1.4 Target - 4

43 6 0
                                    

                 

BEKASI, ID

"Eh lu mau nggak jadi pacar gua?" tanya seorang cowok. Di tangannya terdapat sebuah topi bertuliskan pernah ganteng.

Si cewek membenarkan kacamatanya yang sempat melorot. Ia memandangi cowok yang ada di hadapannya dari bawah hingga atas. Sebenarnya cowok itu tidak jelek jelek amat, dan dia juga tidak terlalu tampan seperti Justin Bieber. Kulitnya lumayan putih, potongan rambutnya juga bagus. Lumayan kalau dijadikan pacar. Tapi cewek yang bernama Dhyta itu belum mengenal jauh cowok yang ada di hadapannya. Apalagi cowok itu langsung menembaknya tanpa pendekatan lebih dahulu.

"Engg.. nggak deh. lo pedekate dulu aja ama gue. Jangan langsung nembak gini," tolak cewek itu.

"Oh yaudah deh," balasnya pasrah.

Harapan cowok itu untuk diterima pun pupus. Namun ajaibnya dalam waktu beberapa detik harapan yang sudah pupus itu kembali terbangun di dalam tekadnya.

Cowok itu berpikir seraya mengalihkan padangannya. Di saat yang bersamaan, salah satu pedagang yang sedang membawa pisau tiba-tiba terjatuh di dekat cowok itu. Pisau yang dipegangnya kontan terlempar. Semua anak yang ada di kantin kontan memusatkan padangan mereka kepada pisau yang melayang itu. melihat pisau itu mengarah ke tangan cewek yang ada di hadapannya, cowok itu segera mendorong tangan si cewek. Cewek itu berhasil menjauhkan tangannya dari meja kantin namun sayangnya, pisau itu tertancap pada tangan si cowok dengan topi pernah ganteng. Teriakan menggema di kantin ketika mereka melihat pemandangan itu.

Tangan cowok itu berdarah.

"ARGHH!!" erangnya.

"Oh my god Bara!!!" teriak cewek yang dihadapannya. Ekspresinya campur aduk antara takut, cemas, panik, dan ngilu. Darah yang keluar dari tangan cowok itu membuat Dhyta merasa merinding.

"Aduh Dhyt! Tangan guaaa!" cowok itu berteriak seraya memegangi tangannya sendiri.

Dhyta memandangi tangan cowok itu. Ia panik dan tak tahu harus melakukan apa. "Guys. Bantuin Bara dong. Tangannya kepotong!" teriak Dhyta.

Seantero kantin kembali berteriak ketika Dhyta berkata seperti itu.

Sementara itu cowok yang dipanggil Bara itu memberikan ekspresi kesakitan. Terlihat sekali dari wajahnya kalau cowok itu sedang menahan sakit.

"Aduh dek maafin abang. Abang nggak sengaja. Aduh dek gimana nih," kata abang bakso yang tadi sedang membawa pisau itu. Abang itu sebenarnya ingin mengambil pisau yang menancap di tangan Bara, tapi abang itu tidak mempunyai keberanian untuk mengambilnya karena ia takut darah. Kini abang bakso itu malah heboh sendiri.

"Yaudah bang. Santai aja," balas cowok itu tampak biasa saja. Padahal darah yang mengalir dari tangannya semakin banyak.

Cowok itu bodoh atau bagaimana sih? Tangannya terpotong dan dia tampak biasa saja?

Anak-anak yang ada di kantin juga tidak berani membantunya. Mereka semua terlalu panik dan kebanyakan dari mereka takut darah. Beberapa perempuan membuang muka dan menutupi matanya agar mereka tidak melihat pemandangan itu.

"Eh eh gue panggil guru yaa!" sahut salah satu perempuan.

Dhyta menoleh ke arahnya, kemudian mengangguk. "Iya," Jawabnya. Usai cewek itu pergi, Dhyta kembali memandang luka yang ada di tangan Bara. Ia merasa kasihan dengan cowok itu. Tangannya terluka dan ia baru baru saja ditolak cewek. Entah kenapa tiba-tiba Dhyta merasa tidak enak.

"Ya ampun Bara. Seharusnya lo nggak gini. Gue sangat berterimakasih banget karena lo mau nolong gue. Kalo lo nggak ngedorong tangan gue, mungkin tangan gue yang bakal kena," Kata cewek itu merasa bersalah. Matanya mulai panas. Rasanya Dhyta ingin menangis, tapi ia menahannya. Sesungguhnya ia tidak kuat melihat tangan cowok itu terpotong. Apalagi ketika Dhyta melihat ekspresi kesakitan yang ada pada wajah cowok itu. Dhyta semakin berasa bersalah.

"Iya udah nggak apa-apa," balas Bara dengan santai.

Dhyta terdiam selama beberapa saat. Tampaknya cewek itu sedang memikirkan sesuatu. "Yaudah sebagai tanda terimakasih gue, gue terima lo jadi pacar gue deh." tukas Dhyta tiba-tiba. Merasa yakin dengan pilihannya.

Mendengar itu, cowok itu diam diam menyunggingkan senyuman kemenangannya.

"Ya ampun Dhyt, makasih." Jawab cowok itu terharu. Kemudian cowok itu melirik topi yang nggak jauh darinya. "Dhyt, bisa ambilin topi gua nggak? terus taro topinya di atas luka gua," pinta cowok itu.

Dhyta mengangguk. Perintah dari cowok itu langsung dilakukan olehnya. Ia menaruh topi di atas luka cowok itu. menutupi luka serta salah satu tangannya.

Tangan cowok itu mengambil pisau yang ditutupi oleh topi. Perlahan ia mengeluarkan pisau itu dari dalam topinya. Anak-anak yang menontonnya tampak terlihat itu ketika melihat Bara mengeluarkan pisaunya. Tak lama kemudian, pisau yang menancap di tangannya sudah di keluarkan. Hebatnya tidak ada bekas darah di pisau itu. kontan hal itu membuat semua orang yang melihatnya kebingungan.

Cowok itu menatap topinya, lalu melirik Dhyta. Seperti yang ia duga, Dhyta memandangnya dengan tatapan bingung sekaligus terkejut.

Salah satu sudut bibir cowok itu tertarik ke atas.

Kemudian, dengan santai Bara memakai topi itu di kepala. Secara mengejutkan, tangannya yang tadi berdarah malah tampak biasa saja sekarang. Tak ada darah yang menghiasi tangannya. Bahkan lukanya hilang. Keadaan tangannya tampak sama seperti sebelum terkena pisau.

Lagi-lagi semua anak dibuat bingung dengan apa yang dilakukan Bara. Mereka memasang ekspresi terkejut sekaligus tak percaya. Kebanyakan dari mereka melongo. Tak hanya itu, Dhyta tampak terlihat syok . Cewek itu menggelengkan kepalanya tak percaya.

Sementara Bara sendiri, ia tersenyum dengan penuh kemengangan karena berhasil mengelabui teman-temannya.

***

"#g��aؚ

Ten Eyes To DisappearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang