part 12

5.8K 256 30
                                    

Nila berusaha tetap tenang, “kamu pikir aku tau siapa pacar pak Bian?”

“Iya, kamu bekerja disini udah lama kan?”

“Saranku sih Tanya langsung saja sama beliau. Saya ga mengurusi kehidupan pribadi pak Bian.”

“Hmm, gitu ya. Yasudah nanti aku langsung ke rumah Bian aja deh. Kangen juga lama ga kesana.” Dewi berkata demikian dengan nada ceria.

“Iya sebaiknya begitu aja. Aku balik ke ruangan dulu ya.”

“Oke. Thanks ya Nila, semoga kita bisa jadi temen baik. Kan kita seumuran..” Dewi menggenggam kedua tangan NIla dan menatapnya langsung ke mata.

“Ok..Ok..” sahutnya sambil tersenyum lemah yang dipaksakan.

Nila berjalan sangat lambat, dia gelisah, haruskah dia menarik kata-katanya tadi? “Pak Bian saya menarik kata-kata saya tadi. Maaf saya tidak jadi.”

Bian membalikkan badannya dan memandang Nila dengan rahang mengeras. “Maksudmu?”

“Saya tidak jadi menjadi kekasih bapak.”

Bian tertawa miris, “Kamu bercanda?”

Nila memandang Bian dengan mata berkaca-kaca.

“Apa alasannya?”

“Uhmm..” Haruskah Nila menceritakan kejadian tadi di toilet. Sepertinya dia harus, karena mungkin saja Bian mau menerima alasannya,tak masalah seandainya dia yang harus mundur. Mumpung semuanya belum  terlambat. “KArena Dewi.”

Bian menggosok dagunya dan sudut bibirnya dengan jemari tangan kanan. “Kan sudah aku bilang, Dewi masa lalu, kamu masa depanku.”

“Tapi Dewi masih mencintai bapak. Sedangkan saya orang baru, saya…” ya dia adalah orang baru dan itu rasanya menyakitkan, mengetahui dulu Bian dan Dewi pernah bersama, tapi dia jelas tak bisa mengubah masa lalu.

“Ya biar saja dia masih mencintai siapapun, kan yang terpenting aku hanya cinta ke kamu, dan sekali kamu bersedia menjadi kekasihku, sudah paten, ga bisa di tarik lagi titik. Lagipula tau darimana kamu tentang hal itu?”

“Tadi ketemu di toilet. Dia Tanya apa bapak punya kekasih atau tidak. Dan katanya dia masih cinta bapak.” NIla berkata dengan suara yang semakin melemah. BIan memeluk Nila lembut.

“Baby girl,… jangan khawatir ya.. lalu kamu jawab apa?”

“Uhm,.. saya suruh Tanya bapak langsung. Saya tidak tau.”

“Lah kenapa ga kamu jawab kalau kamu kekasihku.”

“Eh,.. “ NIla tersenyum malu.

“Baby.. stop panggil aku bapak donk. Panggil aja mas, atau apapun yang kamu mau.”

NIla  memandang Bian. “ Kalau panggil meong boleh?”

“HA?” Bian tertawa terbahak. “Salah ya aku, ah kamu ini.” Bian mencubit lembut pipi Nila yang seperti bakpao. “Maksudku panggil selain bapak tapi ya ga meong juga.”

“Iya, tapi kalau di kantor saya tetap panggil bapak.”

Bian mengusap-usap pipi NIla dengan ibu jarinya. “Baiklah. Apa  pun yang membuatmu ngerasa nyaman.”

“Pak..”

“Ya?”

“Dewi bagaimana?”

“Nanti saya urus. Yang penting kamu harus percaya. Pelan-pelan aja baby girl. Nikmati saja hubungan kita ini, jangan terlalu ngoyo, aku sabar menunggu sampai kamu benar-benar mencintaiku.”

My 200 Pounds FianceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang