakiti seorang wanita berarti menyakiti ibunya sendiri. Kurasa prinsip Gara sangatlah baik, jauh lebih dari kata baik.

"Doorrr" aku melonjak kaget sembari menoleh ke arah samping, Gara duduk di sisi kananku.

"Nyet, bisa gak sih gak sehari aja gangguin gue".

"Sayangnya nggak bisa tuh, sehari gue nggak jahilin lo bisa kumat" Dia mengacak poniku.

"Kayak orang gila aja pake acara kumat".

Dan jawaban Gara membuatku pingin muntah. "Iya, gila karena cinta lo. Makanya terima gue biar nggak gila lagi"

"Somplak lo,"

Gara meringis sambil mengambil es cappuccino cincau di sampingku.
"Wah seger nih, eh siang-siang jangan ngelamun, sendirian lagi.. bisa kesambet lo, emang lo lagi ngelamunin apa?"

"Ngelamunin lo" jawabku spontan yang langsung membuat Gara menyemprotkan minumannya. Dan jangan ditanya bagaimana aku, aku hanya bisa tertawa melihat wajahnya.

"Ckck minum pelan-pelan nyet, untungnya gue lagi di sebelah lo, coba kalau di depan lo.. bisa mandi gue".
Gara mengelap mulutnya dengan tisyu yang aku sodorkan.

PERSAHABATAN KITA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang