Lembar demi lembar, barang demi barang telah terselesaikan. Kesabaran yang sangat tinggi telah berhasil disimpan para panitia bazar. Beberapa kali Bastian dan Nadine kena semprot oleh ketua umum acara diesnatalis, siapa lagi kalau bukan Theo.
"Gimana?" tanya Nadine saat Bastian ikut gabung dengan panitia yang lain.
"Alhamdulillah, teratasi," jawab Bastian dengan menyandarkan tubuhnya di tembok.
"Maaf ya kak," ucap Ria, sekretaris dari acara Bazar. Bastian hanya tersenyum mendengar penuturan dari Ria.
"Gak papa, lain kali hati-hati, jadiin pelajaran aja, jadiin bekal buat lo kedepannya," jawab Bastian sambil menandatangani surat-surat peminjaman barang. Angga yang ada disampingnya menepuk pundak Bastian dan tersenyum.
"Makasih, lo udah bisa ngontrol emosi lo dalam keadaan kayak gini," ucap Angga. Bastian melirik kearah Nadine yang sedang berkutik dengan laporan-laporannya.
Nadine yang merasa diperhatikan, segera menatap Bastian. Bastian segera mengalihkan pandangannya kearah kertas yang tadi ada digenggamannya.
Mereka sangat sibuk dengan tugasnya masing-masing. Ruangan ini bahkan sudah seperti gudang, namun masih tertata rapi. Pekerjaan ganda telah BPH lalui dengan baik. Mereka rela pulang malam demi menyelesaikan tanggung jawabnya. Bahkan, ruangan ini menjadi saksi bisu betapa lelahnya akan tugas kuliah, betapa lelahnya akan persiapan acara ini.
"Nih, makan," ucap Bastian sambil memberikan satu kotak nasi untuk Nadine.
"Ntar dulu deh, nanggung," jawab Nadine masih sibuk akan tugasnya.
"Lo belum makan dari tadi Nad, gue gak mau ya kalau lo kenapa-napa," ucap Bastian lagi.
"Ntar dulu deh Bas, nanggung banget ini," jawab Nadine yang membuat Bastian geram. Dengan cepat Bastian mengambil kertas yang dipandangi Nadine.
Nadine yang akan mengajukan protes akan kelakuan Bastian harus tertahan, karena Bastian dengan cepat telah menyuapi satu sendok makanan ke mulut Nadine.
"Udah gue bilang lo makan dulu," ucap Bastian sambil meletakkan nasi yang ia bawa dipangkuan Nadine.
Nadine pun dengan terpaksa meninggalkan pekerjaannya dan menyantap makanan yang Bastian beli. Bastian hanya menatap dalam ke arah Nadine. Ia melihat setiap gerak-gerik Nadine saat menyantap makanan.
'Cantik, lo itu cantik, tapi sifat dingin lo yang membuat lo jadi orang yang berbeda'
Tanpa mereka sadari, waktu telah berlalu dengan cepat. Warna langit yang tadinya biru berubah menjadi gelap. 08.00 PM, mereka masih berkutik dengan persiapan acara. Hanya ada beberapa orang yang ada di dalam ruangan ini. Termasuk Bastian dan Nadine, mereka masih berkutik dengan laptop masing-masing.
"Pulang dulu deh Nad, biar gue yang lanjutin," ucap Bastian memecahkan keheningan. Nadine menatap jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. Ia terkejut melihat apa yang tertera di dalam jam tersebut.
"Yaudah deh, gue pulang dulu. Ini biar gue bawa pulang aja," ucap Nadine sambil membereskan semuanya. Saat ia akan pergi, tangan Bastian menarik tangan Nadine pelan. Nadine yang merasa ada yang memberhentikan langkahnya, segera menatap Bastian dengan datar.
"Tunggu," ucap Bastian yang berdiri menyejajarkan tingginya dengan Nadine.
Ia berjalan kearah almari yang ada di ruangan ini, ia mengambil jaket dan dipakaikan jaket tersebut ke pundak Nadine.
"Gue lupa, kalau lo gak bawa kendaraan," ucap Bastian sambil membereskan barangnya.
"Stop disini, ini udah malam, kalian harus jaga kesehatan. Gue pulang dulu, kalau ada masalah atau yang kelupaan segera hubungi gue, atau..." ia menatap Nadine sekilas dan
"Gak, ke gue aja, cukup lapor ke gue," lanjutnya.
Ucapan Bastian barusan membuat Nadine mengerutkan dahinya. 'Gue kayak gak dianggep ada, ini harusnya tugas gue' batin Nadine saat mendengar ucapan Bastian.
