Epilogue : Bag. 3 [ END ]

1.1K 68 0
                                    

Naruto © Masashi Kishimoto
~ Epilogue ~


“Sekarang, kamu jelasin semuanya.”

Aku menyamankan posisi dudukku di sebuah bangku taman. Perlahan kuatur nafas, menarik dan kemudian menghembuskannya kembali. Ritme renyut jantungku sudah sama seperti habis lomba lari maraton, terasa berjejal. Berkali-kali aku mengakses oksigen, sampai terlihat jelas gerakan bahu milikku naik turun.

Ini semua karena ulah Naruto. Sepanjang perjalanan, pria itu tak mau berhenti menggodaku. Lontaran kata-kata nakal kerap ia ucapkan. Bahkan, Naruto hampir menabrak pengemudi lain karena ugal-ugalan. Tetapi sedikitpun orang itu tidak merasa bersalah atau menyesal karena melakukannya, malah lebih parahnya adalah tatapan mata Naruto seakan lapar melihatku. Membuat aku bergidik.

Niat awal untuk aku meminta maaf padanya pun seketika lenyap. Sekarang, aku merasa menyesal bertemu lagi dengan Naruto.

“Aku haus,” Naruto berlagak seakan dia benar-benar ingin minum, “Aku ke Mini Market dulu, ya. Kamu mau minum juga? Aku traktir.” tersenyum lebar.

Aku menatapnya sinis, “Kamu mau kabur? Tidak mau jelasin dulu sama aku?”

“Sebentar, kok. Kamu marah-marah terus, nanti cepet tua loh.”

Tuh ‘kan, “Terserah deh.” lebih baik aku pasrah saja.

Naruto pun pergi meninggalkanku, menuju Mini Market yang tidak jauh dari sini.

Aku menunggunya, sembari melihat sekeliling taman. Aku baru ingat, ini adalah taman yang tidak terlalu jauh dari kompleks perumahan dimana aku tinggal. Sudah berapa lama aku tidak kesini? Terakhir aku kesini kalau tidak salah pada saat Shikamaru pindah.

Taman ini memang tidak terlalu luas, tetapi, sejak kecil taman ini sudah aku jadikan tempat yang wajib aku datangi. Aku selalu bermain disini, menangis disini, dan bermain hujan disini. Taman ini penuh dengan kenangan dalam hidupku, bahkan dengan Naruto sekalipun.

Aku masih mengingat wajah Naruto yang malu-malu dan khawatir saat melihatku mandi hujan. Dia mendatangiku, memberikanku sebuah payung. Ah, kalau tidak salah payung Naruto masih belum aku kembalikan. Mungkin nanti akan kukembalikan padanya.

Aku kembali mengingat masa-masa itu, dimana kami pertama bertemu. Meskipun hanya sekejap, tanpa aku sadari Naruto sudah membenih dalam hatiku. Sampai pada akhirnya Shikamaru pergi, taman ini juga menghadirkan sosok Naruto lagi untuk meredakan isak tangisku.

Benar. Sejak saat itulah perasaan nyaman kerap muncul ketika Naruto hadir disampingku. Sejak saat itu pula, Shikamaru seperti bukan siapa-siapa lagi. Posisi Shikamaru tereliminasi dari hati dan pikiranku, tanpa aku ketahui. Juga, berkali-kali Naruto memberikan isyarat cinta padaku, tapi aku terlalu bodoh untuk mengerti. Sesuatu yang membuatku sadar adalah saat Ayame menyatakan perasaannya pada Naruto. Hatiku sakit, aku cemburu.

Rasa bersalah, penyesalan, rasa ingin memohon maaf, semua itu bergelut. Aku merasa gila, alih-alih emosi.

Dan lagi, aku berterimakasih pada Shikamaru karena telah menyadarkan perasaanku yang sesungguhnya. Penyiksaan karena ketidak-pekaanku terhadap Naruto, membuatku ingin memperjuangkannya —lagi, walaupun sekarang dia bukan lagi seseorang yang masih kuharapkan karena tingkah menyebalkannya.

Aku menutup mataku rapat-rapat, mempertanyakan perasaanku sekali lagi, ‘apakah hati ini masih menyimpan nama Naruto?’, setelah semua yang kami lewati dalam sekejap pria itu menjadi gila!

Aku mohon, jangan gila dulu.’

Tanpa sadar aku bertingkah aneh.

“Hinata?”

[ 12 ] Lovely Rain [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang