3. No Signal

64 7 2
                                    





Kelopak mata milik satu-satunya cewek di ruangan itu mulai bergerak, menandakan dirinya sudah terbangun. Cewek itu mengerjapkan matanya berkali-kali seraya menggeliatkan tubuhnya. Setelah itu, cewek berambut sebahu itu mengedarkan pandangannya ke sekitar dalam keadaan masih setengah sadar. Begitu melihat sekeliling, cewek itu langsung membelakakkan matanya.

Gue dimana anjir?

Tentu saja Nevada keheranan. Ia tidak mengerti mengapa tiba-tiba ia berada di tempat ini. Di sebuah ruangan yang berisi beberapa sofa, beberapa rak, sebuah televisi, serta ... ASTAGA! Di sana juga ada empat anak cowok yang seumuran dengannya sedang tertidur.

Saat itu juga Nevada dapat merasakan sambaran kengerian di dalam tubuhnya.

Ia memandang tubuhnya sendiri lewat pantulan cermin yang ada di dekatnya. Ia tampak baik-baik saja. Masih menggunakan seragam sekolahnya dengan rapi.

Nggak. Gue nggak kenapa-napa.

Seingat Nevada, ia tadi masih berlari karena dikejar Daniel. Ia mencoba untuk mengingat kejadian selanjutnya. Semakin Nevada berusaha mengingat, ia semakin kebingungan. Kepalanya terasa berdenyut, lantas ia pun memutuskan untuk berhenti mengingat. Ia tahu itu tak akan beguna, jadi ia tak mau repot-repot mengingatnya.

Nevada segera meraih tas yang masih ia gendong di belakang punggungnya. Ia mengambil ponsel miliknya, hendak menelepon Austin untuk memberikan kabar. Namun mata Nevada justru membulat tatkala ia melihat sinyal pada ponselnya. Disana tertulis,

NO SIGNAL.

"Kampret! Nggak ada sinyal! Mampus nih gue!" umpatnya pada diri sendiri.

Tidak mau putus asa, cewek itu lantas mematikan ponselnya, lalu menyalakannya kembali. Ia berharap setelah dinyalakan ponselnya akan mendapat sinyal. Ternyata hal itu sama sekali tak berguna. Ponselnya tetap tak mendapatkan sinyal.

"Austin tolongin gue!" rengeknya seraya terus menepuk nepuk ponsel. Nevada tahu hal itu memang tak dapat membuat ponselnya langsung mendapatkan sinyal, tetapi apa salahnya mencoba?

Suara ribut yang dihasilkan Nevada membuat salah satu dari keempat cowok itu terbangun. Tanpa Nevada sadari, salah satu di antara mereka berdiri dan berjalan ke arahnya.

"Lo lagi ngapain?" tanya cowok itu yang sukses membuat Nevada terlojak kaget.

Nevada menoleh, "Jangan sentuh gue!"

"Weh santai," katanya seraya mengangkat kedua tangan ke atas. "Gue nggak ngapa-ngapain lo kok." Cowok itu melanjutkan. Seakan dia mengerti maksud si cewek.

Nevada tak menjawab. Ia menatap cowok itu dengan tatapan tajam. "Gue nyulik gue ya?" tuduh Nevada curiga.

Cowok berkulit hitam itu menggeleng. "Nggak. Sumpah bukan gue yang nyulik lo."

"Terus kalo bukan lo yang nyulik gue, lo ngapain disini?"

"Gue diculik juga," jawab cowok itu.

Mendengar jawaban cowok itu, Nevada langsung membelakakkan matanya, lalu mengerutkan dahinya, tak mengerti.

Cowok itu memandang tiga cowok lain yang masih tergeletak di lantai. "Menurut dugaan gue, lo, gue, dan tiga cowok ini diculik. Soalnya gue inget banget sebelum ini gue lagi ada di tukang tambal ban, lagi nambal ban sepeda gue. Gue rasa, gue dibius." Jelas cowok itu seraya duduk bersila di hadapan Nevada.

Dari jarak kurang dari satu meter, Nevada memperhatikan wajah cowok itu. Matanya memancarkan sorotan kejujuran. Nevada juga tak menemukan kebohongan dari raut wajahnya.

"Lo dibius juga?"

Tadi Nevada sudah mencoba mengingat. Yang bisa ia ingat adalah saat-saat dimana ia berlari, kemudian menabrak seseorang.

Ten Eyes To DisappearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang