part 16

5.5K 256 28
                                    

Bian keluar dari kamar mandi hanya berbalutkan handuk disekeliling pinggangnya, udara dingin dari AC membuatnya sedikit mengigil, tapi perhatiannya tertuju pada hal yang jauh lebih menarik. Dia melihat nila masih dengan posisi yang sama, terlentang di kasur dengan kaki menggantung di bawah, yang membedakan adalah terdengar suara ngoroknya, menandakan Nila sedang tidur. Bian tersenyum dan menghampiri Nila, ikut berbaring disebelahnya, dia mengamati wajah Nila.

“Baby girl….” Bian memanggil Nila dengan lembut, tangannya membelai-belai pipi NIla. “Baby girl ayo bangun..”

Nila mengerang lalu membalikkan badannya dan memeluk Bian seperti memeluk guling, tapi sepertinya kulit Bian yang masih lembab terasa dingin ketika menyentuh pipinya, hal itu membuat Nila terbangun. Aroma strawberry. “Baby girl…”

“Hmm?” Nila melonjak melepaskan pelukannya. Matanya melotot melihat Bian yang bertelanjang dada dan berbalut handuk sedang terbaring. Untuk sesaat Nila tak bisa bernafas.

“Kenapa baby?”

“Ga pa-pa. aku ketiduran ya.” Nila berjalan dan memilih duduk di sofa, pandangannya lurus ke depan.

“Iya, kasihan my baby girl kecapekan ya, mandilah, habis itu kita makan malam.”

Nila melihat jam tangannya, ah sudah hampir jam 7 malam. Dia berjalan menuju kamar mandi tanpa melihat Bian, ah dia lupa membawa baju ganti lagi. “Aku ga punya pakaian dalam lagi nih.” Nila mendadak kesal mengingat apa yang sudah dilakukan Bian terhadap semua pakaian dalamnya.

“Gampang nanti beli.”

Nila melirik Bian sekilas, “Baiklah..”

***

“restoran mewah lagi?” Nila berfikir, pernahkan Bian makan di warteg atau warung pinggir jalan.

“Aku mau kenalin kamu sama seseorang.”

“Siapa?” Nila penasaran.

“Yuk.” Bian menggenggam jemari nila.

Nila melihat Bian melambaikan tangan ke arah kanan, Nila mengikuti pandangannya dan melihat seorang laki-laki dan wanita paruh baya memandang mereka berdua dengan senyuman yang ramah dan hangat.

“Orang tuamu?” Nila terkejut, sangat terkejut, dia tidak mempersiapkan apapun.

“Iya.. relaxs.” Bian mengusap punggung nila.

“Ibu..” Bian mencium pipi ibunya dan memeluknya erat, kemudian dia memeluk ayahnya. “Ini Nila.”

Nila sangat gugup, sampai-sampai dia merasa tidak bisa tersenyum. Nila menyalami mereka bergantian dan mengucapkan “Selamat malam, senang bisa bertemu kalian.”

Bian menarikkan kursi  untuk Nila, “Akhirnya ketemu juga sama kamu.” Ibu Bian menggenggam jemari NIla, dan hal itu membuat NIla merasa ingin pingsan saking gugupnya. Nila melirik Bian, dan Bian hanya tersenyum nakal.

“Bian sering bahas tentang kamu lho.”  Lanjut ibu Bian.

“Semoga mas Bian membicarakan yang bagus-bagus.” Nila tertawa kecil.

“Pastilah, aku cerita bagaimana aku begitu cinta sama kamu.” Bian tertawa, apa yang bian katakan makin membuat Nila malu.

“Mas Bian memang suka gombal ya om tan?”

“Iya tuh sama kayak bapaknya.” Ibu Bian meniimpali.

“He, enak aja, justru ini ibunya yang jago gombal. Dulu sewaktu kami masih pacaran, ibunya Bian ini, benar-benar perayu ulung, klepek-klepek lah pokoknya.” Ayah Bian menggenggam tangan Ibu Bian dan mengecupnya. 

My 200 Pounds FianceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang