Bastian sedang berada di dalam kelasnya. Tak satupun materi yang masuk dalam otaknya. Yah you know gimana perkuliahan kan? Merhatiin atau tidak ya sudah. Bastian hanya diam di dalam kelas. Angga yang memang kali ini satu kelas dengan Bastian juga menatapnya khawatir. Pasalnya, kemarin ia sangat bersemangat untuk menemui Nadine, tapi mengapa saat ini ia malah hanya duduk diam. Tidak cerita satupun apa masalah yang ia hadapi.
"Well, cukup sekian dan trimakasih," ucap sang dosen. Semua siswa di kelas ini satu persatu keluar kelas. Kelas akan di gunakan mahasiswa lain saat ini.
Bastian duduk di gazebo depan gedung fakultasnya, ia ditemani dengan Angga yang juga masih diam tanpa bertanya apapun kepada sahabatnya. Angga harusnya saat ini ada kelas lagi, namun sahabatnya ini sedang membutuhkannya. Maka dari itu, ia memutuskan untuk membolos di mata kuliahnya.
"Bas." Angga menepuk pundak Bastian pelan. Namun entah karena memang Bastian melamun atau apa, respond Bastian sangat terkejut.
"Ehh, kenapa Ngga?" tanya Bastian kepada Angga. Angga hanya geleng-geleng kepala melihat sikap sahabatnya saat ini.
"Harusnya gue yang tanya, kenapa sama lo?" Ucap Angga. Bastian hanya diam mendengar pertannyaan sahabatnya ini. Entah dari mana ia harus memulai cerita. Ia bingung, bahkan ia gak tau apa yang terfokus dalam pikirannya saat ini.
"Gue gak papa." Akhirnya itulah satu kalimat pendek yang berhasil keluar dari bibir Bastian. Angga yang mendengar jawaban Bastian akhirnya ia membuang nafasnya kasar.
"Sampe kapan sih lo kayak gini Bas! Lo kek orang mati tau gak! Diem mulu gak ada aktivitas sama sekali. Bisa gak sih lo cerita, bisa gak sih lo hadepin masalah kayak Bastian yang gue kenal dulu! Gak lembek kek tahu. Mental lo bukan mental tahu yang di banting langsung hancur!" Ucap Angga dengan emosi yang sudah tidak dapat ia tahan lagi. Teriakan Angga barusan tak membawa perubahan besar bagi Bastian, ia sama sekali tidak menunjukkan respond positif.
"Astaga Bas, diem lagi, diem lagi! Kek ngomong sama orang bisu gue!" ucap Angga lagi. Kali ini ia sudah benar-benar tidak tahu harus ngapain menghadapi Bastian.
"Bodo amet lah, serah lo mau ngapain, gue gak peduli!" Lanjut Angga dan pergi meninggalkan Bastian.
Sepeninggalnya Angga, Bastian masih saja diam di tempatnya. Angga yang memperhatikan dari jauh akhirnya mengeluarkan ponselnya.
[Line]
Angga : bisa temuin gue gak? Di gazebo depan gedung rektorat.Angga menunggu di gazebo dengan ditemani Ponsel yang terus setia di genggamannya. Seseorang yang di tunggunya dari tadi tak kunjung juga datang, bahkan untuk sekedar membalas pesannya pun tidak. Ia menaruh harapan besar kepada seseorang ini. Menurut Angga, hanya dia satu-satunya yang bisa mengubah kebungkaman Bastian. Berdiam lama dengan Bastian juga tidak enak.
[Line]
Angga : Dimana? Bisa kan? Gue butuh lo saat ini."Gue di sini Ngga," ucap seseorang setelah ia mengirim pesan tadi.
"Akhirnya lo dateng Nad," ucap Angga dengan lega. Iya, seseorang yang di tunggu Angga dari tadi adalah Nadine. Harapan besar untuk Bastian tadi juga Nadine.
"Kenapa? Apa yang bisa gue bantu?"
"Lo tau gimana Bastian sekarang kan?" Perkataan Angga berhenti sejenak ketika melihat raut wajah sedih dari Nadine. Yang semakin membuatnya geram, di saat seperti ini dia masih bisa tersenyum. Di balik matanya yang akan berair, bibirnya masih bisa menyunggingkan senyum.
"Sampe kapan sih lo fake smile kayak gini Nad? Gue ngerti apa yang lo rasain, bahkan gue paham."
"Gue gak papa, sekarang apa yang mau lo omongin?" Ucap Nadine yang masih setia dengan senyum di bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coffee Latte
Teen Fiction[DONE] [COMPLETE] Cinta hadir tak terduga, pertemuan termenyebalkanpun dapat berubah menjadi cinta. Sebuah coffee latte dapat menggubah bongkahan es yang tertimbun dalam diri Bastian dan Nadine, menjadi hati yang hangat. Keegoisan satu sama lain, s...