Paper

6.6K 687 9
                                    

                  

Jillia bekerja sebagai penjaga perpustakaan. Menyenangkan, menenangkan dan mengapa ada orang tampan setiap kali dia berusaha fokus mengerjakan tesisnya?

Pandangan Jillia masih saja mengikuti pergerakan Prasetya Prasojo. Adik sahabatnya itu memiliki tingkat ketampanan tersendiri untuk Jillia. Bagaimana cara pemuda itu meliriknya seolah menyihir Jillia karena pandangan menyejukan Prasetya berbeda jauh dengan pandangan setiap laki-laki yang pernah memandangnya.

Setidaknya, Jillia yakin Prasetya tidak seperti kebanyakan orang pada umumnya. Lihat saja, setiap hari lelaki itu berada disini. Menyenangkan bukan? Terimakasih pada Rival Javaris yang mengijinkannya bekerja setiap hari ditempat ini dan tentu saja Terimakasih pada Ravenia yang mengirim adiknya ke tempat ini walaupun sebagai mata-mata.

Kadang, Jillia merasa ingin cantik hanya untuk sehari. Agar dia bisa mendapatkan lelaki idamannya. Agar paling tidak dia memiliki kekasih sesungguhnya. Sebagai tempat curahan hatinya. Menyenangkan. Atau ah biarlah. Itu hanya impian kecil Jillia diantara impian besar lainnya. Andai saja dulu ibunya tidak menikah dengan Januraksa mungkin saat ini...

"Hai..."

Suara sialan yang sangat khas dan Jillia yakin sangat sulit untuk mengusirnya kembali datang, ya, Rival Javaris. Untuk apa seorang Rival ke perpustakaan yang bahkan Jillia yakin Rival tidak terlalu suka baca buku, "Uh hai"

"Lunch?" Tanya Rival tanpa basa-basi sambil menaik turunkan alisnya

Disaat bersamaan, Prasetya menghampiri mejanya dan menyapa hangat sepupunya, Rival Javaris. "Wow jadi kalian beneran pacaran dari lama"

"Gosip Murahan"

"Wartawan"

Prasetya hanya tersenyum kecil melihat kekompakan dua orang di depannya. Sepertinya dia setuju dengan Ravenia yang mencomblangkan kakak sepupunya dengan Jillia. Mereka kompak.

"Lunch?" tawar Rival pada adiknya

Dan Jillia berbinar, benar-benar mengharapkan Prasetya ikut. Dia tidak masalah dengan kehadiran Rival, toh nanti kalau mereka makan siang dia bisa duduk di depan Prasetya berpuas-puas memandangi adik sahabatnya ini sementara Rival membayar tagihan makan mereka

"No, thanks"

Rival tersenyum senang karena guratan kekecewaan di wajah Jillia. Gadis ini benar-benar mudah berekspresi, dan wajah Jillia benar-benar lucu menurutnya

Prasetya meninggalkan kedua orang itu sambil menggenggam handphonenya. Sepertinya dia harus memberitahukan perkembangan hubungan dua anak manusia itu pada kakaknya.

"Gak ada prasetya, pasti jadi hambar makanan gue nanti"

"Oke, bye"

Jillia melongo, "FINE! FINE!"

Rival berjalan tak peduli, langkahnya masih menuju ke lapangan parkir di depan sana sementara Jillia berusaha mengejarnya dengan langkah tergesa.

"Gak ada usaha banget sih lo ngajakin gue!"

Jillia yang berada di sebelahnya, membuat telinganya hampir saja tuli karena ocehan gadis itu. "Makan dimana?"

"Kantin. Gue gak bisa pergi jauh, nanti kalo ada cowok ganteng lagi gimana?"

"Percuma Ji, mereka gak bakal ngelirik lo. Lo lupa lo tuh buruk rupa"

Jillia mencebik. Memang Rival sedari dulu adalah titisan medusa bermulut pedas baginya. "Halah, lo aja yang gak tau track record gue. Mantan gue kece-kece"

"Mantan majikan. Underlined, italic, bold"

...

Prasetya Prasojo.

Adiknya yang paling manis, lebih muda 3 tahun dari Ravenia dan seumuran dengan Abraham Januraksa. Sepertinya Jillia mengalami ketertarikan pada anak yang lebih muda darinya dan Ravenia bisa memastikan itu.

Melihat bagaimana Jillia berusaha baik-baik saja menyikapi Bram, sudah cukup meyakinkannya kalau gadis itu masih tertarik pada calon adik iparnya. Bukankah mereka sama-sama tertarik, Bram dan Jillia? Tapi Bram terlalu naïf menyikapi Jillia. Dan Jillia terlalu sadar dengan posisinya. Melepaskan adalah pilihan Jillia, tidak dengan Bram. Jangan pikir Ravenia tidak tahu jalan pikiran pemuda itu.

Argo memang tidak mengetahui seluruh kejadian tapi setidaknya Ravenia sudah memberikan clue. Mengapa Bram bersikukuh mengembalikan Jillia pada Dominique Elwood adalah salah satu langkah berani yang Bram ambil. Setidaknya dalam teori Ravenia, jika Jillia kembali pada keluarga Elwood, keluarga ayah gadis itu, maka Jillia tidak akan hidup terlunta-lunta seperti sekarang. Dan jika Jillia kembali menggunakan nama Elwood maka Bram akan dengan mudah memutuskan perjodohan dengan keluarga Dharmawangsa. Teori yang sangat mudah dia tangkap untuk menjelaskan kegilaan Bram mengembalikan Jillia.

Tapi Ravenia tidak menginginkan itu. Dia ingin Bram sendiri yang meyakinkan Jillia untuk tetap bersamanya. Bukan dengan semakin membuat gadis itu menjauhinya. Apa Bram bodoh? Semakin Bram bersikap dingin dan mendorong gadis itu menuju Elwood, semakin Jillia berusaha menjauhinya. Ravenia ingin Bram berusaha mendapatkan gadis itu, demi Tuhan Bram sudah dewasa dan bisa mengambil keputusan. Putuskan perjodohan dan yakinkan Jillia bisa bersandar padanya. Kenapa rumit sekali?

Dan Ravenia sadar, lama-kelamaan Jillia menjauh dari Bram. Semakin jauh karena banyak perselisihan dan kesalah pahaman diantara mereka berdua. Dan mereka sendiri tidak mengerti itu. Lama-kelamaan, Jillia dan Bram melupakan kisah cinta mereka sendiri.

Itulah alasan mengapa Bram tidak mengambil tindakan ketika tunangannya, Monica Dharmawangsa menjalin hubungan dengan lelaki lain dan bersikap protektif tanpa sebab pada Jillia Yuma. Menjauhkan gadis itu selama orang tua mereka disini, merupakan langkah kooperatif Bram untuk mengurangi sakit gadis itu. Bagaimana tidak? Julia Januraksa justru mengabaikan Jillia ketika dirinya sudah menyandang nama keluarga itu. Seolah menutup mata dengan keberadaan putrinya.

Ravenia Prasojo dan Prasetya Prasojo. Mengetahui semua itu.

Pilihan Ravenia menjodohkan Rival dengan Jillia beralasan. Javaris adalah keluarganya juga dan mereka sama berpengaruhnya dengan Elwood. Rival pernah merebut Monica tetapi tidak berpengaruh apa-apa pada Bram untuk segera melepaskan gadis itu dan kembali pada Jillia. Jenuh, Ravenia menyetujui permintaan Rival untuk menolong Jillia. Sudah saatnya, Bram memiliki saingan berkualitas dan sebanding dengan dirinya.

Ravenia, tertegun dengan pikirannya sendiri.

Sementara di sudut kota lain di sore ini, Jillia berkutat dengan buku-buku di keranjangnya. Menyusun buku sesuai dengan abjadnya bukan hal yang mudah dan Jillia suka itu. Sebuah kerapian, dia sangat snang dengan itu.

Potongan artikel jatuh. Jillia berhenti dan melihat potongan itu dengan sesaat. Sepertinya guntingan dari Koran jaman dulu, dilihat dari warnanya, potongan ini sudah lama. Bertahun-tahun mungkin. Dan Jillia penasaran dengan gambar kecil itu.

Menyimpannya?

Jillia berjalan lagi dengan mengingat-ingat sesuatu. Bukankah Prasetya sering mengunjungi blok ini?Mengingat-ingat sesaat, tapi lamunannya terlempar tentang semua kilasan masalalunya. Jillia menatap kembali potongan artikel yang dia temukan. Menelan ludah sesaat lalu kembali teringat bagaimana kehidupannya dulu. Jauh dari katabahagia tapi lebih baik dibanding sekarang.

DrapetomaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang