“Eh ketemu lagi.” Noel menyapa Nila ketika bertemu di kantin kantor.
“Iya lah pak, kan satu kantor, kalo ga sering ketemu berarti ga masuk donk. Bapak kemana beberapa hari ini ga keliatan?”
“Kenapa? Kangen sama saya?”
“Ga sih pak, Cuma dunia damai ga ada bapak.” Nila tertawa terbahak.
“Yee… dasar. Biasa di suruh boss besar ke luar kota. Oh ya, sebulan dari sekarang ada fashion week lho. Kamu ga tertarik untuk ikut?”
Mendengar itu Nila langsung antusias, “Memangnya saya boleh ikut?”
“Ya boleh aja lah, memangnya siapa mau larang?”
“Maksudnya, saya kan belum pernah membuat baju selain disini pak, dan lagi saya ini belum terkenal sama sekali.”
“Pede aja lagi, fashion week itu juga ajang promosi juga untuk kita memasarkan produk baju yang kamu bikin kemarin.”
“Lalu? Saya harus gimana?”
“Ya kalau bisa sih membuat beberapa baju lagi sebagai tambahan, dan lagi persiapkan segalanya, kamu pasti lebih tau daripada aku kan? Tentang apa-apa yang seharusnya desainer lakukan sebelum fashion show.”
“Wah kalau semisal begitu ini kabar baik banget pak.” Mood Nila langsung saja berubah 180 derajat menjadi super extra bahagia.
“Bian udah datang belum? Nanti saya bicarakan hal ini dengan dia.”
“Saya belum lihat pak. Saya datang tadi langsung kesini, belum masuk kantor.” Noel memperhatikan nila dan piring gado-gadonya.
“Makan gado-gado pake nasi?” Noel mengangkat alisnya sebelah.
Nila tersenyum malu. “Kalau ga makan nasi serasa belum makan pak.”
“Ah kamu ini, boleh sih gemuk, tapi ya hati-hati lho, tau kan penyakit-penyakit yang menyerang orang gemuk?”
“Iya..” Nila menjawab lirih, dia tau banget penyakit apa aja, karena hampir di seluruh hidup dia, banyak sekali orang yang menasehatinya tentang masalah itu, jantung, diabetes, hipertensi, dan sederet penyakit-penyakit sistemik yang menakutkan. Iya memang dia tau, tapi entahlah. Nila belum merasa perlu untuk berdiet. Memang sih cukup sedikit menghambat dalam urusan mobilitas.
“Ya sudah, jangan cemberut donk, sorry ya kalo saya cerewet.” Noel menepuk-nepuk bahu Nila.
“Hehehe, iya pak ga pa-pa.”
***
“Lho, lo udah nyampe disini.” Bian heran Noel datang lebih pagi darinya.
“Heh boss. Ada kabar baik.”
“Apa?” Bian duduk di kursinya, beberapa detik kemudian Dian datang sambil membawakan kopi untuknya. “Lho, kok kamu yang antar kopi? OB nya mana?”
“Biar saya saja mas, ini saya yang bikin lho.” Dian tersenyum manja. Noel dan Bian hanya saling pandang keheranan.
“Ah iya makasih, jadi Noel kab…” Sekali lagi Noel dan Bian memandang Dian yang masih juga berdiri di situ. “Ya Dian?” Tanya Bian.
“Diminum donk mas..” Dian berujar manja.
Bian jadi tersenyum dan meraih kopi itu lalu menyeruputnya. Rasanya memang lebih enak daripada buatan OB. “Wow, enak. Pake kopi apa?”
“Cuma kopi yang ada di pantry, hanya saja punya teknik khusus waktu bikin.” Ada nada bangga dalam suaranya.
“Oh, ya makasih banyak.”
