1.1 Target - 1

100 7 0
                                    


TANGERANG, ID

"Oke, Kia, dengerin gue." cowok berkulit hitam manis dengan kumis tipis menaruh tangannya pada bahu seorang cewek yang tertidur di hadapannya. Cowok itu melirikkan matanya ke sekitar. Puluhan anak di kelas kini memandangnya dengan tatapan penasaran. Tidak hanya dari anak dari kelasnya saja, melainkan dari kelas lain juga ikut menonton. Banyak anak yang berdiri di depan jendela hanya untuk menyaksikannya.

"Denger ucapan gue. Lo dan gue merupakan seorang pengedar narkoba. Setiap lo ngeliat pensil, pensil itu adalah sebuah narkoba. Dan setiap lo ngeliat temen-temen deket lo, lo merasa kalau mereka adalah polisi. Di sini lo hanya kenal dengan gue dan gue merupakan partner lo. Jadi intinya lo seorang pengedar narkoba bersama gue dan lo harus lari dari kejaran polisi." Cowok itu berkata panjang lebar.

Cewek yang dipanggil Kia itu tak memberikan respon, masih tertidur.

"Lo nggak kenal semua orang disini, lo hanya kenal dan percaya gue," ucap cowok itu lagi, "dan lo bakal kembali tertidur ketika gue menjentikan jari di dekat lo."

Semua anak yang ada di kelas memperhatikan cowok itu dengan serius.

"Oke. Dalam hitungan ketiga lo akan bangun. Satu, dua, tiga." cowok itu langsung menepuk bahu Kia. Begitu cowok itu menepuk bahunya, Kia terlonjak. Perempuan itu langsung terbangun dari tidurnya.

Kia sempat kebingungan ketika bangun. Namun begitu ia sadar kalau ia sedang diperhatikan oleh puluhan orang, Kia tampak terkejut. Air mukanya berubah menjadi ketakutan. Apalagi ketika ia melihat teman-temannya, kakinya langsung mengetuk-ngetuk lantai dengan cepat. Tanda kalau Kia sedang merasa khawatir dan ketakutan.

"Nih Ki. Pesenan dianter besok." cowok tukang hipnotis itu memberikan pensil kepada Kia.

Dengan cepat Kia menepis pensil itu. Ia tampak ketakutan. "Aih lo bego, Sat. Ada polisi, ngapain lo ngasih barang ke gue di depan polisi? Kita bisa ketauan bego." tangan Kia mencengkram lengan cowok itu.

Seketika itu juga anak-anak yang ada di dalam kelas langsung tertawa.

"Mana polisi?" tanya cowok tukang hipnotis yang dipanggil Ken itu.

"Itu. Banyak banget anjir," Kia menunjuk horror. "Ayo Sat. Kita pergi dari sini. Gue nggak mau ditangkep polisi." Kia menarik-narik lengan cowok itu.

"Kia! Kalian lagi ngapain?" Tanya seorang cewek memakai kardigan hitam. Cewek itu berjalan mendekat ke arah Kia.

Di tempatnya Kia tampak ketakutan. Ketukan kakinya semakin cepat dan terkesan tidak sabar ingin segera kabur. "Ayo pergi, Sat!" bujuk Kia.

"Ada apaan nih?" tanya teman Kia yang lain.

Karena saking takutnya, pada saat itu juga Kia langsung berlari melewati kerumunan anak-anak. Melihat tindakan Kia, cowok itu tentunya saja terkejut. Tidak menyangka jika Kia akan berlari.

"Kia lari woy!" seru salah satu anak.

Tanpa basa basi lagi, cowok itu langsung berlari mengejar Kia. Tak hanya cowok itu saja, anak-anak yang menonton juga ikut mengejar Kia.

Koridor yang tadinya sepi langsung dibuat heboh karena Kia berlari sambil berteriak tidak jelas. Tidak jauh di belakangnya, cowok itu memanggil nama Kia. Menyuruhnya agar tidak kabur. Namun bukannya mengikuti perintah cowok itu, Kia justru berlari semakin kencang. Teman-teman Kia yang ikut berlari di belakang cowok itu membuat Kia semakin kalang kabut. Ia tidak mau ditangkap oleh teman-temannya yang ia kira polisi.

"SATRIA! ITU POLISI DIBELAKANG LO! KITA HARUS KABUR! GUE NGGAK MAU KETANGKEP POLISI!!!" teriaknya ketika lewat di depan kelas IPS. Kontan anak-anak kelas IPS langsung memperhatikannya sembari tertawa.

"JANGAN LARI, KIA! PLIS STOP!" cowok itu menyeru.

"NGGAK! GUE GAK MAU MASUK PENJARA! UNTUNG LO GANTENG, SAT. KALO NGGAK GUE OGAH KERJASAMA LO LAGI!" Kia bertariak keras.

"SASKIA! TENANG WOY MEREKA NGGAK BAKAL NANGKEP LO!"

Perintah cowok itu tak dipedulikan Kia.

Selama 15 menit mereka semua berlari keliling sekolah hanya untuk mengejar Kia. Sebenarnya cowok tukang hipnotis itu sudah lelah berlari. Namun Kia masih dalam pengaruh hipnotisnya. Mau tak mau cowok itu harus mengejar Kia untuk menghentikan efek hipnotisnya.

Kejadian itu ditonton oleh anak seluruh sekolah. Tertawa ketika melihat Kia berlari sambil berteriak. Bahkan mereka sampai merekam kejadian itu menggunakan ponselnya.

"Kia tadi lari kesana. Paling nanti dia bakal muncul di koridor kelas sepuluh." Jelas salah satu anak.

Cowok itu menganggukkan kepalanya. "Oke makasih," katanya sambil menepuk bahu anak itu. Ia langsung melesat menuju koridor kelas 10. Anak-anak yang lain mengikuti dari belakang.

Benar saja, ketika cowok itu sedang berjalan menuju koridor kelas 10, Kia muncul dari sebuah belokan. Tanpa basa basi lagi, cowok itu langsung menjentikkan jarinya di hadapan Kia. Seketika itu juga Kia langsung lemas, tertidur. Dengan sigap cowok itu menangkap tubuh Kia sebelum tubuh Kia jatuh di atas lantai.

"Oke Kia. Denger gue. Lo akan melupakan kejadian yang baru aja terjadi sama lo. Lo bukanlah seorang pengedar narkoba. Lo nggak akan ngeliat pensil sebagai narkoba, tapi sebagai pensil itu sendiri. Gue bukan partner lo dan lo kenal semua orang di sini. Lupakan sugesti gue yang tadi," ucap cowok itu tepat di telinga Kia.

"Ketika lo bangun nanti, lo kembali menjadi Kia yang sebelumnya. Saskia Hanifa Amanda. Kia yang lebih baik lagi. Lo nggak akan inget dengan kejadian yang baru saja terjadi. Lo lupa sama semua sugesti gue. dan lo bukan seorang pengedar narkoba, lo Saskia," tukas cowok itu lagi.

Tidak ada respon. Kia masih tertidur.

"Okay. Dalam hitungan ketiga lo akan bangun dan lupa dengan apa yang baru aja terjadi. Satu, dua, tiga," cowok itu menjentikkan jarinya. Kia kembali terbangun.

Semua anak yang menonton langsung bertepuk tangan. Sementara itu, Kia yang baru saja bangun dari tidurnya tampak kebingungan. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri dengan ekspresi orang baru bangun tidur.

"Ada apaan sih?" Tanya Kia kembali ke keadaan semula. Ia belum bisa mencerna apa yang terjadi di sekitarnya. Ia bahkan lupa dengan apa yang baru saja terjadi.

"Ki, ini apa?" goda salah satu temannya sambil mengangkat sebuah pensil.

"Pensil lah," jawab Kia.

"Bukan narkoba?" sindir temannya yang lain.

Kia menggeleng. "Itu jelas-jelas pensil." Tukasnya.

Melihat Saskia berhasil sadar, cowok itu pun tersenyum. Kemudian ia berteriak memanggil temannya, "Oke Alfi!"

Merasa terpanggil, temannya itu langsung datang sambil membawa topi yang berisikan uang hasil pemberian teman-temannya. "Ini," kata Alfi, memberikan topi itu kepada cowok itu.

Cowok itu mengambil uangnya dan langsung memakai topi sekolah itu.

"Gue, Satria Marvin Pratama, mengucapkan terimakasih. Sampai bertemu di acara selanjutnya," ucap cowok itu bagaikan seorang pesulap yang baru saja melakukan pertunjukan. Cowok itu berjalan ke kerumunan anak-anak dengan santai, diikuti Alfi di belakangnya.

Suara riuh langsung menggema di lorong. Semua anak bertepuk tangan seraya memanggil-manggil namanya.

***

A.N

berhubung chapter 1 yang kemaren kepanjangan, jadi gue pecah jadi beberapa bagian. Ini baru satu bagian, bagian yang lain mungkin akan gue post besok satu persatu.

Menurut kalian gimana, enakan satu part panjang atau gue pecah? Part panjang yang kemaren udah gue apus jadi... ya gitu wkwk.

Maaf kalo masih banyak kekurangan dalam cerita ini. Terimakasih udah mau baca :D


Ten Eyes To DisappearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang