Lovely Rain [ 3 ]

1.2K 126 11
                                    

Naruto © Masashi Kishimoto
Dedicated : Azu_Hime

"Hinata-san, seharusnya tidak perlu repot-repot untuk menjeputku, dattebayo…"

"Nee, Naruto-kun! Bukannya semalam aku sudah berjanji?"

"E-etto—"

"Sudahlah, Kushina-baasan juga tidak keberatan soal itu. Jadi, kau tidak perlu merasa terbebani."

"B-baiklah."

Hinata tersenyum penuh rasa kemenangan karena lawan bincangnya telah kalah beradu argumen. Mungkin, perdebatan tadi bukanlah hal yang patut untuk dipermasalahkan, akan tetapi Naruto hanya merasa berhutang budi dengan sikap yang ia anggap sebagai bentuk perhatian.

Jantung pria itu berdegup begitu kencang seperti suara Cajon yang dipukul dengan bebas. Ritmenya juga cepat sekali. Tidak taukah, jika gadis disampingnya itu sangat membuat Naruto ingin lari bersembunyi?

Tapi, apa boleh buat. Naruto tidak bisa kabur dari jeratan Hyuuga Hinata. Tawaran tentang pendidikan, membuat pria itu enggan menolak mentah.

Namun disisi lain, Naruto merasa teramat senang dengan kenyataan bahwa ia akan satu sekolah dengan Hinata. Bahkan, dengan beraninya gadis itu berbicara sendiri pada Ibu Naruto agar memberi izin atas usulannya. Dan, bagaimana tidak Kushina menolak? Ibu muda itu malah sama terpikatnya oleh paras cantik pemilik marga Hyuuga tersebut. Kulit putih porselen, rambut panjang selaras milik Kushina, bibir tipis berpoles merah muda alami, juga jangan lupakan pipi tembam Hinata yang sangat menggemaskan. Sekali lagi, Ibu Naruto benar-benar tidak kuasa untuk menolak permintaan seorang Hyuuga Hinata.

Damn it! Kushina begitu mudah  mengklaim Hinata sebagai calon menantunya? Bahkan tanpa mengenali kepribadian asli gadis itu.

Tck, entah ini sebuah peruntungan atau jalan menuju wabah hati nurani. Entah ini takdir atau hanya kebetulan semata. Entahlah. Naruto menikmatinya saja.

Ketika ia tau bahwa Ibunya begitu menyukai sesosok perempuan yang telah berhasil membobrok pintu hati miliknya, jelas saja kebahagiaan Naruto semakin berlimpah. Target awal, ketika hujan turun menjadi sebuah kenangan tak terlupakan. Target awal, saat itu pula shappire biru Naruto mendamba penuh harap. Target awal, Hinata adalah target awal perasaannya. Target cinta yang sangat Naruto impikan diwaktu pertama berjumpa.

Akankah suatu saat bisa ia gapai?

Entahlah.

Dari ambang pintu kelas telah nampak seorang wanita yang berhasil mengunci mulut para murid dalam hitungan detik. Sesaat sebelumnya, ruang ajar 3-3 begitu bising dengan rumpian hangat para remaja putri dan teriakan lantang dari mulut siswa laki-laki. Di papan tulis tertera jelas bahwa guru pengajar tidak bisa masuk lantaran alasan kepentingan pribadi.

Namun, apa yang dilakukan Mitarashi Anko selaku wali kelas dari ruang ajar yang ia kunjungi sekarang? Jelas saja, semua murid bertanya-tanya dalam diam.

"Ohayou gozaimasu, minna. Maaf mengganggu aktivitas jam kosong kalian."

Semua murid terheran-heran. Tidak biasanya, Anko-sensei masuk pada bukan jadwal mengajarnya. Firasat berkata, sesuatu yang penting bakal tersampaikan dari lisan Anko-sensei!

"Hari ini, kita kedatangan murid baru. Dia berasal dari kota Kiri…"

"Uzumaki-san, silakan masuk."

Seseorang yang dipanggil guru muda itu mulai berani menunjukkan parasnya. Ketukan sepatu pantofel yang saling beradu bersama lantai keramik, membuat isi kelas menghening. Belasan pasang mata memandang sosok itu tanpa berkedip. Beberapa siswi menatap kagum, yang lainnya hanya tersenyum ramah. Sungguh, situasi seperti ini membuat pria bermarga Uzumaki tersebut cukup gugup.

Hingga diakhir ia berjalan, Naruto bersigap menghadap calon kawan barunya. Tak satupun dari mereka bersuara. Hening dan tenang. Sampai mata birunya melihat, seorang remaja berambut gelap duduk di kursi paling belakang.

Kedua pipi Naruto sedikit merona karena sadar bahwa Hinata juga satu kelas dengannya. Gadis itu tersenyum indah, seindah bunga sakura yang berhamburan di musim semi. Apakah ini takdir? Apa yang Tuhan rencanakan dibalik kejadian tak terduga seperti ini?

"Perkenalkan dirimu."

"Wa-watashi wa Uzumaki Naruto desu. Mohon bantuannya!"

Naruto pun membungkuk sebagai tanda hormat.

"Uzumaki-san, tempat dudukmu di…" Anko mencari-cari tempat yang kosong.

"… tidak apakah kalau kau duduk dikursi paling belakang?"

Tersadar kembali, keberuntungan begitu datang bertubi-tubi pada dirinya saat ini. Sisa bangku yang kosong, hanya tinggal satu saja disamping Hinata.

Tanpa menunggu instruksi dari wali kelasnya, Naruto mendahului dengan langkah mendekat ke arah kursi kosong itu kemudian duduk rapih.

"A-ah, jadi disana." gumam Anko-sensei.

"Baiklah semua. Hanya itu yang Saya ingin sampaikan. Berteman baiklah bersama Uzumaki-san. Kalau begitu, Saya pamit." dan Anko pun pergi meninggalkan kelas.

Hinata melirik ke arah Naruto, dengan senyum yang masih setia mematri diwajah cantiknya.

"Naruto-kun, ternyata kita sekelas ya!" ucap Hinata.

Naruto sedikit terhenyak, lalu mengalihkan pandangan tepat ke arah gadis cantik disampingnya.

"Iya. A-aku juga tidak menyangka akan satu kelas denganmu, Hinata-san…"

"Tidak perlu seformal itu, lagipula sekarang sampai kedepannya kita adalah teman."

Naruto menjawab dengan sebuah senyum.

Teman, ya?

Bersambung…

[ 12 ] Lovely Rain [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang