"Bastian!!!" Nadine berteriak ketika tubuh tegap Bastian terjatuh dalam pelukannya.
"Bastian!!!" Teriak Mama Bastian yang baru menyadari kalau anak sulungnya jatuh pingsan. Theo sudah berlari mencari dokter yang ada.
"Bastian gak usah becanda deh, bangun Bas."
Nadine menangis melihat tubuh Bastian yang mendadak pucat pasi dan tubuhnya dingin. Matanya terlihat tenang dan bibirnya tersenyum sedikit.
Nadine dan yang lainnya mendadak panik ketika dokter kembali menancapkan beberapa alat medis ke tubuh Bastian. Tak sedikit juga alat yang di tempelkan di bagian kepala Bastian.
Tittttttttt
Tubuh Nadine mendadak merosot ke bawah ketika suara monitor EKG berbunyi dengan nyaringnya. Tangisnya tak hentinya keluar, bukan hanya Nadine, semua orang juga terlihat khawatir.
"Bastian!!!" Nadine berteriak dengan kencangnya. Tangisnya tidak bisa di tahan lagi. Air matanya membuat mata indah favorit Bastian menjadi memerah dan membengkak.
Dean mendekap tubuh lemah Nadine. Baju yang ia kenakan dibiarkan basah karena air mata Nadine.
"Kamu bilang Bastian bakal sama aku terus De, mana? Bahkan sekarang, Bastian gak sadar lagi. Dean pembohong!" Ucap Nadine sambil memukul dada bidang Dean. Dean hanya diam dan yang lainnya menatap sedih Nadine.
"Theo juga bilang kalau Bastian gak akan kemana-mana dan Bastian akan sembuh! Tapi apa? Kalian ngebohongi aku, kalian pembohong!"
Nadine memukul dirinya sendiri dengan kepalan tangannya. Dean dan yang lain berusaha menahan tangan Nadine, hingga tubuh Nadine terjatuh ke lantai. Tubuhnya benar-benar kacau saat ini, bahkan lebih kacau dari waktu Bastian koma.
Dean mendekap tubuh Nadine agar ia berhenti menyakiti dirinya sendiri.
"Bastian janji De, Bastian udah janji sama aku." Tangis Nadine tidak henti-hentinya mengalir.
"Bastian janji bakal ngehapus semua air mata aku De, sekarang kalau Bastian pergi siapa yang ngehapus air mata aku lagi?"
Dean hanya bisa diam hingga seorang dokter ke luar dari ruangan Bastian.
"Dokter, gimana keadaan anak saya?" tanya Pak Bara dengan nada yang sangat khawatir.
Dokter tersebut hanya diam dan menatap semua orang. Matanya memancarkan kekecewaan.
"Maaf, putra bapak tidak dapat di selamatkan, ada penggumpalan darah di otaknya."
Dan
Tangis semua orang akhirnya pecah. Ruang Melati 101 menjadi saksi pilu keluarga dan kerabat Bastian. Menjadi saksi akhir dari kebahagiaan Bastian, menjadi saksi cinta Bastian dan Nadine.
"Dokter bohong! Dokter pasti salah kan? Bastian pasti cuma pingsan aja!" Teriak Nadine dan dia menerobos masuk ke ruangan Bastian.
Terlihat suster melepas semua alat yang menancap di tubuh Bastian. Wajah pucat Bastian membuat air mata Nadine semakin deras.
"Kenapa di lepas sus? Bastian masih butuh alat-alat ini!" Suster masih terus melepas semua alat medis yang baru tadi di pasangkan ke tubuh Bastian. Ia diam bukan berarti menghiraukan Nadine, tapi ia tahu bagaimana rasanya kehilangan.
"Suster gak bisa di bilangin!" Bentakan Nadine membuat semua orang memasuki ruangan Bastian.
"Nadine cukup Nad, cukup."
"Bas, bangun Bas bangun." Nadine terus mengguncang-guncangkan tubuh Bastian. Ia menangis dengan memeluk tubuh Bastian.
"Bas ... Bastian bangun Bas." Nadine menyentuh pipi Bastian. Wajah pucat Bastian membuat Nadien semakin histeris.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coffee Latte
Teen Fiction[DONE] [COMPLETE] Cinta hadir tak terduga, pertemuan termenyebalkanpun dapat berubah menjadi cinta. Sebuah coffee latte dapat menggubah bongkahan es yang tertimbun dalam diri Bastian dan Nadine, menjadi hati yang hangat. Keegoisan satu sama lain, s...