Bastian dan Nadine berjalan menuju mobil Bastian. Mereka berjalan beriringan dan dalam keadaan diam.
"Ini tugas gue Bas, kenapa lo yang nangani semua? Gue masih bisa nyelesaiin tanggung jawab gue," ucap Nadien saat baru memasuki mobil Bastian. Bastian menatap Nadine sekilas. Ia memposisikaan duduknya menghadap ke arah Nadine.
"Tugas lo udah banyak banget, gue gak mau lo sakit karena tugas yang terlalu banyak. Gue gak mau kalau anggota gue sakit karena keegoisan gue," jawab Bastian dengan senyum yang menghiasi raut wajahnya.
"Santai aja kali," lanjut Bastian dan memposisikan duduknya seperti sebelumnya.
Bastian menyalakan mesin mobilnya dan menyusuri jalanan kota Jakarta yang sudah menghitam. Seperti biasa, mereka saling acuh tak acuh. Bastian yang fokus dengan kondisi jalanan sesekali melirik kearah Nadine yang duduk disebelahnya, Nadine hanya fokus menatap layar handphone yang ada di genggamannya.
Tidak membutuhkan waktu lama, mobil Bastian sudah terparkir di depan pagar tinggi rumah Nadine. Bastian melirik kearah Nadine yang ternyata sudah terlelap disebelahnya. Bastian memandang setiap inci dari wajah Nadine. Ia mengulum senyum melihat wajah menenangkan dari Nadine.
"Makasih, makasih lo udah ada bareng gue, makasih lo udah nyadarin gue, gue bodoh banget sebelumnya. Tapi karna lo, gue tau gimana harus menghargai sesuatu."
Bastian keluar dari mobilnya dan menuju kearah Nadine. Ia membuka pintu mobil tempat Nadine terlelap. Dengan penuh kesabaran, Bastian menggendong tubuh Nadine ala bridal style. Bastian mengetuk pintu rumah Nadine.
"Assalamualaikum."
Tidak butuh waktu lama, pintu yang Bastian ketuk terbuka, menampilkan sosok gadis yang Bastian yakini umurnya tidak jauh dari Nadine.
"Nadine!" Ucap gadis tersebut. Clarissa, kakak dari Nadine.
Bastian mengangguk mengisyaratkan sesuatu kepada Rissa. Rissa pun meminta Bastian membawa Nadine ke kamarnya. Bastian membaringkan tubuh Nadine di atas bed dengan warna sprei biru tersebut. Ia membantu untuk menutupi tubuh Nadine dengan selimut yang tersedia.
"Nadine?" Tanya Rissa saat Bastian keluar kamar Nadine. Bastian tersenyum mendengar kalimat yang dilontarkan Rissa.
"Gakpapa kok, tadi dia ketiduran di mobil, jadi Anda tenang saja," jawab Bastian.
"Ya sudah, saya permisi," Bastian akhirnya pamit ke Rissa. Ia segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tanpa ada rasa khawatir untuk dirinya ataupun yang lain. Kini otak dan pemikirannya sudah jauh lebih tenang dan santai dibandingkan dengan sebelumnya.
Bukan Bastian kalau tidak cepat tiba di rumah, hobby balapnya membawanya mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, meskipun keadaan jalan sangat tidak memungkinkan untuk berkendara dengan kecepatan tinggi. Kini, Bastian telah tiba di istana kecil keluarganya.
"Assala..." belum sempat Bastian mengucapkan salamnya, suara seseorang telah menyambar salamnya. Bukan menjawab, namun meledeknya.
"Cie yang lagi deket sama cewek," ucap Dinda saat sang kakak memasuki ruang tamu tempat keluarga Reuel berkumpul.
Bastian mengerutkan dahinya bingung dengan apa yang adiknya ucapkan. Bastian melangkahkan kakinya menuju tempat dimana keluarganya berkumpul.
"Anak papa sudah dewasa."
***
Hai hai, i'm back . Emang ada yang nunggu? Hehehhe.
Ehh, Rinda ulang tahun loh, gak ada yang mau ngucapin? 😢
Wkwkwk, gak ada yang nanya Rin. Heheheh.Jangan lupa vomment ya 😍😍
10 November 2016
Merinda Pahlawanti N P
KAMU SEDANG MEMBACA
Coffee Latte
Teen Fiction[DONE] [COMPLETE] Cinta hadir tak terduga, pertemuan termenyebalkanpun dapat berubah menjadi cinta. Sebuah coffee latte dapat menggubah bongkahan es yang tertimbun dalam diri Bastian dan Nadine, menjadi hati yang hangat. Keegoisan satu sama lain, s...