BOGOR, ID
"Ada yang mau lawan nggak?" tanya cowok botak ketika ia berhasil mengeluarkan kartu angka dua.
Seorang cowok menyunggingkan sebuah senyuman misterius di balik masker berwarna birunya. Ia menatap kartu miliknya dengan bangga. Lantas cowok yang memakai masker itu pun mengeluarkan empat kartu dengan angka yang sama namun berbeda kasta1.
1. Contoh: 4 kartu bridge yang semuanya berangka 5, 5 club, 5 spade, 5 heart, 5 diamond.
"Yaelah gitu doang," tukas cowok yang memakai masker itu dengan bangga. Ini adalah kali keempatnya cowok itu memenangkan permainan poker ini. Dalam empat permainan ini, cowok itu berhasil mengalahkan teman-temannya dengan bom kartu. Tahu kalau si cowok bermasker itu menang lagi, ketiga lawannya langsung memperlihatkan ekspresi malas sekaligus kesal.
"Henceut bereum!" umpat cowok botak tadi seraya melempar sisa kartu yang ada di tangannya.
Cowok yang wajahnya di tutupi masker itu kembali tersenyum bangga. "Kalah lo, Ki."
Cowok perawakan sunda yang disebut Ki itu mengerucutkan bibirnya. Pasalnya ia tadi baru saja mengeluarkan kartu angka dua. Andai saja cowok bermasker –yang tampaknya sedang dalam keadaan sakit - itu tidak mengeluarkan kartu bom, pasti ia sudah lanjut jalan. Padahal hanya butuh satu langkah lagi untuk menang.
"Menang mulu lo. sekali lagi menang, gue kasih piring." Ledek seorang cowok berkacamata. Di tangannya masih terdapat lima kartu bridge. Ditatapnya kelima kartu tersebut dengan serius.
"Udah Arvid menang ini mah," celetuk seorang cewek yang duduk di sebelah cowok berkacamata.
"Nggak deh." cowok yang dipanggil Ki itu menggeleng. "Kalo lo menang lagi tapi pake kartu murni, aing traktir makan di kantin, Vid," Celetuknya meremehkan.
Mendengar itu, cowok bermasker yang dipanggil Vid itu membelakakan matanya. Ia tampak tertarik dengan celetukan temannya itu. "Serius? Weh, gue pegang janji lo ya!"
Ki menganggukkan kepala dengan santai. Baginya mana mungkin cowok itu menang dengan kartu murni. Itu jarang sekali terjadi. Dan kalaupun terjadi, pasti hanya sekali dalam seminggu. Perbandingannya bisa 1:300 kali permainan. Dengan kemungkinan yang sangat kecil itu, Rizki yakin kalau temannya yang hari ini sedang dalam keadaan terserang flu itu tidak akan menang untuk yang kelima kalinya.
"Rizki kayak punya uang aja segala mau traktir Arvid," komentar cowok berkacamata itu.
Merasa namanya dipanggil, cowok botak itu pun menoleh ke arah Fathi –cowok yang memakai kacamata- dengan tatapan santai seolah ia bisa mengatasi semuanya. Sorot matanya seolah berkata Arvid-tidak-akan-menang-dengan-kartu-murni.
"Yaudah. sekarang Rizki diganti sama Aziz ya. Rizki kan kalah," gumam Nadia –cewek yang duduk di sebelah Fathi.
Karena kalah, Rizki pun bangun dari tempat duduknya. Tempat duduk itu kini diduduki oleh seorang cowok berbadan besar dan berkulit hitam. Sementara itu Rizki duduk di atas meja yang berada di belakang kursi milik Aziz. Ia serta beberapa anak lainnya ikut memperhatikan jalannya permainan.
Merasa semuanya sudah siap bermain, Fathi pun mengambil semua kartu bridge yang tergeletak di atas meja. Ketika Fathi hendak mengocok kartu tersebut, tiba-tiba cowok bermasker itu menahannya.
"Sini kartunya. Gue yang ngocok," tukas cowok yang memakai masker itu.
Fathi mengangguk, lalu ia memberikan semua kartunya kepada cowok itu. Sebelum mengocok, cowok itu menggenggam semua kartu dengan satu tangan. Jari-jarinya dengan mudah menggeser kartu tersebut bagaikan membuka kipas (gerakan seperti pesulap). Salah satu suduh bibir cowok itu tertarik ke atas begitu ia melihat urutannya. Terlihat sangat mudah baginya. Kemudian ia kembali menggeser kartunya. Kartu yang tadinya berbentuk kipas itu langsung kembali menumpuk. Sedetik kemudian, cowok itu baru mengocok kartu-kartunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ten Eyes To Disappear
ActionSatria, Arvid, Arial, Bara, dan Nevada. 5 remaja berbeda sifat, kepribadian, serta latar belakang. Tetapi tertarik dengan satu hal yang sama, Magic. Kelima remaja yang tidak jauh dari bercanda bercandaan itu tiba-tiba saja dipersatukan dalam s...