Bab 03

201 5 2
                                    

Saat asa serasa di ujung senja

Peluh pun enggan keluar dari raga

Ingat bahwa ada yang akan terus menyala

Ialah harapan untuk cinta yang berbahagia


Ratman melalui hari-hari esoknya lebih baik. Memulai hari dengan sarapan di warung Ibu Saodah, ibu yang pertama dikenalnya. Meskipun setiap hari Bu Saodah selalu bertanya mengapa ia tak pernah puasa. Siangnya, bekerja sebagai kernet angkot dan bus. Di hari ketiga, Ratman mencoba jadi kernet bus antar provinsi. Meski dirinya sedikit cemas saat bus memasuki kawasan Pantura. Takut Bos Gendot dan anak buahnya menemukannya.

Walaupun lelah, pekerjaan menjadi kernet bus antar provinsi jauh lebih menguntungkan. Penghasilannya lebih banyak daripada menjadi kernet angkot seharian. Saat berhenti di Cirebon, ia menyempatkan membeli beberapa makanan dan pakaian murah. Ia memerlukan semua itu karena belum sempat mencuci pakaian kotor yang menumpuk.

***

Sudah tiga hari Ratman menjadi kernet bus antar provinsi. Malam keempat, setiba di Purwokerto sekitar jam 12 malam, Ratman meminta izin kepada supir untuk istirahat dan tidak mengambil kerja pagi. Supir bus mengizinkan dan memberikan bayarannya.

Ratman lantas membaringkan diri di tempat tidur biasanya, bangku panjang depan warung Bu Saodah. Seluruh badannya letih, sehingga dalam sekejap ia sudah tertidur pulas.

Saat sedang nikmat-nikmatnya mengarungi mimpi, terdengar suara teriakan.

"Hei!! Jangan lari!!"

"Tangkap! Tangkap pengemis itu!"

Ratman seketika terjaga. Pandangannya menangkap sekumpulan orang berseragam sedang berlari. Itu Petugas Pamong Praja yang sedang melakukan razia gelandangan dan pengemis. Ratman panik. Ia pasti akan digelandang karena tak memiliki identitas apapun juga tak memiliki tempat tinggal.

"Hei!"

"Sial!" umpat Ratman saat petugas Pamong Praja mengetahui keberadaannya. Ia bangkit dan segera berlari.

"Hei! Jangan lari! Posisi dua, tangkap laki-laki berbaju lusuh itu!"

Melihat targetnya kabur, para kawanan Pamong Praja segera mengejarnya. Ratman mempercepat larinya agar bisa segera keluar dari terminal. Beruntung, fisik yang sempat tertempa di sasana tinju dan beban pekerjaannya yang berat, staminanya tak mudah habis.

Dalam waktu singkat, ia sudah mencapai tepian jalan raya luar terminal. Saat menoleh ke belakang sejenak, terlihat kawanan Pamong Praja itu masih terus mengejarnya. Kebingungan, Ratman memutuskan menyeberangi jalan raya, menerobos sawah hingga akhirnya kawanan Pamong Praja itu tak melihatnya.

"Dia lolos!" lapor salah seorang dari mereka.

"Sial!" umpat seorang lainnya.

Ratman tak menghentikan larinya karena takut Pamong Praja itu akan mengejar dengan kendaraan. Meskipun, ia tak tahu di mana keberadaannya saat ini dan akan berhenti di mana. Hingga akhirnya ia tiba di sebuah desa bernama Desa Pamujan, yang biasa orang sekitar menyebutnya 'Teluk'.

Langkahnya mulai melambat karena lelah. Ingin beristirahat, namun ia tak tahu harus berhenti di mana. Kakinya terus melangkah di antara kegelapan dan cahaya lampu jalan yang redup. Hingga akhirnya, Ratman tiba di sebuah masjid dengan beberapa ruangan berderet seperti ruang kelas di belakangnya. Tanpa pikir panjang, ia merebahkan diri di atas lantai teras masjid hingga tertidur pulas.

Juz Amma yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang