"Kai," Panggil seorang bapak paruh baya pada putranya yang masih berumur 10 tahun. Ia tersenyum begitu bangga melihat anak semata wayangnya yang ia asuh dengan susah payah, kini sudah saat nya untuk masuk sekolah Hogworts. Sekolah dimana disana diajarkan untuk memperkuat kekuatan sihir yang mereka punya.
"ada apa ayah,?" Kai kecil merasa aneh saat tiba tiba ayahnya berlinang air mata seraya menatapnya dengan tetap tersenyum. "ayah menangis atau tersenyum,?" tanyanya polos.
Sang ayah terkekeh dibuatnya. "tidak, ayah bangga pada mu nak, kau sudah tumbuh dewasa sekarang, dan setelah ini mungkin aku tidak bisa melihatmu lagi,"
Kai menatap ayah nya dalam. Seolah ia bisa membaca fikiran sang ayah. Tak lama kemudian, sang ayah kaget karna Kai menangis dalam diamnya. Ayahnya baru sadar bahwa ia baru saja mengatakan sesuatu yang tidak Kai suka. Yakni pergi meninggalkannya. Entah kemana sanga ayah akan pergi, yang ada difikiran Kai hanya iatak mau jauh dari sang ayah.
Pria paruh baya itu seketika memeluk putra nya. Saat air mata Kai semakin mengucur deras. Ia mendekap putra nya sangat erat. Baginya, ini adalah kesempatan terakhirnya melihat Kai -putra nya. Ayah jarang sekali melihat Kai menangis. Yang ayah nya tau Kai adalah anak yang sedikit bicara dan tidak mudah bergaul. Yang Kai punya hanya ayahnya. Apapun yang Kai lakukan selalu ada sang ayah di sampingnya. Karna dari kecil, Kai tidak bisa melihat sang ibu yang melahirkannya.
Pernah suatu ketika ia mempertanyakan keberadaan sang ibu. Dan seperti apa ibunya. Melihat Kai sadar bahwa hanya kekuatan lah yang menurun dari sang ayah. Secara fisik, Kai terlihat jauh berbeda dengan sang Ayah. Ayahnya bilang ia mirip ibunya. Pendiam, pintar, cantik, dan berwibawa. Semua menurun pada Kai. Setelah itu Kai tidak pernah lagi menanyakan hal itu.
"aku lebih baik bodoh daripada harus berpisah dengan ayah, tidak bisakan ayah ikut ke sekolah,?". Mata Kai berkaca kaca seraya menatap penuh harap mata sang ayah yang sudah melepaskan pelukannya.
Ayahnya tersenyum seraya menggeleng sepelan mungkin. "Tidak Kai, jika kau bersamaku, kau bukan lagi seorang Kai yang ambisius dan pintar, kau harus sekolah, agar sepintar ibumu, agar suatu saat kau menjadi seorang yang dihormati siapapun, apapun jenis makhluk di negri ini. Aku percaya padamu, nak. Tumbuhlah menjadi pemuda yang pemberani. Buatlah bangga ayah dan ibumu. Do'a kita akan selalu menyertaimu"
Kai mengankat tangan nya lalu menempelkan pada pipi ayahnya. Perlahan bulir air mata yang semula menempel dan membekaskan kesedihan itu menghilang. Kai menghapus air mata ayahnya.
"mungkin ini yang bisa kulakukan untuk yang terakhir kalinya pada ayah. Jika ayah percaya padaku, buat aku percaya pada ayah. Jangan pernah menangis lagi. Jangan biarkan satu tangan pun yang menghapusnya kecuali aku. Dan berjanjilah ayah, untuk tidak pernah merindukanku," ujar Kai seraya menatap ayahnya dalam. Ia menarik telapak sang ayah lalu mendaratkan telapak tersebut ke dadanya. "hati kecil ini, akan menjadi saksi tetesan air mata ayah, dan perasaan rindu ayah padaku. Jika kau melanggar janji, aku juga akan melanggar janjiku pada ayah. Aku bersumpah.". Air mata sang ayah kembali tumpah. Bukan karna sedih merasa di ancam oleh anak nya sendiri. Namun menangis karna bangga, ia kembali menemukan Kai yang tegas seperti biasanya. Dengan begitu ia tak akan khawatir lagi untuk hendak melepaskan anak semata wayangnya.
"baik, kita sama sama memegang janji." Kai mengangguk antusias pada sang ayah.
"tunggu, ayah ada sesuatu yang harus kau simpan,". Sang ayah mengambil sesuatu dari sakunya. Kai mendapati sebuah cincin berhiaskan lambang segitiga dengan mata di tengah, juga ukiran aneh yang mengitarinya di tangan sang ayah.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Apperentice Mages (KAI, V, SUNGJAE, HALLA, MINGGYU FANFICTION EXO)
FanfictionDiceritakan di sebuah sekolah dengan 5 murid terpilih yang akan melakukan pencarian atas utusan sang kepala sekolah. Mereka berlima yang terdiri dari Kai, Alex, Halla, Jo, dan V telah berbekal kekuatan yang akan membantu mereka dalam melaksanakan se...