“DEWI!!” Bian berusaha melepaskan pelukan perempuan bernama Dewi dari tubuhnya, Bian teringat beberapa tahun lalu, saat itu dia mengenal Dewi ketika usianya masih 17 tahun, seorang mahasiswi tingkat pertama jurusan ekonomi dari universitas terkenal di kota itu. Dewi yang sedang mekar dan ranum sangat menggoda bagi Bian untuk memetiknya. Hubungan mereka saat itu berlangsung sekitar 3 bulan lebih, cukup singkat tapi hubungan mereka begitu panas, baik di ranjang dan pertengkaran-pertengkaran yang mengiringi. Bian tidak menyangka, Dewi yang dulu ingusan bisa berubah menjadi sosok yang dewasa dan matang secara fisik. Tingginya hanya 160cm, tapi dengan asset yang montok didukung wajahnya yang kebule-bulean cukup membuat siapa saja yang melihat tergetar. Begitu juga NIla, rasa minder itu menyerang lagi, nyalinya langsung ciut begitu tahu ada perempuan blesteran yang sangat cantik memeluk manja Bian.
“Permisi pak.” Nila memalingkan muka dan pergi,dia tak sanggup lagi untuk terus berada di sana. Meski penasaran, sepertinya dia juga tak membutkan penjelasan.
“Nila, tunggu.” Ah, Bian memanggilnya NIla di depan Dewi, bukan baby girl. Padahal sebelumnya Bian cuek ketika memanggilnya dengan sebutan baby girl di depan siapa saja dikantor ini.
Nila mengacuhkan panggilan Bian, rasa khawatir dan kaget berkecamuk di pikiran Bian. “Let me go!” Bian menghentakkan kedua tangan Dewi dan membentaknya.
“Mas! Kamu ga kangen sama aku?”ujan Dewi dengan mata berkaca-kaca. Dewi the drama queen. Itu sebabnya Bian mendepaknya lima tahun lalu.
“Menurutmu apa saya harus?” Bian balik bertanya, “Ngapain kamu disini?”
“Lho mas Bian ga tau? Saya kan sekertaris barunya mas.”
“What!??” memang sih, selama ini Bian tidak pernah mengurusi soal siapa yang akan menjadi sekertaris barunya untuk menggantikan yang lama, tapi sepertinya mulai saat ini dia harus ikut campur, karena Dian seorang pencuri dan sekarang Dewi.
Dewi mengusap lengan Bian dan merangkulnya. “Mas Bian, akhirnya kita bersama lagi.”
“Dengar ya.” Bian melepaskan tangan Dewi dengan kasar dan memandang Dewi lurus kematanya. “Ini kantor, kamu harus professional. Saya tidak suka kalau di campur adukkan dengan urusan pribadi.”
“Siap boss ganteng!” Dewi memposisikan badannya dengan sikap hormat ala militer. “Mas?”
“Apa lagi?”
Dewi menghela nafas dan memandang ke arah selangkangan Bian dan mengigit bibirnya, sikap itu, Bian masih ingat sikap itu, sikap ketika gairah melanda Dewi. Dulu itu membuatnya ‘gila’ tapi sekarang hal itu justru membuatnya ‘capek’
“Profesional!” Bian mengingatkan dan berjalan masuk ke ruangan kantor.
From : Boss Bian
Baby girl? R u ok?
Nila membaca sms dari Bian dan menghela nafas. Dia sendiri tak tahu apakah dia baik saja atau tidak. Yang jelas dia merasakan sedih.
“Memangnya aku nih siapanya ya? Kenapa aku ngerasa kayak begini.”Gerutu Nila pelan.
To : Boss Bian
Ok.:) selamat bekerja semangat!! Fighting!!
Dewi atau siapapun itu, tak ada hubungannya dengan dia, jadi ya biarkan saja. Toh dia dan Bian hanya teman kerja. Teman kerja ya. Nila merasa aneh dengan kata itu sekarang. Apa karena dia mengharapkan lebih? Tapi bukannya dia sendiri yang selama ini selalu menekankan bahwa mereka hanya teman kerja? Ada perasaan sedikit menyesal dalam diri Nila karena selama ini dia begitu keras kepala. Keras kepala bahwa Bian tidak serius terhadapnya.
