part 8

6.3K 257 10
                                    

“Bian…  Bian… lo tuh womanizer… bisa gitu ya.” Noel menahan tawanya daritadi, memang seharusnya dia berempati untuk saat ini, tapi hal ini benar-benar terdengar konyol. Apalagi dia melihat luka di bibir bawah Bian.

Bian memandang sinis dan jengkel wajah Noel. “Kan uda gue bilang, Nila itu membuat gue runtuh luluh lantak.”

“Iya tau, she’s stuck in your brain.”

“Yes, yes, and yes.”

“And on your dick.” Noel tertawa.

“Shut up!!”

“Ok.. ok.. sorry, trus lo mau apa lagi?”

Bian mengetuk-ngetukkan ballpointnya di meja, “ga tau, yang jelas sakit dada gue.”

“Yasudah, move on. Lupakan aja, anggap semuanya ga pernah terjadi.”

“Gue ga bisa, gue ga mau move on, gue mau terus berusaha ngedapetin Nila.”

Noel menaikkan alisnya dan melihat Bian langsung kematanya.”Serius?”

“Lah kan udah gue bilang, gue serius, kali ini gue serius. Gue super serius!” Bian bangkit dari kursinya dan menggebrak meja, Noel dan Bian saling pandang dengan ekspresi serius, sampai beberapa saat kemudian Noel tersenyum dan menghela nafas.

“Yasudah kerahkan aja teknik-teknik mendekati wanita yang selama ini lo punya, selalu berhasil kan?”

 Bian menggeleng dan berjalan ke tengah ruangan. “Cara itu untuk playboy, untuk gue yang dulu No.”

“Ooh, lo mau merubah image? Tapi berdasarkan apa yang lo lakuin tadi ke Nila bukannya udah telat?”

Bian mengusap rambutnya dengan frustasi. “Itu dia, sekarang gue bingung mau ngapain, rasanya bunga dan kata rayuan ga akan bisa, gue udah buat dia ketakutan.”

“Bro…” Noel menepuk pundak Bian. “Minta maaf aja dengan tulus itu sudah cukup, datanglah ke rumahnya, tunjukkan kamu sungguh-sungguh menyesal. Ga perlu ribet kok. Lagipula Nila itu wanita sederhana, pikirannya juga pasti sederhana.”

Bian menoleh Noel dengan tersenyum lemah. “thanks, mungkin bisa gue coba.”

***

Bian mengetuk pintu rumah Nila beberapa kali, tak ada jawaban, sudah hampir 15 menit dia berdiri di depan pintu seperti ini, dia mencoba menelepon juga tak ada jawaban. Semarah itukah Nila terhadapnya? Bian memandang mobil hellokitty Nila, menghampirinya, dan menyentuh kap mobilnya. Mesinnya sudah dingin, berarti dia sudah berada di rumah daritadi.

Setengah jam berlalu, Bian mengetuk pintu rumah mungil Nila sekali lagi, Bian mendengar langkah kaki diseret, kunci pintu diputar lalu di buka. Nila memandang Bian dengan mata setengah tertutup dan sebuah boneka hellokitty di pelukan tangan kanannya.

“Hai.” Sapa Bian.

Mata Nila langsung terbuka lebar, rasa ngantuknya mendadak lenyap begitu saja. “P-pak?” Nila seperti mengingat sesuatu dan dengan cepat Nila mendorong pintu untuk menutupnya. Tapi Bian lebih cepat,

“Nila, please, kita butuh bicara.” Badan Bian terjepit pintu. “Kamu ga akan membiarkan aku terjepit seperti ini kan?”

Nila melepaskan kenop pintu dan membiarkan Bian masuk. “Tolong tutup pintunya.” Nila berjalan masuk ke ruang tamu.

Bian Menutup dan mengunci pintu depan, kemudian mengikuti Nila berjalan ke arah ruang tamu. Rumah Nila mungil, mungkin hanya tipe 36 dengan satu kamar yang mayoritas berwarna ungu, ruang tamu dan sekaligus dapur, terdapat meja makan untuk dua orang di dekat jendela. Mungil memang, tapi cukup nyaman. Bian melihat Nila sudah duduk di sofa dengan motif bunga-bunga berwarna ungu. Overall, rumah ini mayoritas berwarna ungu.

My 200 Pounds FianceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang