It's Okay

10.3K 933 13
                                    

Jillia yakin tidak ada yang lebih menyenangkan dibanding mengorek informasi dari lelaki tampan yang sedang berdiri dihadapannya sekarang. Sesekali Jillia tersenyum manis dan menanyakan apakah lelaki dihadapannya ini akan meminjam sesuatu yang lain atau tidak.

Perpustakaan. Kenapa dia disini? Tidak ada. Jillia hanya iseng, awalnya dia hanya ingin meminjam beberapa buku untuk menyelesaikan tesisnya. Tapi kemudian dia melihat bahwa menjadi pegawai perpustakaan adalah salah satu jalan untuk menjadi member gratis cuma-cuma lengkap dengan fasilitas. Cewek gratisan.

Sebenarnya, tepat di hari Argo dan Bram memergokinya sedang menscan salah satu barcode buku pinjaman mereka, Jillia baru saja bekerja disana. Argo tidak menyukai itu, dan Bram hanya terlalu cuek untuk perduli. Alasan yang Jillia berikan akhirnya hanya mendapat jawaban terserah dari Argo dan celaan dari Bram. Sungguh dua Januraksa yang ingin dia temui dan hindari disaat bersamaan.

Argo adalah sandaran untuknya sementara Bram, Bram bisa menjadi lampiasan amarahnya kapanpun karena lelaki itu toh selalu mencari masalah dengannya.

"Sudah, kembalinya bulan depan ya karena anda meminjam 3 buah buku" ucap Jillia ramah, "Kalau ada yang ingin ditanyakan bisa hubungi nomor di bawah buku yang berwarna kuning ya, Mas Pras"

Laki-laki itu hanya tersenyum, "Makasih mbak..."

"Jillia"

Dan Pras tersenyum kemudian berlalu. Ah, betapa Jillia menyukai perpustakaan kota. Tak jarang lelaki tampan, anak kuliahan sih sebenarnya. Mampir ke perpustakaan hanya untuk meminjam buku. Memangnya mau apa lagi? Dan Jillia menyukai lelaki pintar. Salah satu cirri-ciri lelaki pintar menurutnya adalah senang mengunjungi perpustakaan.

"Hallo?" Jillia mengangkat panggilan untuknya

"Ji, kita ada undangan party. Lo gak lagi sibuk sama kerjaan hina lo itu kan?"

Baiklah, entah kapan tapi Jillia berharap setidaknya Ravenia mau memperhalus bahasanya. Menjadi penjaga perpustakaan tidak seburuk itu, oke?

"Ji are you there? Karena gue gak mau nelpon orang yang cuma diem doang"

"Fine, Ref. Jam berapa? Kapan? Dresscode? Semoga gak mahal-mahal amat lo tau kan gue..."

"Pfffttt sweety, you've got me. Gue punya butik buat free access lo darling"

Oh, Jillia mencintai sahabatnya yang satu ini. Ravenia Prasojo adalah salah satu sahabatnya yang suka berkata kasar tapi berhati lembut. Dan yang paling penting selalu memberikan pakaian gratis untuknya. Jillia suka itu. Tapi sebagai gantinya, kadang Jillia harus menjadi model untuk fashion show sahabatnya ini. Entahlah, padahal menurut semua orang dia tidak cantik, setidaknya tidak sedikit orang yang mengatainya jelek atau kata-kata kasar lainnya.

"Gue jemput, lo tinggal dimana? Januraksa? Argo bilang lo tiba-tiba pergi entah kemana, with your stuff. Hey, gue ngerti banyak orang yang jahat sama lo. Tapi Argo, he's nice. And me, lo bisa tinggal sama gue"

Jillia tersenyum samar, "Oh, Ref. Terus gue harus bayar pake apa kalo tinggal sama lo? Gak ah, fashion show sekali sebulan aja bikin capek"

"Pertimbangin dulu Ji, lo gak mungkin luntang-lantung tinggal di kos sembarangan..."

"Hmm, actually, gue tinggal di apartemen scbd suite..."

"Bangsat!" Ravenia memotong ucapan Jillia, "Lo gila? Dapet duit darimana lo? Jual diri? Mahal banget lo! Dih, bisa apa lo dibayar mahal, nyepong aja gak tau"

Jillia kesal sendiri, Ravenia memang butuh terapi bicara sepertinya. Jual diri katanya? Terima kasih tapi Jillia yakin tidak ada orang yang berminat menawarnya. Teringat sesuatu, Jillia mengalihkan pembicaraan, "Eh gue ketemu adek lo, Prasetya Prasojo baru aja minjem buku, yey"

"Gue yang nyuruh dia kesana, mata-matain lo"

Jillia memanyunkan bibirnya lagi, Ravenia benar-benar mengawasi gerak-geriknya. "See you soon, ada yang bisa dibantu pak?"

"Bangke, Jillia jangan tutup telpon gue, gue tau lo pura-purrr..."

Kemudian Jillia memutus sambungan telpon itu dan mengedarkan pandangannya. Menghela nafas singkat lalu terduduk dengan tenang. Memandang layar monitor yang menampilkan cctv di ruangan ini. Ravenia dan Argo. Benar-benar pasangan sempurna. Sama-sama menyayanginya dan memperhatikannya. Entah bagaimana dia harus membalas kebaikan dua orang ini.

"Gue pikir lo bakal hilang dari peredaran seminggu..."

Dan satu suara yang paling Jillia benci malah muncul sekarang. Apa yang harus dia lakukan?

...

"Lo masih kerja disana?"

Seharusnya Jillia tidak mengiyakan saat Bram menariknya dengan paksa untuk masuk ke mobil pemuda itu. Seharusnya dia berteriak minta tolong pada satpam, tapi apa? Sekarang pergelangan tangannya lecet dan kakinya terkilir. Jillia mengutuk Argo karena telah menyuruh adiknya yang sialan itu menjemputnya di perpustakaan siang ini.

"Jawab Jillia"

Satu paksaan dan nada suara dingin Argo. Jillia menyerah, "Gue suka disana..."

Perkiraan Bram salah, setidaknya dia akan berpikir kalau Jillia mungkin akan hiatus selama seminggu dari semua kegilaannya. Sayang sekali kakaknya menemukan gadis gila ini sedang tersenyum manis pada Prasetya Prasojo, adik Ravenia. Dan benar saja, Argo menyuruh Bram menjemput Jillia tepat pada saat Pras keluar dari perpustakaan.

"Otak lo kenapa sih, Jill?" tanya Argo geram

Dan Bram, hanya memutar bola matanya.

Argo sepertinya benar-benar kesal karena Jillia meninggalkan rumah miliknya, mengembalikan apertemen pemberiannya, dan dimana gadis itu bersembunyi membuat Argo lelah. Sahabatnya yang satu ini memang cukup aneh, berulang kali Argo menawarkan kebaikan, maka Jillia akan menolaknya sampai mati.

Jillia memandang tak suka, dia sudah dewasa. Cukup dewasa untuk memulai hidupnya sendiri tanpa gangguan semua orang. "Fine, fine. Gue tinggal di scbd sekarang"

Kakak adik Januraksa itu hanya memandangnya dengan tatapan terkejut. Jillia, belum bekerja, single, dan penghasilannya pas-pasan sebagai pekerja perpustakaan bisa tinggal di scbd? Mobil yang sekarang Jillia pakai saja, masih kredit. Dulu Jillia sempat membeli mobil ketika dia masih bekerja sebagai humas di perusahaan obat-obatan.

"Kan, gue bilang dia itu jalang simpenan om-om"

"Jaga tuh mulut, Bram. Jangan sampe gue aduin sama bokap kelakuan lo" ancam Argo dan berakhir dengan dengusan adiknya

Sepertinya, Argo memang tidak tahu apa-apa tentang pengusiran halus yang dilakukan adiknya. Dia hanya tahu, Jillia memang tidak waras dan memilih mengembalikan semua bantuannya, menolak bantuan Ravenia dan tentu saja, Jillia pindah diam-diam.

"Siapa juga yang mau nawar gue Bram, lo lupa gue jelek?" sindir Jillia

Melihat kesinisan dua orang dihadapannya, Argo hanya geleng kepala, "Ji, paling gak, sementara tinggal di..."

"Scbd suite? Okay" Potong Jillia

Bukan Argo namanya jika dia menyerah, "Balik kerja jadi public relation buat perusahaan gue gimana?"

Bram hanya memandang tak suka. Jillia akan kembali ke kehidupan mereka? Tidak setuju. Cukup Argo yang masih bersahabat dengan gadis itu, tidak dirinya. Tidak sekarang dan tidak juga sampai kapanpun. Bram tidak akan bisa menerima Jillia dengan cara ini.

Sementara Jillia? Dia bimbang. Bukan keinginannya bergantung pada sahabatnya seperti ini. "Kalo jadi sekertaris gue mau"

"Bitch..."

"Satu kali lagi Bram, atau Papa bakal pindahin lo ke..."

"Okay" Bram menyerah

Jillia melihat perseteruan itu. Januraksa. Ah, kenapa dia tidak bisa jauh dari keluarga ini?

"Temen gue butuh sekertaris kebetulan. Take it?"

Jillia mengangguk pasrah,sementara dari ekor matanya. Dia bisa melihat Bram memandangnya tidak suka.

DrapetomaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang