18 - Tumpangan

14 7 0
                                        

"Assalamualaikum!" Alvan mengucapkan salam dari balik pintu seraya membuka conversenya.

"Waalaikumsalam."

"Eh, ada adikku tercinta. Lagi apa adikku?" Alvan mengacak-acak rambut adiknya yang sedang asyik menonton drama kesukaannya.

"Ih! Apa sih? Ganggu aja!"
Alsya melepaskan tangan Alvan dari kepalanya.

"Ihhhhh! Marah-marah aja terus. Cepet tua!"

"Bodo amat."

"Kenapa sih?"

"Tadi katanya gak bisa jemput! Tapi malah jalan sama Salma? Seriously, Kak?"

Alsya menghentikan dramanya dan mengalihkan perhatiannya pada kakak satu-satunya.

"Hah? Emang iya? Terus lo balik sama siapa?"

Alvan mulai membuka laptopnya.

"Gak penting sama siapanya. Yang penting jelasin dulu ke gue. Semuanya!" Alsya memelototi kakaknya.

"Iya ih, bawel. Gue tadi beneran sibuk banget sama Mika nugas di tempat biasa. Tapi, dia cabut duluan jadi gue sendiri. Terus pas gue sendiri kaya ada yang liatin gue gitu,"

Alvan memperagakan kejadiannya.

"Pas gue liat-liat, kok kaya kenal. Tau nya itu temen lo. Dia sendiri gue sendiri. Yaudah gue samperin. Dia bilangnya sama Nadya tapi ilang gatau kemana. Yaudah deh jadi berdua."

Alsya melipat tangannya di depan dada. Ia masih ngambek sama kakaknya karena gak bisa jemput, ya walaupun berakhir pulang sama Firman.

Tapi, ia juga senang mendengar Salma makan dengan Alvan.
Tapi, ia juga sebal sama Alvan. Huft.

"Terus akhirnya lo balik sama siapa?"

Alvan masih berkutat dengan laptopnya.
Alsya kembali memutar drama kesukaannya.

"Firman."

"Hah? Coba ulangi."

Alvan pura-pura membuka telinga nya lebar-lebar.

"Gue. Balik. Sama. Firman. Puas?"

"Cieeeeeeeeee adik gue udah dianterin cowok! Hahahahaha."

Alvan menjawil pipi Alsya.

"Ih, apa deh. Biasa aja kali. Waktu itu juga dianterin Dimas, kan?"

"Yeee. Dimas mah beda lagi. Gue tau dia dari orok. Firman kan gebetan elu."

"Terserah."

"Seneng gaaaaak?"

"Seneng lah! Pake ditanya."

"Assalamualaikum...."

Ketika mereka sedang asyik berbincang, Bunda dan Ayah pulang.

"Waalaikumsalam, Bun, Yah."

"Aduh, seneng liat anak Ayah akur gak kaya Tom&Jerry."

Ayah dan Bunda Alsya-Alvan ikut duduk di tengah-tengah mereka di ruang tengah.

"Iya dong, Yah. Alvan kan sayang sama Alsya." Kata Alvan sambil memeluk Alsya dari samping kanan.

"Ihhhh, apaan, nih. Alvan mah lagi baik aja, Yah, gara-gara gak jemput Aca tadi."

Alsya masih tetap menonton.

"Loh? Jadi kamu pulang sama siapa?" Tanya Bunda seraya duduk di samping Alsya.

"Sama gebetannya tuh, Bun. Modus juga dia."

"Ih, kakak juga malah pacaran!"

"Gak pacaran, Dek. Gak sengaja ketemu aja."

"Alah alesan."

"Hushhh, udah-udah. Yang penting kan kalian udah ada di rumah sekarang," Ayah berusaha menengahi argumen kedua anaknya.
"Alvan, lain kali kalo gak bisa jemput adeknya bilang, kan nanti bisa naik ojek online tuh adeknya."

"Udah bilang, Ayah. Cuma dia aja tuh, lebay."

"Hhhh terserah." Alsya pergi dari ruang tengah menuju kamarnya.

"Yee ngambek! Awas aja besok gak gue anter sekolah!"

Kata-kata terakhir Alvan yang terdengar sebelum Alsya menutup pintu kamar nya.

****

Dan ternyata Alvan tidak main-main dengan kata-katanya.

Kini Alsya berada di pinggir jalan kompleks rumahnya menunggu angkutan umum yang lewat.

Jam sudah menunjukkan pukul 6.30am yang mana 30menit lagi bel sekolah akan berdering.

Duhh, mati gue. Bentar lagi masuk and I'm still here waiting for Angkot or Bus to come up. Gimana dong, Ya Tuhan.

Dan keberuntungan lagi berpihak pada Alsya.

Tiba - tiba sebuah motor hitam besar menghampiri Alsya yang sedang menunggu di depan kompleks.

"Hai! Nungguin apa?!" Teriak seorang laki - laki yang setengah wajahnya ditutupi helm full face.

"Nunggu apapun yang bisa nganter gue ke sekolah." Jawab Alsya seadanya

Dan laki - laki itu membuka helm nya.

"Bareng gue aja, yuk? Lebih cepet daripada lo harus nunggu lama di sini. Bentar lagi masuk lho, Al."

Alsya diam sejenak tidak langsung menjawab ajakan Dimas. Ia berpikir, bener juga kata Dimas kalo bareng Dimas bakal lebih cepet nyampe sekolah.

"Hmm ayo aja, deh. Daripada kesiangan."
Alsya mengiyakan ajakan Dimas.

"Yeay! Untung ya gue lagi bawa helm 2. Kayaknya emang udah takdir deh kita berangkat bareng gini. Hahaha."
Dimas terlihat sangat bahagia.

Alsya menaiki motor Dimas perlahan karena tinggi sekali motornya.

"Apaan sih, lu. Ayok dah buruan telat nanti." Alsya menepuk bahu Dimas.

"Kaya tukang ojek amat sih megang pundak?" Kata Dimas selagi menyalakan motor dan memakai helmnya kembali.

"Emang lo cocok jadi tukang ojek sih."
Alsya pun ikut memakai helm nya.

"Makasih pujian nya. Berangkat ya, mbak."

"Sialan."

****

Hai hai haiiiii.
Wow its been sooooo long since gue gak nulis lagi hahaha.
Masih ada yang baca cerita gue gak ya? I hope so.
Its good to be back 😉
Maafff banget yang sebesar-besarnya buat kalian [ yang masih setia nunggu ] karena gue udah lama bgt gak nulis :(
Tapi tenanggg, gue bakal lanjut dan tamatin cerita ini. Gak peduli berapapun readers yg baca or gak ada sama sekali, tetep bakal gue tamatin haha.

So, doain gue bisa nyelesain cerita ini ya guys. Udah kelas 12 nih sibuk parah:')

Okay cukup bacotan dari gue.

Happy reading xo

Sorry kalo pendek muehehe:3

Love u!!!❤

PS: I LOVE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang