BAB II - NAH, JADI?

541 71 45
                                    

Aku bersekolah di SMA Swasta di sebelah utara kota. Mungkin sekitar 1 kilometer dari SMA Akademisi Putri yang aku lihat kemarin. Tak ada yang spesial dari sekolah ini. Hanya berisikan murid normal, guru normal, dan bangunan normal. Areanya seluas 2 hektar, memuat kumpulan ruangan kelas, lab, kantor, dan ruangan lainnya. Aku masuk sekolah ini hanya karena paling dekat kontrakanku. Selain itu, tidak ada alasan khusus.

Sampai akhirnya.... 「Negara Api menyerang」

Bukan! Maksudku, apa-apaan kabut hitam ini!

"{Wih!}"

〘Tempat apa ini? Kenapa banyak anak gadis dan pemuda? Apa ini sudah musim kawinya manusia?〙

「Tidurlah....」

***

Lima jam sebelumnya.

"Kakak! Buka pintunya!"

Terdengar gedoran pintu yang diiringi suara lembut seorang gadis.

"Kakak? Apa kau masih di dalam?"

Untuk beberapa saat, tak terdengar kembali baik gedoran pintu maupun suara si gadis. Yang ada hanyalah gemerencing pelan besi yang saling beradu, disusul dengan derit pintu, dan terakhir suara langkah kaki yang pelan.

"Kakak! Bangun! Tidak biasanya seperti ini."

Tiba-tiba saja, aku merasakan kehangatan di tubuhku lenyap, dan digantikan dengan udara dingin yang menusuk.

"Kakak, apa yang sedang kau lakukan, sih!"

Selanjutnya, aku merasakan tubuhku bergoyang tak keruan.

"Kakak! Berhenti bercandanya! Ini sudah siang, lho."

Sebuah tamparan pelan mendarat di pipiku. Kemudian semakin keras. Lalu suara gadis itu terdengar langsung ke telingaku. Sensasi basah membanjiri wajah dan kakiku. Dan yang terakhir, aku mendengar suara orang menangis.

Hah?

"Kakak? Kakak?! Kak... eh? Jangan-jangan... Kakak sudah... tidak! Kakak!"

"Wuish ada apa ini?"

Aku segera menghentakkan tubuhku untuk bangkit dan mendapati adikku yang sedang berdiri dia atas tubuhku sambil menangis. Apa-apaan ini?

Setelah aku menenangkan adikku dan menyuruhnya untuk berangkat duluan—karena hari memang sudah siang—aku pergi ke dapur untuk membuat secangkir kopi hitam. Aku memang bukan maniak kopi pahit, namun untuk beberapa alasan, aku menyukai efek kopi yang bisa membuat tubuhku bekerja lebih keras daripada biasanya.

「Oh, ayolah... ini masih terlalu pagi untuk bangun. Aku masih mengantuk!」

Hei, bukannya pada saat di rumah sakit kau bisa tidur sendiri, kan? Jadi kenapa kau tidak diam saja dan menutup mulutmu untuk selamanya?

「Itu karena aku harus bersikap profesional dalam bekerja.」

"Aku belum pernah mendengar ada pekerjaan yang tugasnya mengajak orang tidur!"

〘Tentu ada! Apa kau lupa tentang...〙

"Mengajak tidur di sana itu bukan kiasan! Tapi arti dari sebenarnya!"

Ngomong-ngomong, untung saja saat ini tak ada orang di sekitarku. Aku selalu khawatir bila ada yang menyebutku aneh hanya karena aku sering melakukan monolog yang mengherankan. Mereka selalu bisa membaca pikiranku. Baik itu yang disengaja, atau pun hanya sekedar spontanitas.

Seperti biasa, setelah meminum kopi, perutku terasa mulas. Aku belum mencari data ilmiah tentang ini, tapi sepertinya fenomena ini juga terjadi pada orang lain. Yah, sebaiknya aku cepat-cepat. Hari sudah mau siang dan aku tidak ingin mengotori nama baikku soal ketepatan waktu.

Seven Deadly Fools (Jilid 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang