Bab 12

132 4 0
                                    

Rindu takkan buatku binasa

Sebab rindulah yang buatku miliki harapan

Untuk lepas dari kekeringan ini


Sudah dua hari Ratman tidak hadir di pengajian anak-anak rel kereta api. Kalau sore ini ia tidak hadir lagi, maka hitungannya bertambah menjadi tiga hari. Meskipun kerap tampak galak, semua yang ada di pengajian itu merindukan kehadirannya.

Rindu itu pun dirasakan Rina.

Sore ini, Rina mengira sepertinya Ratman tak akan datang lagi. Ia mengira Ratman mungkin masih marah setelah peristiwa kemarin. Kejadian ini mirip seperti beberapa bulan sebelumnya. Dalam hati, Rina gusar bila Ratman akan menghilang lama lagi seperti waktu itu. Ia mendesah pelan. Meskipun dirinya tak mampu menjelaskan, mengapa ia merasa ada sesuatu yang hilang bila Ratman tak ada di sini bersamanya dengan Fira dan Fahri.

Rina memandang jauh ke depan. Halaman rumah tempat pengajian ini, mulai ditumbuhi rerumputan yang membuat tempat ini terlihat lebih hijau. Semak-semak di ujung halaman semakin meninggi. Dua pohon berdiri kokoh di depan halaman, semakin rindang dibandingkan saat ia baru membuka pengajian ini bersama Fahri dan Fira.

Memori Rina masih menyimpan semua peristiwa yang terjadi kurang lebih empat bulan lalu di halaman itu. Saat seorang laki-laki duduk diam mengendap-endap di halaman depan, memandang dirinya dan anak-anak yang sedang belajar mengaji. Lalu, entah mengapa lelaki itu harus bersembunyi di semak-semak, sebelum Fahri menariknya. Kemudian mereka akhirnya bertemu untuk kedua kalinya setelah kejadian di pasar dan saling berkenalan. Itu adalah momen perkenalan yang unik dan sedikit konyol, apalagi saat lelaki itu menanyakan kabarnya. Rina tersenyum-senyum sendiri mengingat itu.

Setelahnya, dia dan laki-laki itu menjadi teman. Ia ingat, saat lelaki itu memutuskan untuk berubah dan meminta Rina untuk membimbingnya. Berat hati, ia terpaksa menolak meski sebenarnya ingin membantu lelaki itu. Karena Rina tahu, mungkin tak banyak orang yang akan bersedia membantunya, apalagi saat melihat penampilannya yang mirip dengan preman. Saat lelaki itu marah dan kecewa, Rina dapat merasakannya.

Ia setuju saat Fahri menawarkan diri untuk menjadi guru laki-laki itu, agar ia juga tetap bisa ikut membantu. Tapi sayang, lelaki itu menolak dan memilih pergi. Ia pun merasa bersalah karena telah memutus asa seseorang yang ingin berhijrah menjadi lebih baik.

Saat waktu mulai melunturkan semua kejadian itu, tiba-tiba laki-laki itu kembali. Kini dia sudah berubah, menjadi jauh lebih baik. Sudah bisa membaca Quran, rutin shalat, bahkan giat melaksanakan sunnah lainnya.

Rina pun menyimpan kekaguman pada laki-laki itu. Meski tak banyak yang berbeda dari penampilan luarnya, tetapi laki-laki itu benar-benar telah berubah. Meski pembawaannya masih keras, cara bicaranya sudah jauh lebih sopan, sikapnya lebih lembut, serta ternyata ia pandai dan sabar mengajarkan anak-anak.

Laki-laki yang dimaksud tentu saja adalah Ratman. Rina mengakui bahwa Ratman memberikannya inspirasi, bahwa semua orang bisa menjadi lebih baik asal mereka mau merubah diri. Serta memberikannya suatu hal yang belum mampu ia pahami saat itu.

"Rina!"

Rina kaget saat mendengar suara Fira. "Astaghfirullah! Ada apa?" Rina spontan menoleh ke arah Fira.

"Bantu siap-siap dong! Kok malah diam di situ sih?" sahut Fira sedikit kesal. Fira baru saja selesai menempatkan papan tulis di depan kelas.

"Iya, dari awal datang, kamu cuma berdiri diam di depan situ aja. Kenapa sih?" Fahri angkat bicara. Lelaki itu sedang memindahkan bangku-bangku yang masih bertumpukan.

Juz Amma yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang