Part 13

39 2 0
                                    

Karena di dunia nyata author sedang galau-galaunya, maka ide mengalir dengan deras. Wkwkwk
Yang masih mau tahu kelanjutan cerita ini, mana suaranya?? Tunjuk tangannya ke atas!!! 😄😍😘
Kasih sarannya juga ya agar tulisanku semakin baik ke depannya. Makasih.... *kecupcantik

***************

Tak perlu waktu lama untuk Abi menempuh perjalanan dari kantor ke apartemennya. Lembur hanyalah alasan untuk menghindar mengikuti Kharis menjenguk Aira. Sudah cukup baginya melihat pemandangan tadi siang.

Pesan teks
Kharis:
Kamu dimana?

Abi:
Aku masih di kantor.

Kharis:
Terus siapa yang bawa mobilmu pulang hah??
Cepat buka pintumu.

Dengan malas Abi membuka pintu untuk Kharis. Dan meninggalkannya masuk ke kamar mandi. Sedangkan Kharis mengambil piring dan menyiapkan makan malam untuknya dan Abi. Kharis tidak tinggal dengan Abi tapi hampir tiap malam mereka berdua makan malam bersama. Bukan karena mereka gay tapi lebih karena Kharis yang seperti seorang Ibu untuk Abi. Kharis yang akan teriak-teriak saat Abi tidak mau makan. Kharis tahu betul jika Abi tidak akan mau membeli makan sendirian dan ujungnya hanya makan mie instan atau telur mata sapi.

Abi keluar dengan rambut yang masih basah dan aroma sabun yang menguar dari tubuhnya.

"Lama bener bang mandinya kayak anak perawan. Hahaha."
Suara tawa Kharis menggelegar saat menyadari Abi sudah terlihat segar dengan celana pendek dan jersey bola kesayangannya.

Abi sudah duduk disebelah Kharis dan mulai menikmati makanan yang sudah tertata rapi di meja depan televisi.

"Enak.. Beli dimana?"

"Enaklah, siapa dulu yang beli?" Kharis menaik turunkan alisnya menggoda Abi.

"Iya deh percaya Kharis emang jago kalau masalah makanan-makanan enak."

"Hahaha... Padahal itu tadi beli atas rekomendasi Nayna. Warung biasa padahal Bi, tapi yang beli sampai antri-antri. Untung aja Nayna kenal banget sama yang punya, jadi gak perlu ikutan antri panjang." Abi mengangguk mendengar penjelasan Kharis.

Abi menyelesaikan makan malamnya dan beranjak membuat kopi di dapur.

"Mau kopi?" teriak Abi

"Boleh, seperti biasa."

Mereka berdua menikmati kopi dalam diam. Abi mulai memantik api dan menyalakan rokoknya.

"Tadi siang kenapa gak masuk ke ruangan Aira kalau memang niat jengukin dia?" tanya Khariz yang membuat Abi terbatuk dan mematikan rokoknya.

"Aku bingung mau ngomong apa kalau ketemu dia."

"Bilang aja kalau kamu cemburu lihat Aira sama Rendra. Makanya kalau cinta itu jangan diam aja. Cinta butuh diperjuangkan bro. Asal kamu tahu aja ya, selain Rendra masih banyak cowok yang antri buat jadi pacar Aira. Kalau kamu gak ada usahanya, jangan harap Aira lihat keberadaanmu. Aira belum tentu tahu kamu seperti apa. Kalau bukan kamu sendiri yang membuka diri siapa lagi? Sampai kapan kamu mau move on hah? Larinya malah ke rokok, mau merusak diri sendiri?"

Abi hanya terdiam karena semua yang dikatakan Kharis memang benar adanya. Kalimat-kalimat Kharis selalu tepat di sasaran. Bukan Kharis namanya kalau bicaranya terlalu berbelit-belit. Oleh karena itu Kharis selalu diandalkan Abi saat bertemu dengan klien yang sedikit rumit.

"Justru itu, aku harus gimana Ris? Aira kan gak tahu aku seperti apa."

"Seringlah komunikasi dengannya meskipun tidak secara langsung, setidaknya kamu bisa memanfaatkan media sosial."

"Ya sudah, aku balik dulu ya. Buang jauh-jauh rokokmu kalau masih ingin punya umur yang panjang. Merokok membunuhmu hidup-hidup, ingat itu Bi."

Sepeninggal Kharis, Abi mulai mencoba memejamkan matanya tapi yang ada justru bayang-bayang Aira dan kalimat-kalimat Kharis yang memenuhi pikirannya.

"Apa harus aku chat ya? Tapi ini sudah malam." gumam Abi

Abi:
Hai Aira. Sudah membaik? Cepat sembuh ya. Maaf tadi gak bisa ikut Kharis ksna.

Abi berpikir Aira sudah tidur tapi ternyata sepuluh menit kemudian..

Aira:
Alhamdulillah sudah baikan. Tinggal tunggu dokter kasih ijin pulang, aku juga sudah bisa pulang. Hehe

Abi:
Lain kali jangan nakal lagi ya? Makan yang banyak biar gak gampang sakit lagi.

Aira:
Makanku banyak lho mas. Gak percaya?

Abi:
Benarkah?

Aira:
Gimana kalau kita makan bareng biar mas Abi percaya?

Abi:
Boleh. Tunggu kamu sembuh benar dulu ya...

Aira:
Siap, tunggu kabar dariku yah mas.

Di tempat yang berbeda tapi di waktu yang sama terukir senyum di wajah Aira dan Abi. Mereka berdua sebenarnya belum mengerti dengan apa yang mereka rasa. Terkadang rasa nyaman tak selalu menjadikannya berujung indah.

Sehari setelahnya Aira sudah diijinkan pulang kerumah. Bukan berarti Aira sudah lepas dari pengawasan bundanya. Justru bundanya akan semakin cerewet mengingatkan Aira untuk tidak terlambat makan.

Aira:
Mas Abi, aku sudah bisa diajak makan bareng nih..

Tidak ada balasan dari Abi. Bukan dalam hitungan menit tapi jam. Sungguh menyebalkan mungkin bagi perempuan yang menunggu balasan dari kekasih hatinya. Tapi tidak bagi Aira.

"Mungkin mas Abi sibuk dikantor," pikir Aira sambil membereskan buku-buku ajarnya.

"Ra, melamunin apa sih?" tepukan Nayna dibahu membuat Aira melonjak kaget.

"Gak kok Nay, ini lagi bersih-bersih meja."

"Kamu sendiri ngapain manyun gitu?"

"Tahu tuh Kharis nyebelin. Masa iya janji nontonnya dibatalin mendadak gara-gara dia harus ke Bali sama Abi. Kamu mau nemebin aku nonton Ra?"

"Oh ternyata mas Abi lagi keluar kota, mungkin sibuk sekali." Aira tenggelam lagi dalam lamunannya.

"Tuh kan melamun lagi. Mau gak?"

"Iya deh mau. Daripada Nay manyun terus kayak gitu, terus uring-uringan tiap hari karena keinginannya gak terpenuhi. Hahaha..."

"Aira gitu banget sih. Gak ikhlas nemeninnya?"

"Ikhlas Nay, apa sih yang gak buat kamu sayangku."

Aira dan Nayna tertawa bersama. Mereka berkemas untuk pulang dan bersiap menonton pada malam harinya.

Tbc

Introvert ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang