Sirloin and Tenderloin

5.1K 607 17
                                    


Kursi utama menempatkan Edgar Januraksa sebagai kepala keluarga, tepat di samping kirinya Julia Januraksa kemudian Argo Januraksa, sedangkan di sebelah kanannya ada Abraham Januraksa kemudian Jillia Elwood.

Sore tadi Julia tidak jadi menemui putrinya karena putra tirinya sepertinya membutuhkan perhatian khusus. Tentu saja karena luka-luka itu membuat Edgar menjadi khawatir dan kepulangan mereka memang bertujuan untuk mengeratkan tali keluarga, sehingga akhirnya mereka berkumpul.

Rival Javaris duduk disamping Argo karena keterlambatannya. Lagi pula, dia memang bukan bagian keluarga Januraksa jadi untuk apa dia duduk dekat-dekat dengan Edgar.

"Jadi kenapa tiba-tiba bertunangan?"

Rival terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba Julia, "Memastikan Jillia tidak lari"

Edgar tertawa kecil, melihat Rival memandangi putri tirinya dia jadi ingat masa mudanya. "Memangnya Jillia mau lari kemana?"

"Mungkin om gak tau kalo Jillia punya banyak tempat persembunyian"

Jillia tersedak

"Dan ada laki-laki yang pastinya sangat menginginkan Jillia"

Bram tersedak

Julia melihat putrinya dengan tatapan curiga sama halnya dengan Edgar,

"Kompak banget ya, jadi Val mereka emang deket banget dari kecil"

Terima kasih pada Argo yang sudah menjelaskan dengan singkat mengenai insiden tersedak dua orang itu. Membuat Edgar dan Julia tersenyum bersama, sedangkan Rival, hanya tersenyum sinis

"Sebenarnya sih, malamini hanya berniat mengintrogasi kamu. Kamu gak lupakan sama tante? Tante mamanya Val, bagaimanapun. Dan tante terkejut tiba-tiba datang ke pesta papa kamu dan kalian bertunangan tanpa memberitahu tante"

Jillia terdiam

"Maaf tante, kami juga terburu-buru"

"Kenapa?"

Seisi meja makan itu memandangi Jillia dan Rival bergantian. Rival juga tidak tahu ingin menjawab apa, tapi satu jawaban dia yakin memuaskan semua orang untuk saat ini, hm menyelamatkannya lebih tepatnya. "Karena saya rasa Jillia adalah pelabuhan saya tante. Kami sudah cukup saling mengenal, dan saya rasa kami tidak butuh hubungan biasa jadi saya memberi kejutan dengan pertunangan kami. Untungnya Jillia menerima saya"

Bram melirik kearah Jillia dan Bram yakin Jillia merasa dikhianati dalam pembicaraan ini

"Jadi kejutan? Jarang sekali ya laki-laki seperti itu. Dan Jillia menerima kamu?"

Rival mengangguk mantap pada pertanyaan Julia, "Tanya saja pada Om, laki-laki harus memberi kepastin kan? Maka itu saya ingin menikahi Jillia bulan depan"

Edgar tersenyum, tidak menyadari ketegangan di meja makannya. Julia memandang tajam putrinya, Bram memandang tajam Rival, Argo memandang tajam Bram, sementara Jillia tertunduk memandangi potongan daging dipiringnya.

"Secepat itu? Elwood setuju?" Tanya Edgar dengan ramah

Sekali lagi, Rival mengangguk mantap.

"Om doakan lancar, dan kami pastinya memberi restu"

Aku tidak batin Julia

Tunngu aja! batin Bram

Apa? Batin Argo

Tuhan tolong aku Batin Jillia

...

Bram kembali ke kamarnya, dan tanpa semua orang ketahui Jillia ikut bersamanya. Menggeret paksa gadis itu ke kamarnya lalu mengunci pintu kamar. Kemudian melangkah menuju dress room milik mereka. Tentu saja, ruangan besar itu pernah mereka gunakan bersama. Dan dengan adanya pakaian di dalam sana, jangan tanya apa yang biasa mereka lakukan

Segera setelah makan malam dan Rival pulang sendirian, Jillia beralasan ingin mampir ke apartemen bersama Argo. Tapi Argo malah sudah jalan duluan. Tentu saja, semua hanya alasan tanpa orang tua mereka ketahui. Bram juga beralasan pergi menuju apartemen miliknya. Hanya alasan. Sehingga tidak ada seorangpun yang bisa menemukan mereka

Jillia terduduk diatas sofa di ruangan itu, menerawang dan tidak menyadari keberadaan Bram yang berdiri dihadapannya. "Bram"

"Hm?"

"Kenapa gue dibawa kesini?"

Bram memandang sekelilingnya, melihat deretan sepatu yang tertata rapi disana. Dua etalase ini milik Jillia sementara satunya adalah miliknya. Sepatu mereka tertata sesuai dengan urutan warna, tidak untuk Bram karena warna sepatu miliknya hanya hitam dan coklat. Tapi ada satu etalase yang mereka pandangi bersama. Deretan running shoes mereka ada disana. Dan tentu saja warnanya adalah putih. Satu warna yang mereka miliki bersama.

Melamun, hal itu yang Jillia lakukan jika kembali ke ruangan ini. Membawanya ke masa-masa... Ah Jillia ingin menjauhkan ingatan itu darinya.

"Tulang rusuk gue patah"

Jillia berdiri mensejajarkan pandangannya dengan Bram, "Apa?"

"Tulang rusuk gue patah Ji"

Jillia menyentuh wajah Bram yang menatapnya sedih

"Tapi gak lebih sakit dibanding tulang rusuk gue yang hilang"

Gadis itu menegang. Jika saja lelaki ini benar-benar mempertahankannya dulu, mungkin mereka sudah memiliki keluarga kecil sekarang. Tapi, disinilah mereka. Bingung dengan takdir yang membuat Jillia harus memilih untuk tinggal atau pergi

"Gue bilang jangan tinggalin gue Ji, kasih gue kesempatan"

...

"Tante gak apa-apa semalem ini kesini?" Tanya Rival pada calon mertuanya

Mereka bertemu di satu restaurant yang cukup sepi karena hari sudah malam. Ada untungnya Jillia tidak pulang bersama Rival, karena Julia menginginkan bicara empat mata dengan calon menantunya

"To the point saja, saya gak suka kamu"

Rival tertawa kecil, "Kenapa kalo boleh tau?"

"Kamu Javaris"

"Ada yang salah?"

"Salah"

"Tapi Jillia menyukai saya"

Julia tertawa sinis, "Saya hafal putri saya. Dia tidak"

"Tante..."

"Kamu licik Rival, kamu tau apa yang sebenarnya terjadi, tapi kamu pura-pura polos. Oh, kamu memanfaatkan Jillia dan dia tau itu"

Rival menunggu Julia bicara

"Kamu tau Elwood sedang menunggu Jillia, kamu tau kalau Jillia kembali kesana dan akan mendapatkan semua hartanya, lalu kamu ambil begitu kalian menikah"

"Itu alasan tante menjauhkan Jillia dari Elwood?"

Julia menaikan alisnya sebelah sambil tersenyum. "Hanya sepersekian persen"

"Saya sudah buat kesepakatan sama Jillia mengenai itu, yah menurut saya sekalian saja kita bicarakan. Jillia juga tidak menginginkan harta Elwood pindah tangan"

"Tentu saja begitu"

"Dan kenapa begitu?"

"Karena Jillia merasa sudah selayaknya kita memiliki apa yang menjadi hak milik kita dan bukan merebut hak orang lain"

"Dan Jillia punya hak itu"

Julia tersenyum samar,tatapannya mengejek pria di depannya, sepertinya Rival belum mengenal siapaJillia, "Jillia bukan anak Elwood" 

DrapetomaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang