Naruto © Masashi Kishimoto
Dedicated : Azu_Hime…
Sore itu, sesosok Ibu muda bersuarai merah dengan balutan celemek yang menempel pada tubuh semampai miliknya tengah menyibukkan diri di dapur. Kedua tangan itu begitu telaten bermain pisau dengan bumbu-bumbu yang hampir teriris seluruhnya. Panci, wajan, dan nyala api di atas kompor sudah tampak siap bersaing. Kepulan asap dari rebusan mie juga tak kalah bersiaga. Aroma rempah dari kuah ramen khas buatannya, begitu menggugah selera makan si tunggal. Menu makanan kesukaan Naruto, Ramen. Hari ini sudah sangat dinanti-nantikan oleh pemuda pirang itu karena sang Ibu mengabsen jadwal makannya untuk menikmati Ramen seminggu sekali saja.
Bila saja putra Uzumaki itu masih menghembuskan nafasnya di kota Kiri, makanan favorit tersebut bisa dengan mudah ia konsumsi setiap hari. Naruto memiliki tempat Ramen paling terkenal dengan kelezatannya di tempat pemuda itu dilahirkan. Setiap pulang sekolah, pemuda itu akan mampir kesana demi semangkuk Ramen dengan banyak taburan naruto di atasnya. Rasanya hampir mirip dengan olahan sang Ibu, atau mungkin lebih enak. Dia tidak akan melupakan setiap siukan kuah dari Ramen itu.
Namun sial, suatu waktu sang Ibu tidak sengaja memergokinya sampai Naruto diseret paksa dan diamuki habis-habisan. Bagaimanapun, sang Ibu sangatlah menyayanginya meski dengan topeng sangar seperti itu. Kushina sangat hafal, diwaktu anak semata wayangnya masih belia, anaknya pernah mengalami gangguan pencernaan akibat terlalu banyak mengonsumsi mie. Naruto sampai dilarikan ke rumah sakit dan harus dirawat inap selama seminggu. Karena itulah Ibunya begitu protektif dalam soal pola makan Naruto. Dan tentu saja, ia akan menuruti ucapan sang Ibu karena wanita yang begitu Naruto cintai tersebut memiliki amukan yang sampai seluruh dunia pun ikut berguncang.
Kini Naruto berjalan santai ke arah meja makan. Mencium aroma sedap dari dapur yang Ibunya gauli, membuat sejumlah cacing-cacing diperut pemuda itu meronta dan bergema. Disana pula, sudah ada sang Ayah yang sedang bersantai sambil menikmati lembaran-lembaran kertas kelabu berisikan berbagai informasi harian.
“Wah, baunya enak sekali!” mata Naruto berbinar senang.
Minato masih tetap terfokus pada korannya, “Tunggulah sebentar, Naruto, Ibumu belum selesai memasak.”
“Yah… Kenapa?” wajah Naruto berubah kecewa, “Biasanya Kaa-chan sangat cepat dalam memasak, dattebayo.”
“Sebentar lagi. Tapi sebelum itu, apakah kamu tidak makan Ramen diluar?” Kushina mulai menginterogasi Naruto dengan aura tak bersahabat.
“Okaa-chan, percayalah aku tidak menemukan kedai Ramen senikmat di Kiri. Lagipula, aku ‘kan sudah berjanji pada Kaa-chan.”
Cukup lama sang Ibu memandangi anaknya demi menemukan celah kebohongan, namun sedikitpun ia tidak menemukannya, “Baiklah, untuk saat ini aku bisa percaya padamu, —ttebane. Ingat, untuk saat ini!”
Dan titah itu disanggupi Naruto dengan wajah malas.
Melihat anaknya merajuk demikian, perlahan Minato menepuk-tepuk punggung Naruto. Ia pun berkata, “Tenanglah, Naruto. Kamu ‘kan dapat jatah makan Ramen seminggu sekali.”
“Iya, iya, Tou-chan.”
Makan malam kini sudah terhidang di atas meja. Wajah muram yang sempat terpahat tadi memudar dan berubah ceria dalam sesaat. Tanpa menunggu titah dari kedua orang tuanya, Naruto memilih lebih dulu mengambil siukan pertama untuk dituangkan kedalam mangkuk miliknya. Itu hal yang biasa bagi Kushina dan Minato. Sebagaimana pun Naruto memasang wajah cemberut, Ramen adalah obat paling ampuh untuk mengembalikan keceriaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ 12 ] Lovely Rain [ Completed ]
FanfictionNaruto © Masashi Kishimoto [ AU ] [ NaruHina Fanfict Story ] [ Dedicated : @PipitIswanti ] ... Hujan. Tak ada hal terindah ketika butiran permata itu turun dari langit luas, membawa sejuta kedamaian untuk hati yang lara. Bagai pelita dikala gelap. B...