Interlude

8.1K 854 17
                                    


Hari pertama Jillia bekerja sebagai sekertaris di salah satu perusahaan mitra keluarga Januraksa. Uh, lagi-lagi dia berurusan dengan Januraksa. Tapi dia lebih benci kenyataan tempatnya bekerja. Ingat tentang sahabatnya yang mengatainya jomblo akut?

Ya. Perusahaan ini adalah milik keluarga Dharmawangsa. Monica Dharmawangsa adalah anak bungsu keluarga ini dan sialnya mereka berteman. Jujur saja, Monica terlalu sering melukai hati Jillia. Selain perkataan, perlakuan juga. Monica dan Bram memang pasangan serasi bukan? Senang menyiksanya. Teman? Jillia hanya menganggapnya teman semenjak gadis itu mengatai Jillia tentang status lajangnya.

Monica memiliki banyak kekasih, tetapi tunangannya Abraham Januraksa adalah orang yang cuek. Tidak peduli jika Monica memiliki seribu lelaki simpanan, buat Bram, cukup Monica bertunangan dengannya. Sisanya, dia tidak peduli.

Rival Javaris, salah satu simpanan Monica adalah sahabat Bram. Aneh tapi ya begitulah. Jillia tidak mengerti dengan kehidupannya dan juga orang-orang di sekitarnya. Dan jangan lupakan kenyataan kalau Rival juga temannya, temannya?

"Istirahat, dan kita bisa makan siang bersama"

Jillia hanya tersenyum lalu mengikuti langkah gadis di depannya. Menjadi asisten Monica memang tidak terlalu buruk. Selain pekerjaan yang santai, karena Monica membenci kerja berat, tapi karena Monica selalu punya alasan untuk keluar dari kantor lebih cepat.

Jillia bersyukur, "Mon..."

"Sssh, Ji. Jangan panggil Mon, lo pikir gue monyet?"

Jillia terkikik kecil, "Sorry, mam"

"Apa?" Tanya Monica dengan ketus

"Besok malem gue ada party..."

"Ah, ah gue udah tau. Gue juga diundang. Jangan bilang besok sore lo mau nyalon?"

Dan Jillia hanya mengangguk kecil, Monica memang benar-benar bisa diandalkan dalam urusan membaca hati

"Please, Jillia kapan lo mau sadar. Lo tuh gak mungkin bisa cantik, mau oplas juga kayaknya bakal gagal. Lo kerja aja yang bener, jangan jual badan lo buat dapetin kekayaan"

Jillia meringis lalu menyentuh dadanya sesaat, "Monica, it's hurt inside"

"Fine. Sorry"

Jillia sadar, Monica tidak pernah tulus minta maaf. "Ravenia mau jemput gue, masalahnya itu dia..."

"Ah, gue tau. Sampe kapan sih lo mau pake barang gratisan?"

Well, sebenarnya Jillia tahu kalau Monica memang tidak berniat berbicara halus dengan mereka. Untung saja lift ini khusus pemimpin perusahaan dan tamu-tamu penting. Bayangkan jika mereka satu lift dengan karyawan lain dan karyawan lain mendengar perkataan Monica. Jillia bisa mengundurkan diri besok karena tidak tahan dengan cemohan karyawan lain.

"well, gak gratis juga karena gue bayar pake badan gue"

Monica menganga, "Jadi kata Bram yang lo jual diri itu bener? Stay away from me uh..."

"Please babe, you knew I was a model"

"Right, kidding. Jadi gimana? Lo mau keluar dari gedung sialan ini jam berapa? Gue sih jam 2"

Jillia tersenyum senang, "Babe, I know you're the best"

Mau tidak mau, Monica ikut tersenyum karena senyuman Jillia. Persahabatan mereka memang aneh bukan? Di satu sisi, Monica merasa iri dengan kehidupan Jillia. Begitu bebas, begitu melakukan semuanya sesuka hati tanpa ada yang menghalanginya. Maka itu Monica senang berkata sinis pada Jillia. Tapi di sisi lain, dia kagum dengan gadis ini. Dia menjadikan Jillia sebagai patokan hidupnya. Jillia yang berkuliah dengan beasiswa, Jillia dengan penghasilannya yang luar biasa. Jillia dengan lelaki-lelaki yang mengejarnya.

Monica tahu bagaimana kehidupan Jillia tampak dari luar. Begitu menawan, elegan dan glamour. Tapi Jillia tahu, dia sudah bersembunyi sangat baik dibalik topengnya. Andai saja Monica tahu bagaimana sebenarnya, mungkinkah gadis itu masih kagum padanya?

...

"Monica bilang dia keluar jam 2 jadi gue bisa keluar jam 3..."

Ravenia mengangguk sekali lagi. Sebenarnya dia tidak cukup setuju dengan usul Argo untuk membiarkan Jillia bekerja sebagai sekertaris Monica. Bagaimanapun Ravenia hafal dengan kelakuan sahabatnya itu. Sudah terlalu lama mereka bersama. Ravenia yakin ada yang tidak beres dengan Monica yang memperkerjakan Jillia sebagai sekertarisnya.

"Ravenia Prasojo yang sebentar lagi ganti nama jadi Ravenia Januraksa"

Gadis itu tersentak, tadi Jillia memanggilnya? Ravenia sepertinya butuh istirahat dari pikirannya sendiri, "Well, gue ada lace dress dan..."

"OMG I WANT IT!"

Raven sudah menduganya, Jillia pasti menyukai koleksi terbarunya dan bisa dipastikan dia memiliki gadis ini untuk pamerannya musim panas nanti. Tubuh Jillia benar-benar pas untuk koleksinya.

"Kenapa lo senyum-senyum?"

"Kenapa?"

Jillia memandang curiga, "Oh, jangan bilang gue harus..."

Dan Raven hanya mengangguk sambil tersenyum

"Diet itu..."

Raven mengangguk lagi, "I know..."

"Tanpa red velvet..."

Raven memegangi dadanya seolah ikut sedih dengan penderitaan Jillia

"Shit... You win ravenia prasojo"

Tawa renyah dari Ravenia mengisi ruangan ganti itu, "Seenggaknya worth it kan"

"Tapi ada syaratnya"

"Apa?"

Jillia tersenyum usil, dia jadi ingat lelaki tampan yang dia temui di perpustakaan beberapa waktu lalu, "Prasetya Prasojo, jadi mate gue besok"

Kemudian sebuah cushion mendarat dengan sempurna di wajah Jillia yang sedang tersenyum manis

DrapetomaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang