TANGERANG
"Sip. Besok step fly." tukas Satria sembari mengangkat jempolnya ke arah Alfi. Lelaki itu kini tengah berjalan menuju sepeda fixie miliknya yang ia parkirkan di bawah pohon.
Satria langsung mengerutkan dahi begitu ia tiba di depan sepedanya. Ia dikejutkan dengan ban sepedanya yang terlihat bocor. Kedua ban itu loyo, tak terisi angin. Kontan Satria langsung berjongkok untuk memeriksa sepedanya. Matanya tertuju pada ban bagian depan, menerawang kerusakan yang ada disana. Perlahan ia mendekatkan tangannya pada karet ban itu, lalu menyentuhnya, berusaha mencari sesuatu yang membuat ban itu bocor. Tak sampai setu menit, tangan Satria merasakan sesuatu yang mengganjal pada karet ban. Sebuah paku payung menancap di sana. Sudah jelas, itu yang membuat ban sepedanya bocor.
Tanpa bertanya pun Satria sudah tahu apa atau siapa penyebab dari bocornya ban sepeda miliknya. Geng ozna, pasti mereka pelakunya. Geng tongkrongan yang dikenal nakal itu memang tidak menyukai Satria. Tentu saja hal itu membuat Satria yakin kalau merekalah pelakunya. Ditambah lagi Satria juga ingat kalau tadi pagi bannya masih baik-baik saja. Lagi pula ini juga bukan kali pertamanya. Satria sudah sering mengalami hal seperti ini. Well, mereka memang suka cari ribut dengan Satria. Beruntung hari ini mereka hanya mengempeskan ban sepeda Satria. Mereka bisa saja berbuat lebih parah. Sebelum ini Satria pernah dilabrak oleh mereka. Selain itu ban sepeda Satria juga pernah dicopot sehingga Satria harus menggendong sepedanya ke tukang tambal ban.
Menyebalkan bukan?
Eh, atau menyedihkan?
Tentu hal itu sangatlah menyebalkan bagi Satria. Setiap hari, sepedanya selalu saja dirusak. Walau menyebalkan tetapi Satria tidak pernah berniat untuk membalas dendam. Bukannya Satria sok sabar, tapi ia tahu akibatnya jika ia melawan. Satria bukan orang yang gegabah. Dia tahu, kalau dia membalas dendam ujung-ujungnya dia yang kalah. Ya jelas saja, satu geng melawan satu orang? Tentu satu geng yang menang.
Melihat keadaan ban sepedanya yang seperti itu, mau tak mau Satria harus menggiringnya menuju tukang tambal ban terdekat. Memang sih dia merasa sedikit marah, tapi Satria tak bisa berbuat apa-apa selain membawa sepedanya ke tukang tambal ban. Satria tahu, satu-satunya hal yang dapat memperbaiki sepedanya adalah dengan membawanya ke tukang tambal ban, bukan dengan marah-marah.
"Sepeda lo kenapa, Sat?" Tanya Kia ketika cewek itu melihat Satria keluar dari gerbang sekolah seraya menggiring sepeda.
Suara Kia yang sudah familiar di telinga Satria membuat cowok itu langsung menolehkan kepalanya. "Bannya bocor," jawab Satria dengan ekspresi pasrah.
Melihat ekspresi pasrah Satria yang tampak seperti bapak-bapak terlilit utang membuat Kia ingin tertawa. "Ya ampun Sat, bocor lagi." balasnya, kali ini Kia mengarahkan matanya ke bagian ban sepeda fixie milik Satria dan memandangnya selama beberapa saat, kemudian kembali menatap wajah Satria yang berjarak sekitar satu meter di hadapannya. "Gue nggak ngerti lagi sama kelakuan mereka deh. Setiap hari pasti sepeda lo di rusak sama mereka. Besok-besok lo pake elang aja dah biar nggak dirusakin lagi. Hehe," celetuk Kia sambil tertawa renyah.
Satria ikut tertawa renyah, "Kalo gue punya mah udah gue bawa kali, Ki," Jawab Satria iseng.
"Yaelah, gaya," Ledek Kia. "Oh ya, minggu depan kan temen gue ultah. Lo bisa nggak ngisi di acara ultah temen gue? Nanti di bayar kok. Mau nggak?"
Ada jeda selama beberapa saat. Satria mencoba untuk menimbang tawaran Kia.
Kalau dipikir-pikir, tawaran itu terdengar bagus. Dengan tampil di acara seperti itu, Satria bisa semakin terkenal. Selain itu, ia juga bisa mendapatkan penghasilan sendiri dari pertunjukannya. Tawaran itu tentu saja tidak akan Satria tolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ten Eyes To Disappear
AcciónSatria, Arvid, Arial, Bara, dan Nevada. 5 remaja berbeda sifat, kepribadian, serta latar belakang. Tetapi tertarik dengan satu hal yang sama, Magic. Kelima remaja yang tidak jauh dari bercanda bercandaan itu tiba-tiba saja dipersatukan dalam s...