WARNING!!! Ada adegan 18+ dimohon kebijakannya.
***
Gue seorang aktor, pemilik dan pewaris Parish Company, Hollywood, San Francisco, Amerika Serikat -Benjamind Thomas Parish / Ben Parish.
Aku hanya seorang gadis biasa di Indonesia yang bersekolah d...
"Pak, silahkan masuk!" Ucap laki-laki ber jas hitam itu, ia adalah asisten sekaligus bodyguard dari pemilik perusahaan ini, Parish Company.
Lalu masuklah orang dari perusahaan lain yang tadi di persilahkan masuk, mereka sedang ada meeting, mereka yang ada di ruangan meeting itu adalah orang-orang yang menyukai persahaannya dan memintanya untuk bekerja sama dengan perusahaan mereka.
BEN PARISH
Nama gue yang asli itu Benjamind Thomas Parish. Tapi kalau di kantor, gue lebih suka di panggil Ben Parish. Saat dengan teman teman, keluarga, atau bahkan fans, gue di panggil Zombie, ya, menurut mereka memanggil gue Zombie itu karena sifat gue yang dingin, cuek, dan enggak pedulian. Sebenarnya di sisi lain gue itu penyayang, peduli, dan ramah terhadap orang yang gue kenal dan juga fans tentunya.
Gue terlahir di tanggal 22 Maret 1997, ber-agama Islam dari keluarga yang cukup royal. Ibu gue bernama Tinezia Harlord Parish, lahir tahun 1983 orang Indonesia 100%. Dan Ayah gue bernama Benghyro Parish, lahir tahun 1980 keturunan Indonesia-Amerika. Gue mempunyai satu kakak perempuan yang bernama Shafa Jean Parish.
Perusahaan Ayah gue sedang gue tanggung jawabkan selama satu bulan, cukup singkat karena gue harus lanjut kuliah dan shooting jika ada yang memanggil untuk bermain di suatu film di Amerika. Gue kuliah di Parish College dan mengambil jurusan kedokteran.
Ayah sedang bekerja sama dengan perusahaan lain di luar kota, sehingga gue yang harus menggantikannya di kantor.
Kak Shafa sudah menikah dengan laki-laki yang ia cintai nama laki-laki itu Ghyno Gultom, mereka sudah dikaruniai seorang pangeran tampan bernama Ghifarry Gultom Parish yang sekarang berusia 22 bulan. Masih sangat kecil.
Cukup perkenalannya.
Gue sedang duduk di sofa ruang keluarga sambil menonton acara televisi, dengan tangan di rentangkan kebelakang sofa.
"Hi, honey," sapa ibu gue yang baru saja muncul dari taman belakang. "Hi, mum!" balasku.
Ibu sudah duduk di sofa panjang bersebrangan dengan gue.
"Mana kak Shafa?" Tanya gue sambil sesekali memakan kacang yang ada di toples pangkuan gue. "Belum pulang, nanti kamu jemput ya!" Balas ibu dengan mata yang mengarah ke televisi. "Yaudah, nanti aku jemput."
Hening karena ibu tetap saja menghadap ke televisi dengan serius, gue pun ikut-ikutan serius dengan film action di televisi.
"Zom, mum ingin ngomong serius!"
Mum dengan tiba-tiba sudah duduk di samping gue, dan sudah tidak serius menonton lagi. "Ngomong.. apa mum?" Tanya gue yang mungkin terlihat gugup, karena wajah mum sangat serius kali ini. "Tapi kamu jangan marah dulu atau protes dulu!" Ucap mum. "Iya sip!" Balas gue cepat, gue sudah penasaran sekarang. "Kamu dijodohkan dengan anak dari teman daddy."
Hening.
"Hah? Apaan sih mum, enggak deh ak--" "Zombie, mum belum selesai bicara!" Ucap mum memotong perkataan gue yang menolak. Jelas saja kalau gue menolak, gue kan bukan anak kecil lagi--maksud gue, gue kan udah cukup dewasa buat memilih calon istri sendiri.
Akhirnya gue membuang nafas panjang.
"Kamu dijodohkan dengan anak teman daddy di kantor yang bernama Reghina, dia cantik kok, lebih cantik dari mantan kamu itu, baik juga kepribadiannya, selama satu bulan kamu komunikasi dengan dia ya! Dia tinggal di apartemen kita, dia juga kuliah di Parish College jurusan kedokteran, tapi bedanya, dia baru akan masuk kalau kamu sudah mau lulus." Ujar mum dengan antusiasnya.
"Ya tapi kan mum, aku belum siap menikah!" Ujar gue frustasi. "Iya, tapi lebih cepat lebih baik, mummy dan dad enggak maksa kamu buat cepat menikah dengannya, tapi biarkan kamu berkenalan dulu dengan dia," ujar mum. Mummy melanjutkan, "Kamu tenang aja sayang, everythings gonna be alright!" Ujar mum dengan santainya "Aku mau ke kamar dulu," ucap gue malas lalu pergi ke kamar meninggalkan mum yang matanya sudah berbinar sejak tadi.
Dikamar gue hanya diam mengingat omongan ibu gue yang ingin menjodohkan gue dengan siapa tadi...Ghina? Itulah pokoknya.
"Dijodohin, tapi komunikasi dulu sama dia? Tau juga enggak orangnya seperti apa? Berarti gue harus kaya orang orang gitu? kaya di cerita cerita gitu? Gue harus jemput dia, ajak main dia, apa apa sama dia, hah! lihat aja, gue akan bikin dia malas dekat dengan gue! bodo amat ah gue mau merem dulu sebentar." Gumam gue pada pantulan diri gue di cermin, gue benar-benar kaya Zombie, kantung mata besar, wajah pucat, ditambah dengan perjodohan yang mereka rencanakan buat gue. Gue benar-benar frustasi!
Baru saja 15 menit gue merem, mum sudah berteriak dari lantai bawah.
"Zombie!! Jemput kakakmu sekarang!!"
"Ya ampun! Iya mum!!" balas teriak gue dari kamar.
Gue lalu berganti baju, dengan menggunakan kaos putih oblong sedikit ketat dan celana levis pendek.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sudah sampai di kampus Shafa, dan sudah 15 menit menunggu dia.
"Ck, lama banget sih!" gumam gue sendiri. Saat ini gue lagi ada di parkiran.
Ponsel gue bergetar, ada pesan masuk.
Tunggu zom, masih di kelas, sebentar lagi keluar.
10 menit kemudian.
Shafa datang dengan tas gembloknya yang berwarna maroon kesayangannya.
Dia sudah masuk lebih dulu tanpa melihat kearah gue yang menatapnya kesal.
"Lama banget sih!" Omel gue saat sudah masun kedalam mobil, dan menyalakan mesinnya. "Sumpah deh! Gurunya bukan main, habisin waktu doang!" Ucapnya kesal.
***
Saat sampai rumah, kak Shafa langsung berteriak dengan lantangnya di ruang tamu.
"Assalamualaikum mum!!! Aku pulang!!!"
Gue lebih memilih pergi ke belakang rumah dan duduk di ayunan kesayangan gue. Merenungkan perkataan mum yang masih terngiang di pikiran gue.
Sebenarnya bukan apa-apa sih yang membuat gue sampai merenungkan perjodohan itu, masalahnya adalah, jika gue menikah dengan wanita pilihan mereka, bagaimana dengan karir gue sebagai aktor? Ya, walaupun enggak terlalu tetkenal lagi, tapi gue masih gak mau karir gue yang gue dapatin dengan susah payah itu jadi terganggu karena gue punya istri nanti. Intinya gue belum siap dengan menikah.