Sore ini, Bian memutuskan untuk pergi ke gym, sudah hampir seminggu lebih dia tak berolahraga, mungkin hal itu juga yang menyebabkan sering terbangun di malam hari, karena merasa badannya sakit semua. Sebenarnya Bian bukan penggila olahraga, tapi bergaya hidup sehat minimal seminggu dua kali berolahraga tak ada salahnya kan, dan terlebih lagi, wanita lebih tergila-gila jika memandang tubuh telanjangnya yang berotot dan six pack hal Itu memberikan performa lebih di atas ranjang.
"Dian.." Bian melihat jam tangannya. "Saya pulang, kamu jangan terlalu malam ya, bahaya prempuan pulang terlalu malam."
"Mas.." Dian memanggil lirih.
"Kenapa?"
Dian mengigit bibir bawahnya, "Ga jadi mas, ga pa-pa hati-hati di jalan." Bian tersenyum kemudian menghampiri Dian.
"Kenapa? Katakan aja, nanti di simpen terus jadi jerawat lho."
Dian tertawa kecil dengan suara yang genit di buat-buat. "Mas ini, bisa aja deh. Uhm.. saya seneng lho mas di ajak makan malam kemaren, hanya saja.. lain kali kalau Cuma kita berdua aja gimana mas?"
Bian lebih mendekatkan lagi tubuhnya hingga hampir saja bersentuhan, mereka berdua berhadapan, bian bisa dengan jelas melihat beberapa sunspot yang menghiasi pangkal hidung Dian, matanya yang sayu, bibirnya yang merekah.
"Boleh." Bian menjawab dengan parau, kemudian dia berdehem dan memundurkan langkahnya, kekecewaaan terpancar jelas di wajah Dian. "Lain kali ya, akhir-akhir ini saya sibuk."
"Iya mas." Dian menunduk berpura-pura melihat kertas yang ada di meja. Dia kecewa, apa menurut Bian dirinya tak menarik? Sepertinya Bian lebih tertarik dengan cewe gendut itu.
"Bye." Bian berjalan menuju parkiran, dan sekali lagi, sepertinya tiga hari ini dia terlalu sering bertemu Nila dimanapun di melangkah.
"Lho, belum pulang?" Bian mendapati Nila masih menyeret sebuah gulungan kain yang cukup berat.
"Sebentar lagi pak, Cuma mau taruh ini di ruangan. Mari pak." Nila kembali menyeret-nyeret gulungan kain itu.
"Sini aku bantu." Tanpa bisa dicegah, Bian sudah mengangkat ujung gulungan yang satunya.
"Makasih pak." Mereka berdua bergotong royong membawa gulungan kain itu melewati meja kerja Dian. Dian hanya bengong mengikuti gerak mereka, dia sampai tidak menyadari bahwa Nila menyapanya dengan ramah.
"Fuuh!, beratnya, makasih ya pak." Nila mengusap dahinya meski tak berkeringat.
"Habis ini mau kemana?"
"Uhm, pulang." Jawab Nila singkat.
"Mobilmu udah bener?"
"Blom pak, naik taksi."
"Pulang sama saya aja yuk."
"Waduh pak, ga usah deh, ga enak sama orang-orang."
Bian mengerenyitkan dahinya. "Ga enak sama orang-orang?"
"Iya pak, bapak denger gossip kan?"
"Ooh gossip yang itu. Ga usah dipedulikan, selama kita Cuma berteman, buat apa di dengerin. Kenyataannya kan kita memang hanya berteman." Bian berulang kali menegaskan kata berteman.
"Saya ga enaknya karena saya takut pegawai yang lain iri, karena bapak pilih kasih, bukan karena masalah berteman atau mempunyai hubungan pak."
Bian menggaruk lehernya. "iya ya, saya mikirnya kejauhan. Dah g pa-pa yuk, lagipula kan memang mobilmu masih di bengkel."
"Ah pak ga usah, bener deh pak, saya bisa naik taksi."
"Taksi itu ga aman. Saya antar aja."
"Mending bapak antar Dian aja pak, saya pasti aman naik taksi, mana ada yang tertarik sama saya sih pak, selama saya hidup saya belum pernah mengalami pelecehan sexsual."
