8. Searching

30 1 0
                                    

JAKARTA

"Niel. Gimana nih? Gue takut masa." Dias terus saja mengetuk-ketukkan kakinya pada lantai. Sesekali Dias juga menarik ujung seragam Daniel yang duduk satu tangga di bawahnya.

Daniel mendesis seraya menoleh ke belakang. "Takut kenapa sih?"

"Gue takut Nevada beneran diculik. Udah dua hari ini dia nggak masuk, Niel." Jawab Dias dengan nada suara seperti ingin menangis. Bukannya Dias ingin menangis, melainkan itu memang gaya suaranya.

"Ya terus kalo Nevada diculik kenapa? Santai aja kali, kan bukan kita yang nyulik dia." Daniel kembali memandang ke arah lapangan, menonton anak-anak yang sedang bermain basket.

"Iya sih, bukan kita yang nyulik, tapi kan kita saksinya." Timpal Bagas seraya memakan tahu goreng.

"Nah itu, Niel. Gue takut kita dituduh," tukas Dias.

Terlihat sekali bahwa kedua temannya cemas dan ketakutan. Well, sebenarnya Daniel juga merasa ketakutan. Ia tahu, kalau pun Nevada benar-benar diculik, pasti ia yang jadi sasarannya. Mereka bertiga merupakan satu-satunya saksi yang melihat kejadian itu. Dengan begitu, pasti ujung-ujungnya mereka yang diinterogasi.

Hingga saat ini, belum ada yang sadar kalau Nevada diculik. Sudah dua hari Nevada tidak masuk sekolah. Kebanyakan temannya berpikir kalau Nevada sakit, atau izin pergi. Untuk sementara ini, Nevada alfa dalam absennya. Tak biasanya Nevada alfa, tetapi tak satu pun di antara teman-temannya yang curiga.

"Selama nggak ada yang curiga, kita tenang aja." Daniel berusaha untuk menghibur. Sayangnya tak ada unsur hiburan di dalam kalimatnya sehingga kedua temannya tak terhibur sama sekali.

Dias bersandar pada dinding. "Tapi, Niel," Dias menjeda ucapannya. Ia menunggu seorang anak perempuan menuruni tangga. Begitu perempuan itu sampai di tangga paling bawah, Dias menepuk bahu Daniel. "Gimana kalo ada yang curiga?" tanya Dias. Nada suaranya seperti orang mau menangis. Tetapi sejujurnya Dias tak ingin menangis, suaranya memang seperti itu.

"Nggak bakal ada yang curiga," balas Daniel seraya menyandarkan kepalanya pada dinding. "Udah lo semua tenang aja."

Dias yang duduk satu anak tangga di atas Daniel pun beringsut.

Ketiganya terdiam. Pembicaraan mereka akhir-akhir ini selalu menyangkut soal Nevada. Sebenarnya Daniel ingin melupakan kejadian itu, namun tak bisa. Kejadian dimana Nevada dimasukkan ke dalam mobil misterius selalu terputar di dalam pikirannya. Gambaran itu membuat Daniel ketakutan. Ia takut dituduh. Tak biasanya Daniel merasa takut seperti ini. Entah ia takut disalahkan atau takut diinterogasi. Yang jelas jantung Daniel selalu berdebum kencang akhir-akhir ini.

Saat mereka sedang termenung, tiba-tiba saja Bagas melihat seorang cowok yang berpakaian bebas lewat di pinggir lapangan. Cowok itu langsung dikenali Bagas. Dengan panik ia langsung memukul dengkul Daniel yang berada tepat di belakangnya.

"Niel! Niel! Liat tuh!" Bagas menunjuk cowok itu.

Daniel memandang arah tunjukkan bagas. "Kenapa?"

"Itu kakaknya Nevada, kan?" tanya Bagas.

Begitu sadar, Daniel langsung membelakakkan matanya. "Seriusan lo?"

"Yoa. Itu kakaknya Nevada. Pasti dia ke sini mau nyari Nevada," tukas Dias yakin.

Sesungguhnya Daniel sangat panik. Namun lelaki berkacamata itu mencoba untuk tetap tenang. Ia menghirup napas panjang, kemudian mengeluarkannya dengan perlahan. Pokoknya tak ada yang boleh sadar kalau ia panik. "Atau mungkin aja dia dateng ke sini buat ketemu wali kelasnya Nevada dan bilang kalo Nevada izin sakit." Daniel berusaha berpikiran positif.

Ten Eyes To DisappearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang