Bab 01

752 13 1
                                    


Ujian bukan untuk menjatuhkan atau membunuhmu

Tapi untuk membuatmu lebih kuat

Dan memahami apa makna sejati dari syukur

***

1 Ramadhan 1435 H.

Harapan besar tersimpan dalam bus tua yang sedang menyusuri jalan menanjak pegunungan Ciater itu. Tepatnya, tersimpan rapi dalam hati seorang lelaki di bangku paling belakang. Mata lelaki itu berbinar cerah. Mulutnya tak berhenti tersenyum, meskipun tampak sedikit cemas karena belum sempat memikirkan kata-kata terbaik yang akan disampaikannya saat nanti tiba di rumah setelah sekian lama.

Maratman Zanidi, nama lengkapnya. Anak pertama dari dua bersaudara. Usianya kini sudah 29 tahun. Ia terpaut 17 tahun dengan adik perempuannya. Konon, nama Maratman berasal dari kata 'Marat' yang berarti bulan Maret dan 'Man' yang berarti laki-laki. Laki-laki yang lahir di bulan Maret. Zanadi adalah nama keluarganya. Sesederhana begitu saja arti nama laki-laki itu.

Ayahnya seorang penjahit yang membuka toko jahit sederhana di rumah dan ibunya bekerja menjadi buruh cuci antar rumah. Ratman sendiri bekerja sebagai staf pemasaran di salah satu perusahaan tekstil dekat rumahnya. Meski ia seorang lulusan diploma Teknik Informatika, namun karena pengalaman kewirausahaannya terbentuk baik semasa mahasiswa, ia mampu melakoni pekerjaan itu dengan baik.

Tapi sayang, semua itu tinggal masa lalu. Sebuah peristiwa besar mengubah seluruh hidupnya. Itu adalah peristiwa yang paling ingin dilupakannya.

***

5 tahun lalu, keuangan keluarga Ratman memburuk. Omzet usaha menjahit ayahnya mulai menurun. Beliau terpaksa harus meminjam kesana kemari untuk membiayai istrinya yang sering sakit-sakitan. Biaya sekolah si bungsu pun sudah jatuh tempo. Sementara, uang gaji Ratman tak cukup membantu ayahnya memenuhi semua kebutuhan itu. Ia pun berpikir keras, bagaimana agar dapat mencari uang banyak dalam waktu singkat.

Ia teringat ada seseorang bernama Genda Murtahadi Wijaya, yang tersohor berharta di desanya. Usianya sekitar 40 tahun pada waktu itu. Orang-orang biasa memanggilnya 'Bos Gendot'. Kalau kalian bertanya apa pekerjaannya, Bos Gendot akan menjawab ia seorang freelancer. Ketahuilah, kata itu hanya sekedar keren-kerenan saja. Pekerjaan Bos Gendot yang sesungguhnya adalah gembong preman. Ia pimpinan preman terbesar di daerah Purwasuka dan Pantura. Uang berlimpah ia dapatkan dari hasil iuran yang mereka bilang "biaya keamanan". Mungkin juga berasal dari pekerjaan gelap dan kotor lainnya.

Ratman bisa saja meminjam uang dari Bos Gendot untuk menyelesaikan permasalahan keluarganya. Tapi, diurungkannya sebab semua warga desa termasuk dirinya tahu, meminjam uang dari Bos Gendot lebih mengerikan daripada meminjam kepada lintah darat. Bunga yang mencekik leher serta berbagai ancaman akan selalu menghantui bila utang tak segera dilunasi. Termasuk ancaman kehilangan nyawa. Atau ada pilihan lain, memaksa mereka menyerahkan salah satu anggota keluarganya sebagai abdi Bos Gendot. Kalau laki-laki akan dijadikan anak buah. Sementara perempuan... ah, kalian bisa menerka sendiri kelanjutannya.

Namun, seiring waktu penyakit ibunya semakin parah. Beliau berkali-kali muntah darah, hingga para pelanggan jasa cucinya mengeluh karena baju mereka kecipratan darah. Tak jarang, wanita tua itu terpaksa terbaring seharian di kamar. Ratman sendiri tak mengerti penyakit apa yang menggerogoti habis fisik ibunya.

Usaha ayahnya pun terus memburuk. Mungkin karena terbebani masalah kesehatan istrinya, hasil jahitan beliau akhir-akhir ini mendapat banyak komplain dari pelanggan. Adiknya yang bersiap naik kelas 2 SD pun sudah merengek meminta buku juga seragam baru karena seragam lamanya sudah kekecilan. Tak menemukan jalan keluar lain, akhirnya Ratman menghadap Bos Gendot.

Juz Amma yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang