" Pemilik ponsel ini mengalami kecelakaan dan keadaannya belum bisa dipastikan."
Deg
Tubuh Bastian melemah, ponsel yang ada di genggamannya terjatuh. Pikirannya melayang kemana-mana, rasanya semua organ dan syaraf tubuh Bastian detik itu juga semuanya terasa terhenti.
"Halo."
"Halo."Suara ponsel yang tergeletak di bawa menyadarkan lamunan Bastian. Dengan cepat ia kembali mengambil ponselnya dan menanyakan dimana keberadaan Nadine sekarang.
"Rumah sakit mana?" tanya Bastian dengan suara bergetar.
"Setia Budi," jawabnya. Dengan cepat Bastian menutup telponnya secara sepihak dan segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia sama sekali tak menghiraukan suara klakson dari kendaraan yang lain. Pikirannya hanya tertuju ke satu nama saja. Nadine.
Sesampainya di rumah sakit, Bastian segera menuju ke ICU setelah mengetahui keberadaan Nadine dari receptionist rumah sakit. Di depan ICU sudah ada seorang ibu-ibu.
"Nadine dimana?" Tanya Bastian dengan suara yang bergetar.
Belum sempat ibu tadi menjawab, seorang dokter keluar dari ruangan Nadine.
"Gimana kondisinya dok?"
"Tulang kaki kanannya ada yang patah, jadi untuk sementara kami harus memasang pen di kaki kanannya dan pasien harus tetap berada di kursi roda atau istirahat total, apa Anda keluarganya?"
"Iya saya keluarganya," ucap Bastian dengan masih dalam otak dan kondisi yang kacau.
"Mari ikut saya."
Bastian mengikuti dokter Hans ke ruangannya. Banyak penjelasan mengenai hasil foto rongsen kaki Nadine. Ia tidak tahu gimana harus menjelaskan semuanya ke Nadine.
Bastian segera menghubungi orang tua Nadine, setelah ponsel Nadine ada di tangannya. Antara yakin dan ragu ia mencari nama ayah Nadine di ponselnya.
Tak menunggu waktu lama, ayah dan kakak Nadine sudah tiba di tempat. Dengan wajah yang tak kalah khawatirnya dari Bastian, ayahnya menghampiri Bastian dengan tatapan tegas bercampur dengan khawatir.
"Bas, Nadine dimana nak?" Tanya Ayah Nadine dengan berusaha tenang.
"Nadine masih di dalam om, dan tadi dokter bilang kalau Nadine harus pasang pen sementara, saat ini dokter sedang operasi pemasangan pen di kaki kanan Nadine," jelas Bastian dengan nada yang juga berusaha setenang mungkin.
"Pasang pen? Memang ada apa dengan Nadine kok sampe harus di pen?" Kali ini suara Clarissa yang terdengar. Ayah Nadine hanya duduk diam di tempat. Keluarga ini sangatlah membuat semua orang mengura bahwa mereka adalah keluarga sedarah yang bahagia, padahal tak seperti yang mereka pikirkan. Mereka bukan sedarah bahkan mereka bukan sepersusuan.
Kembali lagi, Bastian menjawab pertannyaan Clarissa dengan gelengan kepala. Tak selang waktu lama juga, Erina sahabat Nadine juga telah tiba di rumah sakit. Ekspresi wajah yang sama dengan yang lain.
"Kak, Nadine?" Tanyanya kepada Clarissa. Clarissa hanya menjawab dengan gelengan kepala.
Waktu berlalu dengan sangat lama, dokter dari tadi tak kunjung juga menampakkan batang hidungnya. Kecemasan dari wajah setiap orang sangat terpampang jelas. Wajah tegang dan air mata yang masih menetes. Dan, lampu ruang operasi berhenti, berarti operasi sudah selesai. Dengan satu gerakan, semua orang yang ada di depan pintu operasi segera menuju ke arah pintu.
"Bagaimana dok?" Tanya ayah Nadine
"Pemasangan pen nya berjalan dengan baik, dan pasien juga sudah bisa di pindahkan ke ruang rawat, tapi selama pemulihan, pasien harus tetap di kursi roda mungkin sekitar 2 atau 3 bulan," jelas dokter dan kemudian berlalu setelah semuanya mengucapkan terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coffee Latte
Teen Fiction[DONE] [COMPLETE] Cinta hadir tak terduga, pertemuan termenyebalkanpun dapat berubah menjadi cinta. Sebuah coffee latte dapat menggubah bongkahan es yang tertimbun dalam diri Bastian dan Nadine, menjadi hati yang hangat. Keegoisan satu sama lain, s...