Naruto © Masashi Kishimoto
Dedicated : Azu_Hime...
"Kupikir disini akan terasa lebih nyaman daripada di Kiri."
Naruto mengeluh seorang diri, dengan tatapan malas ke arah langit-langit kamar. Hari kemarin, dirinya resmi pindah ke Konoha. Alasannya seperti kebanyakan orang, yaitu urusan bisnis orang tua. Ayah Naruto dipercayakan oleh sang Kakek -Jiraiya- untuk mengelola sebuah Pabrik Tekstil di kota ini.
Meskipun begitu, disisi lain Naruto merasa begitu enggan. Bukan hanya soal kawan, ia juga keberatan mencampakkan pendidikan disisa 2 semester terakhir. Ya, Ibu dan Ayah Naruto dengan mudahnya mengambil alternatif tentang sekolah baru.
Pindah sekolah, artinya kembali mengurusi banyak ini dan itu. Bukan hanya soal mendaftarkan diri, tetapi interaksi harus diulang kembali. Menyapa dan berkenalan seperti saat pertama masuk sekolah. Menyesuaikan kurikulum, mata pelajaran baru, mengejar materi yang telah jauh tertinggal, dan masih banyak lagi. Itu yang membuat Naruto tidak mau.
Apakah sebaiknya jangan dilanjutkan saja?
Tidak. Dikehidupan modern seperti sekarang sangatlah sulit jika hanya mengandalkan sertifikat akhir yang setara dengan sekolah menengah pertama. SMA / Kejuruan adalah batas minimal, bahkan kuliah itu lebih bagus lagi. Apalagi seorang laki-laki. Bukankah laki-laki adalah patokan utama jika sudah berumah tangga?
"Jadi... dimanakah aku akan melanjutkan pendidikanku setelah ini?"
...
Kuputuskan untuk pergi ke kamar mandi setelah memikirkan semua alasan aku disini. Konoha... tempat dimana aku benar-benar tidak pernah memijak tanah kota ini sebelumnya.
Kusirami wajah lelahku dengan air dingin yang mengalir dari kran wastafel, menatap pantulan diriku dari cermin yang menempel dihadapanku.
Sungguh, ini terasa seperti mimpi! Diriku bukan lagi warga kota Kiri. Di Catatan Sipil, sudah tertera bahwa alamat lengkapku berubah. Mungkin hanya kota kelahiranku saja yang tetap sama setelah tanggal aku dilahirkan.
Namun, ada sebuah keindahan yang kutemui di kota ini.
"Lovely Rain."
Aku tersenyum, lalu kutuntaskan ritual singkatku sampai disana. Kugapai sebuah handuk kecil yang menggantung dipintu, lalu keluar.
Tadinya aku berniat kembali ke kamarku setelah selesai membasuh muka, tetapi kuurungkan. Aku melihat, sesosok wanita sedang duduk manis di ruang tengah seorang diri. Kumaksudkan untuk mendekat dan menyapa 'selamat pagi' untuknya, namun beliau sudah menyadari kehadiranku.
"Ohayou, Naruto! Bagaimana tidurmu?" sapanya dengan riang.
Dia Ibuku. Sosok malaikat berhati mulia, dengan kehangatan tiada tara. Kasih sayangnya bagaikan pelita abadi, walaupun terkadang sedikit... garang.
Aku mulai berjalan mendekat, lalu duduk disamping beliau, "Ohayou mou, Okaa-chan. Tidurku tidak terlalu lelap, mungkin belum terbiasa."
"Ara... Lambat laun kau akan terbiasa, dattebane." Ibuku terkekeh pelan.
"Uhm. Tou-chan sudah pergi?"
"Sudah, katanya jadwal surveinya dipercepat."
Aku membalas dengan ber'oh' saja.
"Kau tidak mau berjalan-jalan? Mungkin kau butuh banyak informasi untuk pendaftaran sekolah barumu."
Perkataan Ibu memang benar, tapi aku harus pergi kemana?
...
...
Setelah berbincang lama dengan sang Ibu, Naruto memutuskan untuk berjalan-jalan menikmati kompleks perumahan yang akan ia singgahi mulai sekarang. Entah untuk sementara ataupun menetap selamanya, itu urusan nanti. Sekarang cukup menikmatinya saja.
Sebelum membuka pintu pagar, tiba-tiba Naruto berkeinginan menatapi sebuah rumah yang membangun di samping kanan kediamannya. Sejak semalam pemuda itu merasa sangat penasaran. Rumah itu begitu apik dan bersih, tapi tampak sunyi tak berpenghuni. Berbeda dengan rumah-rumah lain yang selalu gaduh.
Agak termenung sebentar, pikirannya melayang pada ingatan tadi malam. Naruto sempat melihat bayang-bayang wanita menari-nari dari balik tirai kamar tetangganya. Kebetulan, saat itu ia tengah terduduk di balkon kamar bermaksud menikmati hembusan angin malam.
Kalau saja jendela kamar tetangganya tidak menghadap ke arah kamar Naruto yang jelas-jelas menyampinginya, mungkin hati dan pikiran pemuda itu tidak akan dipenuhi berbagai pertanyaan tak penting. Namun sial, Naruto malah sebegitu penasaran.
Rencana awal malah berujung termenung di pintu pagar, membuang waktu dengan aktivitas tak menapakan hasil nyata.
Namun, siapa wanita itu?
Begitulah hatinya berteriak.
"Sudahlah." Akhirnya kesadarannya pun pulih, dan melanjutkan langkah yang sempat terhenti.
Ketika Naruto menutup pagar rumah, lagi-lagi kejadian tidak terduga membuat pikirannya kembali berjalan. Tepat dari arah kanan, seorang gadis menampak dari persimpangan jalan. Langkahnya kelihatan begitu gontai dengan wajah muram seperti kelelahan.
"Bukankah dia..."
Seketika gadis itu mengalihkan pandangan ke arah Naruto. Tampak jelas, raut si gadis mengkerut bingung. Sementara Naruto sudah menyadari siapa gadis itu.
Gadis itu berkata, "Bukannya kau... yang kemarin?"
"K-kau..." wajah Naruto memerah tipis.
Ya, gadis itu adalah orang yang ia temui ketika hujan kemarin.
"Ah, benar! Kau pria yang memberiku payung itu." Ucap gadis itu kegirangan.
"A-ano, et-to..."
"Ternyata kau warga baru disini ya! Wah, senangnya... akhirnya aku memiliki tetangga!"
Naruto mengernyit, "Tetangga?"
Gadis itu mengangguk, "Ya, aku tinggal di sebelahmu."
Akhirnya rasa penasaran Naruto terpecahkan. Kebahagiaan membuncah dahsyat dalam hati pemuda itu. Faktanya, gadis itu adalah orang pertama yang membuat Naruto jatuh cinta pada awal perjumpaan mereka. Bisa dibayangkan kalau takdir mempertemukan kembali, bahkan bisa melihat wajah cantik itu setiap hari.
"Oh ya, perkenalkan namaku Hyuuga Hinata. Cukup sebut Hinata saja."
"E-eh, aku Uzumaki Naruto. Salam kenal, Hinata-san."
...
Bersambung...
A/n : Ara~ gomen baru up sekarang 😂 aku sempat hilang ide ... mungkin chap ini abal-abal banget 😄😄
See ya,
KAMU SEDANG MEMBACA
[ 12 ] Lovely Rain [ Completed ]
FanfictionNaruto © Masashi Kishimoto [ AU ] [ NaruHina Fanfict Story ] [ Dedicated : @PipitIswanti ] ... Hujan. Tak ada hal terindah ketika butiran permata itu turun dari langit luas, membawa sejuta kedamaian untuk hati yang lara. Bagai pelita dikala gelap. B...